7. Pernah Dijadikan Ratu

94 23 4
                                    

Kau tahu...

Apa yang kurindu dari masa lalu?

---kamu...

Menjadi ratumu---

---pemilik satu-satunya hatimu.

---drm

***

Apa yang kamu ingat ketika melihat pasangan romantis di depanmu? Mengingat masa lalu.

Prilly menatap kosong pada sepasang kekasih di depan sana yang sedang bercanda. Tawa lepas keluar dari bibir mereka dan terlihat bahagia. Mereka saling mencintai dengan tulus. Sekali lihat saja sudah tahu.

Denyut nyeri kembali menyerang dadanya. Prilly meremas rasa sakit itu. Merindukan sosok Ali yang entah dimana. Setiap detik, setiap menit selalu terbayang.

Rindu yang bertumpuk itu kian parah. Terpupuk menjadi marah yang membakar dada. Prilly hanya ingin bertanya; kenapa?

"Ali! Ali! Tolongin!"

Prilly tampak panik berdiri di atas sepatu rodanya. Ali sialan! Kenapa harus bermain sepatu roda? Dan kenapa Prilly mengiyakan hanya karena senyuman Ali yang menawarkan rasa aman?

"Pelan-pelan!"

Ali mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Prilly. Keduanya saling menggenggam. Satu tangan Ali berjaga di dekat pinggang Prilly. Siaga jika nanti Prilly jatuh lagi.

"Bantuin!" rengek Prilly manja.

Ali terkekeh. "Iya, kamu maju pelan-pelan. Pegangan aku aja nggak apa-apa. Aku jagain."

Prilly menurut. Tapi, baru beberapa langkah, keseimbangannya oleng. "Aaa! Ali!"

Bruk!

Siku dan lututnya berdenyut. Prilly bergeming. Menatap sinis pada Ali yang malah terbahak tanpa ada niat menolong.

"Ketawa aja terus! Puas, kan?"

Bukannya berhenti tertawa, Ali malah semakin tergelak. Ekspresi Prilly ketika cemberut benar-benar menggemaskan. Tanpa mengehentikan tawa, Ali menghampiri Prilly. Mencubit kedua pipinya.

"Sakit!" keluh Prilly, kesal.

"Mana yang sakit?"

Ah! Suara Ali yang adem dan lembut, membuat Prilly luluh. Tapi tidak dengan wajah cemberutnya. Ditatapnya mata bermanik gelap itu. Mata yang akan selalu menghujaminya dengan cinta dan ketulusan.

"Kaki aku sakit." Prilly mengangkat kedua tangannya. "Tuh, kan! Lecet juga."

Ali menarik lembut kedua tangan Prilly. Membersihkan dari pasir yang menempel. Meniup-niup pelan, lalu mengecup ringan.

"Aku nggak mau main sepatu roda lagi. Capek!" Prilly merengek.

"Mau es krim?" Tawaran yang menggiurkan.

Prilly mengangguk. "Gendong."

"Maaf, ya!" Ali mengelus pipi Prilly, tapi berakhir dengan mencubit bibir Prilly yang menggoda. Membuat pemiliknya memekik tidak terima.

Cinta Belum UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang