2. Lurus!

109 17 2
                                    

"Namanya orang berjalan itu ya lihat ke depan! Lurus! Bukan malah nengok mulu ke belakang atau malah bentar-bentar nengok spion. Yang ada ntar nyusruk, tau rasa lo!"

Mila bersungut-sungut pagi itu, sedangkan Prilly hanya menatapnya malas.

Demi Tuhan, ini masih terlalu pagi untuk membahas hal-hal yang bikin isi kepala bertambah berat. Bisakah Mila membahas Cha eun woo saja? Lumayan buat menambah stok mood pagi ini.

"Lagian nih ya, Prill, orang lain mah ya udah move on dari kapan tauk. Nah, ini lo teteeeep aja ngebucin. Lama-lama gue tampol juga lo!"

Prilly tidak menyahut. Masih dengan wajah datar ia memerhatikan Mila yang mondar-mandir di depan meja makan mencari selai kacang kesukaannya. Tidak peduli dengan penampilannya yang masih memakai piyama dan rambut acak-acakan.

"Ini mana sih selainya? Lo abisin ya?"

Prilly mendengkus. Mendorong wadah yang memang sejak tadi ada di depannya. Tolong jangan pernah menyuruh Mila untuk mencari sesuatu, karena bisa dipastikan tidak akan ketemu, meski benda itu ada di depan matanya!

Mila nyengir kuda. Ia mengoles roti dengan selai kacang dan menggigitnya dengan ukuran besar. Salahkan Prilly yang tidak mau membuat sarapan. "Gue males!" katanya tadi.

"Mau sampai kapan sih, Prill? Udah lima taun dia ngilang. Move on aja, udah! Gue capek liat lo ngegalauin dia mulu. Iya kalau masih hidup, kalau enggak, gimana?"

Sebuah serbet sukses melayang dan mendarat di muka bantal Mila. Membuat gadis itu bersungut-sungut. Tidak terima dengan perlakuan Prilly.

Sumpah! Hal yang paling Mila benci dari Prilly adalah kalau galaunya sudah mulai kumat. Demi apapun, Mila bisa mati kelaparan karena Prilly betah diam tanpa melakukan apa-apa. Oke! Itu lebay! Tapi, kurang lebih ya begitulah!

"Mulut asal ngejeplak aja! Omongan tuh doa!" sergah Prilly.

Mila manyun. "Yaelah, Pril. Kalau beneran masih hidup, kenapa kagak ngasih kabar? Minimal 'hai!'. Ini kagak, Pril! Kagak! Move on aja, udah! Cari pacar sono!"

Prilly tau, Mila hanya berusaha untuk logis. Belum tentu juga apa yang Mila katakan itu benar. Hanya menebak saja, kan? Dan tebakan Mila 90% selalu salah.

Namun, tak urung itu membuat Prilly jadi kepikiran. Dipikir lagi, Mila memang ada benarnya. Mustahil sekali seseorang tiba-tiba menghilang tanpa kabar dan jejak, kecuali orang itu meninggal.

Prilly memejamkan mata. Tiba-tiba ia jadi sakit hati. Ali tidak mungkin mati secepat itu, kan? Ali-nya masih baik-baik saja, kan? Tapi....

"Banyak cowok yang suka sama lo, Pril! Banyak yang antri kalo lo mau. Lupain dia, deh! Kalo dia masih hidup dan masih punya perasaan juga bakal nyamperin lo lagi. Ngasih kabar deh minimal."

"Tauk ah, Mil! Pusing gue!" balas Prilly serak.

Prilly melipat kedua tangannya di atas meja, lalu menumpukan pipinya di sana. Tak bisa ditahan lagi, air matanya mengalir begitu saja. Makin lama, makin banyak. Prilly menangis kencang. Sesenggukan membuat Mila kelabakan.

"Yahh! Kok lo malah nangis sih, Pril? Sorry, nggak maksud gitu gue mah."

"Huaaaa....! Milaaa! Lo jahat banget! Nggak gue kasih bonus mingguan aja deh lo!"

Kali ini, giliran Mila yang ingin menangis. Mampus! batinnya merutuk. Niat hati ingin memberi petuah, malah berujung kena tulah. Gagal jajan deh besok.

"Yaelah, Pril! Tega amat lo sama gue!"

Prilly mengangkat wajah, mengusap air matanya yang tidak kunjung berhenti. "Bodo amat!" sungutnya sambil menjulurkan lidah.

Gadis itu bergegas kembali ke kamar. Meninggalkan Mila yang memelas memanggil namanya berulang. Sukurin!

***

"PRILLY!!!"

Prilly menjauhkan ponsel dari telinganya. Mila berteriak dari sana begitu Prilly mengangkat telepon darinya. Suara melengking itu mungkin bisa saja membuat Prilly tuli seketika. Nyatanya, telinga Prilly saat ini berdenging.

"Kampret lo, Mil! Gue kagak budek!" sungut Prilly yang kembali fokus menyetir. Gara-gara teriakan Mila, ia jadi menginjak rem tiba-tiba. "Untung kagak nabrak!"

"Bodo amat! Lo masih ngomong, berarti baik-baik aja!"

Prilly memutar bola matanya. "Kenapa, Tuan Putri?"

"Lo ninggalin gue! Keteteran nih!"

Terkekeh pelan. "Sorry, gue laper. Lo kan tau porsi makan gue tuh seberapa. Sarapan roti doang cuma bisa ganjel perut selama lima menit."

"Dimana lo?"

"Supermarket."

"Sumpah! Prilly! Demi apa lo malah jalan-jalan ke sana?"

"Demi cintaku padamu. Hoek!" Prilly memarkirkan mobilnya. Bersiap turun. "Apaan sih?"

Mila cengengesan. "Lo mau belanja stok dapur kan? Beliin es krim sama pembalut. Oh, sama cemilan juga."

Prilly mendorong troli. Memasukkan beberapa barang sesuai daftar yang sudah ia catat tadi. "Gue belom ngasih perhitungan sama lo ya, Mil! Ogah gue!"

"Ya Tuhan! Baginda Ratu, hamba minta maaf untuk kalimat yang sengaja terlontar. Mohon untuk Baginda Ratu mencabut hukuman dan membantu hamba."

"Dih! Najis!" Tawa Prilly meledak. "Lo yang nyuci piring sama ngepel besok!"

"Prill...." Mila memelas.

"Iya atau enggak?" Prilly memilih telur dan memasukkannya ke dalam plastik.

"Ah! Iya deh! Buruan! Udah kagak nahan nih gue!"

"Bawel!" Prilly memutuskan panggilan.

Gadis itu lanjut berbelanja. Memasukkan kebutuhannya, sekaligus pesanan Mila. Bisa ngoceh tujuh hari tujuh malam dia kalau tidak dituruti. Ini juga demi kesehatan telinga Prilly.

Melewati rak berisi makanan ringan, Prilly berhenti. Matanya menyusuri deretan bungkus yang tampak menggoda. Berbagai macam rasa yang tentu pasti sangat lezat dinikmati sambil menonton film nanti malam.

Prilly mengambil beberapa yang Mila sebutkan tadi. Baru saja meletakkannya di troli, Prilly melirik jajanan dengan rasa pedas yang berjejer rapi. Gadis itu meneguk air liur. Tergoda.

Namun, tangannya tertahan saat hampir menyentuh. Prilly membatu. Ingatannya kembali terlempar pada masa lalu.

Aih! Dulu, Ali selalu melarangnya makan yang pedas-pedas. Batas toleransi Ali untuk Prilly hanya di level dua, itu juga dengan penuh perjuangan merayu Ali. Lelaki itu tegas untuk urusan kebutuhan dan kesehatan Prilly. Tidak ada negosiasi!

"Lambung kamu tuh nggak bisa kena pedes! Aku nggak mau kamu nanti sakit, trus harus minum obat, harus diinfus. Nggak! Nurut!"

Tersenyum kecut. Prilly mengurungkan niatnya. Sialan! Bahkan sampai sekarang, Prilly masih menuruti kata-kata Ali, meski lelaki itu tidak ada di sampingnya.

Tidak ingin berlama-lama, Prilly melanjutkan langkahnya. Sudah cukup. Tujuannya adalah ke kasir. Ia ingat, Mila keteteran mengurusi kafe.

Bruk!

Baru beberapa langkah, bahunya menubruk seseorang yang juga berjalan searah dengan Prilly. Gadis itu menoleh. Berniat untuk minta maaf. Tapi, sedetik kemudian matanya membola mengenali sosok laki-laki di depannya.

"Kamu...!"

Mereka kompak saling menunjuk dengan ekspresi terkejut.

***

Jangan nyariin Ali! Doi masih gue kekep kagak boleh kemana-mana dulu...wkwkwkwk

Cinta Belum UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang