Hutang dan arloji

15 3 0
                                    

Seseorang dengan motornya memasuki pekarangan rumah, memarkirkan motornya, membuka helm, dengan segera memasuki rumah yang selama ini dia tinggal, tak lupa ditangannya membawa makanan untuk sang adik tercinta.

Senyuman tak lepas dari wajahnya, tetapi sirna begitu saja setelah dirinya melihat dari depan pintu sang adik sedang mengobati luka diwajah paman yang telah membesarkannya. Dirinya dengan cepat masuk kedalam rumah.

"apa yang terjadi?" ucapnya.

"taeyong, duduk dulu" ucap sang paman, taeyong pun duduk dilantai dan menyimpan makanan yang dia beli dan tas yang dia gendong disampingnya.

"hyunki datang untuk meminta uang sewa, kebetulan aku disini, kalau tidak, chenle bisa saja terluka" ucap pamannya, chenle yang disebutkan melihat ke arah taeyong.

Taeyong marah tentu saja, hampir saja adiknya terluka, hal ini tentu saja tidak bisa dia biarkan, tetapi dia juga tidak bisa melawan lebih.

"terimakasih banyak paman" ucap taeyong sembari menepuk paha pamannya.

"tidak apa-apa" jawab sang paman.

"kau baik-baik saja?" tanya taeyong kembali, dirinya tentu saja khawatir.

"aku baik-baik saja, namun, kapan kita berhenti membayar mereka?" tanya sang paman.

Taeyong bingung, dirinya melirik ke adiknya dan melirik kembali ke arah pamannya.

"chenle baru saja memulai semester baru. Jadi aku belum membayar mereka." ucap taeyong, chenle menundukkan wajahnya merasa bersalah.

"mereka meminta tujuh juta dalam minggu ini atau mereka akan menyita tempat in-"

"sebanyak tujuh juta? Persetan dengan mereka!"

Taeyong menyela ucapan pamannya, taeyong juga menaikkan nada bicaranya, sehingga mengejutkan keduanya.

"hyung, maafkan aku" ucap chenle dengan nada bergetar menahan tangis.

Taeyong lupa jika masih ada adiknya disana, taeyong segera mengubah mimik jawahnya dan suaranya menjadi lebih lembut.

Taeyong pun mengulurkan tangannya ke arah chenle, chenle yang melihatnya menjabat tangan taeyong dan menggenggamnya dengan erat. Taeyong pun menatap chenle dan tersenyum dengan tulus.

"hyung hanya sedang melantur, tidak apa-apa, hyung masih bisa mengurusnya." ucap taeyong, menganggukkan kepalanya untuk meyakinkan kepada adiknya.

Chenle pun tersenyum dan kemudian menundukkan kembali kepalanya, setetes air mata turun membasahi tangan kiri yang berada dipangkuannya. Sang paman mengusap kepala chenle dengan lembut.

"paman kau sudah makan? Aku membeli mie" ucap taeyong ditengah kesunyian rumah.

Taeyong melepaskan genggaman tangannya dari adiknya, mengambil satu keresek putih yang berisi dua plastik mie.

"makanlah bersama chenle" ucap pamannya.

Taeyong menyerahkan meresek itu kepada pamannya dan tersenyum, sedikit melirik ke arah chenle yang sedang melihatnya juga.

"aku sudah makan sesuatu" ucap taeyong.

"kalau begitu akan ku taruh dipiring" ucap chenle sambil mengambil keresek itu dan pergi ke arah dapur, meninggalkan taeyong dan sang paman.








"seharusnya aku tidak mendengarkan temanku dan berinvestasi di kripto. Selain kerugian, kita juga kehilangan rumah ini" ucap sang paman.

Kini taeyong dan pamannya sedang duduk diluar rumah, duduk diatas ayunan, berhadapan.

Taeyong yang mendengar ucapan pamannya hanya mampu menutup mata dan menggelengkan kepalanya dan tak lupa menunduk.

"lupakan saja paman, setidaknya, kau satu-satunya orang yang berusaha membantu kami. Jika tidak ada kau, chenle mungkin...." ucap taeyong dengan menatap pamannya tetapi kembali menundukkan kepalanya disaat kata terakhir yang dia ucapkan.

"aku tidak membantu kalian apa-apa. Aku juga memperburuk keadaan. Maafkan aku" ucap pamannya, taeyong menyentuh lutut pamannya yang berada didepan dengan menggelengkan kepalanya.

Taeyong seketika ingat sesuatu, dirinya mengeluarkan barang dari saku celananya, melihat arloji yang dia pegang dan memperlihatkan kepada pamannya.

"menurutmu berapa harga ini?" tanya taeyong, jujur saja, dia tidak tau berapa harga asli atau harga jualnya.

Sang paman terkejut melihat apa yang taeyong perlihatkan, bagaimana bisa taeyong mendapatkannya.

"darimana kau mendapatkannya?" tanya sang paman memandang taeyong terkejut.

"seorang pelanggan memberikannya padaku" jawab taeyong. Terlihat pamannya yang sedang berfikir.

"hm, aku tidak tau banyak tentang ini." ucap sang paman, kemudian dia mengambil arloji yang berada ditangan taeyong dan melihatnya secara rinci.

Terdapat gambar dibalik arloji itu, sang paman tentu semakin terkejut melihatnya, sedangkan taeyong hanya menatap arlojinya dengan wajah polos kemudian menatap ke pamannya.

"mungkin lebih dari tiga juta tujuh ratus"

Ucapan pamannya membuat wajah taeyong langsung berseri.

"namun itu masih belum cukup-"

"wah paman, jika memang segitu harganya, kita akan baik-baik saja, aku akan mencari sisanya" ucap taeyong dengan yakin.

"bagaimana mungkin? Kita hanya punya beberapa hari" ucap pamannya dengan sedikit kurang percaya.

"percayalah padaku paman" ucap taeyong meyakinkan dan kemudian tersenyum lebar.

"kita akan baik-baik saja" lanjut taeyong.

"kau tidak mencuri ini kan" tanya sang paman, taeyong hanya menggelengkan kepalanya.


TBC.

The mafia and his bodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang