"Bel, lo lagi apa?" Shana menghampiri Abel yang duduk di kursi luar kelas, seperti menunggu seseorang.
"Lagi nunggu Kiera, tadi gue nitip roti sama air mineral pas dia ke kantin."
"Em ... nanti aja deh nunggunya, lo temenin gue dulu ya ke perpustakaan? Gue harus nyatet materi yang tadi,"
Sejujurnya Abel juga sangat amat ingin pergi ke perpustakaan untuk kembali mencari novel yang masih menjadi incarannya. Tapi di sisi lain, ia malu sekaligus takut kalau bertemu dengan cowok bermata biru, eh coklat itu. Abel harus mencari alasan agar Shana tidak mengajak ia ke sana.
"Aduh, kayaknya gue nggak bisa nemenin lo deh, gue ada janji nemenin Missa di dalem kelas, kasian dia sendirian."
Shana melongok ke dalam kelas, Missa sedang mengamati benda pipih di tangannya. Shana pikir Missa tidak mau diganggu sekarang.
"Nanti aja deh. Ini lebih penting, ayo Bel!" Tanpa perkiraan Shana segera menarik tangan Abel dan berlari menyusuri koridor dengan tergesa-gesa.
Abel tidak dapat berontak karena pegangan Shana terlampau kuat, ia juga tidak mungkin membiarkan Shana sendirian.
Keduanya pun sampai, Abel yang masih mengatur napas duduk di teras sementara Shana menarik ujung bibirnya melihat pintu perpus terbuka lumayan lebar, lalu melepas sepatu dan masuk begitu saja ke dalam.
"Bel, ayo!"
"Sabar napa, gue lagi sesek nih!" Balas Abel seraya bangkit dan menyusul Shana.
Perpustakaan siang itu benar-benar sepi jika dibandingkan dengan hari biasa. Entah karena pengawas sedang tidak berangkat atau memang tidak ada pengawas hari ini. Bahkan para murid juga tidak terlihat. Aura perpustakaan yang semula cerah berubah jadi sepi dan suram di mata Abel. Mungkinkah ini efek dari mengingat perkataan Chiko?
"Banyak sekali penghuninya."
"Astaghfirullah!" Abel mendelik ketika tanpa sengaja melihat Chiko tepat di ekor matanya. Chiko tertawa, membuat Abel geram.
Awas lo, anak kampret!
"Kenapa lo?" tanya Shana ikut kaget, baru juga akan mengambil buku yang berada di rak paling atas tapi tangannya harus berhenti karena ucapan istigfar Abel.
"Nggak, gue cuma liat cicak tadi."
"Cicak aja takut,"
"Nggak takut, geli gue. Kenyel-kenyel, iiiii!" Abel bergidik ngeri, Shana tertawa renyah.
"Lo nggak nyari buku horror lagi?"
"Nggak ah, males."
"Tumben, biasanya paling gercep soal horror." Shana melangkah mendekati rak pelajaran jurusan Multimedia. Mengambil salah satunya dan mengintip sedikit kalimat yang berada di sana.
"Em, Shan. Gue ke rak ujung ya?"
"Oh, oke," jawab Shana tanpa berbalik.
Abel berjalan pelan menuju rak buku bertulis horror di atasnya. Tak cuma horror, ada banyak genre novel atau buku cerita yang ada di perpustakaan ini, membuat ingin selalu berlama-lama duduk dan membaca semuanya. Gadis itu memperhatikan sekitar rak yang sama seperti kemarin, di mana ia melihat cowok itu. Tapi sekarang sepi, tidak ada siapa-siapa. Abel mencoba meraba rak atas, siapa tahu novel yang ia cari masih ada, harapannya semoga novel itu tidak benar-benar hanya satu.
"Aaa ... masa cuma atu sih?" gerutunya di sela-sela meraba, barang yang dicari seolah menghindarinya.
"Cari ini?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable | Dear Diary | End
Fiksi RemajaIneffable adalah sesuatu yang melampaui kemampuan bahasa untuk mengungkapkannya. Arti lain adalah "tak terlukiskan". Ada banyak kisah yang ditulis di cerita ini, salah satunya Abel. Gadis berkulit sawo matang yang tidak percaya akan cinta. Abel piki...