Bab 19. Hilangnya Lulu

18 8 4
                                    

    “Gaes, gaes, gaes!” Wawan tergopoh-gopoh menghampiri teman-temannya yang sedang duduk di depan kelas mereka.

    “Apaan sih, Wan, pagi-pagi sudah heboh!” Hardik Riki.

    “Masalahnya ini gawat banget, si Lulu, Lulu gaes!” Wawan panik bukan main, bagaikan habis bertemu dengan demit. Padahal demit saja mungkin juga enggan menunjukan wujudnya pada Wawan.

   “Lulu kenapa? Dia nembak Bagas?” tanya Riki. Kalau masalah itu sih, ngapain Wawan repot-repot gopoh begitu. Bukan rahasia umum lagi, kalau Primadona sekolah mereka memang jatuh hati dengan Bagas. Siapa sih, yang nggak terpikat dengan Bagas? Sudah lah Bagas itu tampan, pintar, jago main basket lagi. Apa coba yang nggak bisa, multitalenta begitu ya wajar saja kalau banyak kaum hawa yang mengantrinya putus dengan Widuri.

   Apa lagi sejak Widuri dinyatakan hilang, makin berani lah mereka yang mendekati Bagas melancarkan aksi pendekatannya. 

   “Bukan! Lulu hilang!” Seru Wawan.

   Mendengar apa yang dikatakan oleh Wawan, sontak membuat seisi kelas melihat kearah Wawan. Teman-teman Wawan yang duduk di dalam kelas saja sampai keluar kelas, untuk mendengar lebih lanjut penjelasan dari Wawan.

   “Kok kamu bisa tahu?”

   “Eh, bukannya Lulu itu ada bodyguard? Kok bisa tetep kecolongan?”

    “Kamu kalau ngasih info yang bener Wan, jangan asal nyomot aja, lalu kamu sebarkan ke kita,” tegur ketua kelas.

    “Ye! Dibilangin ngeyel! Aku itu dapat info langsung dari kelasnya Lulu. Katanya, kemarin itu Lulu pergi ke kafe sendirian eh tidak sih, diantar sama bodyguard-nya itu. Lalu dia izin ke toilet, karena lama tidak keluar juga, bodyguard itu meminta tolong staff kafe untuk memeriksanya. Namun didalam toilet perempuan tidak ada orang satu pun,” tutur Wawan.

   “Loh, emang nggak ada cctv gitu?” tanya Riko.

  "Bukan nggak ada cctv, pasti ada sih. Ini 'kan di toilet ya kali ada cctv di sana, ngaco aja kamu kalo ngomong," cerca Dina.

  "Duh! Ya nggak dong, maksud aku tuh cctv di tempat lain di kafe itu. Pasti ada yang mengarah ke toilet. Gitu loh, Din, maksudku."

   “Lulu keluar dari pintu belakang, karena kafe itu masih terbilang baru, jadi masih belum terpasang kamera di bagian pintu belakangnya.” Wawan kembali menjelaskan sesuai apa yang dia dengar.

   "Oh, begitu. Pantesan saja ya."

   “Aneh deh,  padahal Bagus sudah di skors tapi kenapa masih ada yang hilang juga?” tanya Riki. Kalimat yang diucapkan Riki disambut oleh anggukan teman-temannya, tidak mungkin Bagus yang sedang menjalani masa hukumannya bisa bebas keluar masuk rumah seperti itu.

   "Apa jangan-jangan memang Bagus itu tidak bersalah ya, secara selama ini 'kan hanya kita yang terus menerus berkata buruk tentang dia. Sementara Bagus orangnya pendiem, nggak pernah sekalipun dia marah tanpa alasan. Selalunya 'kan kita yang kerjanya bikin dia kesel terus tiap hari, kalau aku jadi Bagus pun pasti tidak akan tahan dengan situasi seperti itu," tutur Dina.

   "Apa yang kamu katakan memang ada benarnya juga ya, kita terlalu cepat menilai seseorang. Padahal kita nggak tau orang itu seperti apa, kebiasaan kita menilai orang lain hanya dari tampilan luarnya saja," tutur Dina.

  "Kalau benar gitu, kita sudah dzalim dong dengan Bagus," sahut Riko.

   “Sudah ku bilang, pasti bukan Bagus pelakunya. Kalian itu sudah salah menuduh orang. Lihat ‘kan sekarang apa yang terjadi?” ucap Wati.

  “Tapi bisa saja Bagus keluar diam-diam. Apa lagi dirumah, Bagus sendirian. Iya ‘kan, Bagas?” tanya Wawan pada Bagas yang sedari tadi hanya diam, mendengarkan mereka membicarakan Bagus.

   “Biasanya sih ada Mama, cuman kemarin Mama ada perlu jadi Bagus sendiri dirumah,” jawab Bagas.

   “Lah, kamu sendiri emang belum pulang sekolah? Sampai nggak tahu keberadaan saudaramu?” tanya Wati.

   “Belum, aku ada hal kemarin jadi pulang telat.”

   "Hal? Hal apa, menculik Lulu maksudmu?" tanya Wati dengan wajah penuh rasa curiga.

   "Bukan lah, buat apa juga aku nyulik Lulu. Nggak ada untungnya buatku, Wat." Bagas yang tidak terima atas tuduhan terhadapnya tentu saja melakukan pembelaan.

  "Wati, belain orang sih boleh. Tapi jangan sampe bego gitu lah. Sudah jelas-jelas yang paling mencurigakan itu Bagus, kenapa kamu malah mencurigai Bagas?" tanya Riki.

   “Aku setuju dengan apa yang dikatakan oleh Riki. Fix, sudah sangat jelas. Bagus bisa saja memanfaatkan kelonggaran pengawasan di rumah, untuk kabur dari rumah dan menculik Lulu. Rencana dia itu kan belum terwujud waktu itu,” ujar Wawan.

   “Aku,sangat yakin Bagus yang menculik Lulu. Perkara kabur dari rumah bukan hal sulit ‘kan, bagi preman sepertinya,” imbuh Wawan masih dengan argumennya.

    “Sangat tidak masuk akal lah, dia kan tengah diawasi. Kenapa dia semakin nekat meneruskan aksinya? Bukannya malah memperparah keadaan, hukuman yang dia terima bukan hanya skorsing doang.”

   Wati pun tidak mau kalah dengan Wawan, bagi Wati, argumen Wawan itu lemah dan terkesan dipaksakan. Masih tetap menyudutkan Bagus hanya dari satu sisi.

   “Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Wat!” hardik Wawan. Dia paling tidak suka kalau ada orang yang membantah omongannya.

   “Berarti kalimat tuduhan kamu terhadap Bagus juga, bisa jadi tidak mungkin nyata, ‘kan?” Wati tetap gencar dengan pendiriannya, di mata Wati, Bagus itu hanya korban orang lain. Dia dijadikan kambing hitam atas perbuatan orang lain, diatur sedemikian rupa hingga Bagus terperangkap ke dalam jebakan yang orang itu buat.

  Berbeda dengan Wawan, anak remaja lelaki ini juga tentunya punya alasan tersendiri kenapa bersikeras menuduh Bagus sebagai pelaku penculikan teman-temannya. Menurut Wawan kalau memang Bagus tidak bersalah, kenapa dia tidak memberikan pembelaan saat ditanya keberadaannya di hari teman-teman mereka hilang. Namun nyatanya, Bagus bungkam. Tidak mau memberikan pembelaan ataupun alibi untuk memperkuat status dirinya tidak bersalah.

   “Kamu ini ya, ngeyel kalau dibilangin.” Wawan sudah kesal tingkat dewa saat mendengar kalimat pembelaan Wati untuk Bagus.

  “Aku ini bukan ngeyel, aku hanya berkata yang semestinya. Kalian itu paham tidak sih dengan tindakan kalian yang melimpahkan kesalahan pada orang lain?”

“Kenapa kalian tidak curiga dengan Bagas? Dia kemarin juga tidak dirumah, dia juga dekat dengan Lulu. Ada kemungkinan juga dong, kalau Bagas yang nyulik Lulu serta yang lainnya?” kali ini Wati mencerca Wawan dengan pertanyaan yang beruntun.

  Wawan lelah berdebat dengan Wati.Apa lagi Wati selalu menjadi perwakilan sekolah, ketika ada lomba debat bahasa Inggris. Jadi masalah perdebatan, Wati memang jagonya. Dari pada dia terus meladeni Wati, Wawan memilih untuk meninggalkan gadis itu, meski hatinya masih jengkel sebab Wati terus menerus membela Bagus.

The Twins Secret (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang