11. Trauma

145 18 4
                                    

Duniaku sepi---

---tapi isi kepalaku ramai.

Sekelilingku riuh---

---tapi aku sendirian.

Terpenjara dalam gelisah dan rasa bersalah.

Lelah....

---drm

***

Ali lahir di tengah keluarga yang sedang kacau. Kehadirannya tak pernah diharapkan, bahkan sempat ingin dilenyapkan. Masa kecil terasing. Dikucilkan keluarga dan orangtua sendiri. Ia kerap bertanya; Apa salahku?

Namun, ia tak pernah mendapat jawaban lain, kecuali makian dan bentakan. Papa yang menjadi panutannya, tak pernah hadir seperti sosok superhero. Mama yang ia anggap malaikat, nyatanya tak pernah peduli apakah anaknya ini hidup atau mati. Kakak yang seharusnya menjadi teman bermain, memilih mencibir dan memaki.

Kakek? Nenek? Siapa itu? Ali tidak pernah mengenal mereka, pun tidak pernah disambut ketika datang. Ia terasing. Memaksanya untuk menghidupkan dunia miliknya sendiri.

Makin hari, makin rusak mental Ali. Ia kehilangan rasa cinta dan semangat hidup. Jiwanya kosong. Ada lubang besar di hatinya menganga begitu lebar.

Satu kesalahan sepele, ia disalahkan, dimaki, dan dibenci. Sekuat apapun ia berusaha menyenangkan dan memuaskan mereka, tak ada nilainya. Dunianya kelam. Tak ada cahaya di sejauh mata memandang.

Hari itu, Ali menjemput kakaknya di bar. Diam-diam menyusup tengah malam begitu mendapat telepon. Ali ketar-ketir, bagaimana kalau ketahuan? Pasti akan dipukuli lagi, dihukum lagi.

"Gue aja yang nyetir! Masih bocah jangan sok-sokan!"

"Tapi, kak---"

"Halah! Cerewet!"

Ali mendapat toyoran di kepala. Terpaksa ia menurut. Sesekali meringis melihat kakaknya sempoyongan. Untuk tetap terjaga saja kakaknya seperti tidak sanggup.

"Biar gue aja ya, kak! Kakak tidur aja. Takut nabrak."

Gebrakan di setir mengejutkan Ali. Kakaknya menatap sengit. "Lo nyumpahin gue? Ngomong tuh yang bener! Bacot!"

Ali menciut. Ia hanya mampu diam menatap lurus jalanan sambil mencengkeram sabuk pengaman. Keringat dingin bermunculan. Gemetar. Takut dan tegang. Sementara kakaknya semakin menggila seraya entah menggumamkan apa.

Tiba-tiba dari arah depan ada sebuah truk besar. Lampunya menyorot tepat di retina. Silau. Ali terbelalak.

"KAKAK! AWAS!"

Kakaknya sama-sama terkejut. Kesadarannya mendadak penuh. Dibantingnya kemudi ke arah kiri menghindari truk. Naas, mobil itu sempat tertabrak sebelum terlempar dan terguling.

Antara sadar dan tidak, Ali merasakan ia didorong dan didekap kakaknya. Badannya serasa remuk, kepalanya pening. Kulitnya tergores pecahan kaca. Tapi, bau anyir dan sensasi hangat di permukaan kulitnya membuat Ali terkejut. Itu bukan darahnya!

"Kakak!"

Hanya seulas senyum tipis yang Ali tangkap saat itu. Juga bisikan lirih tersirat kelegaan.

Cinta Belum UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang