"Kami tidak akan menghentikan unjuk rasa ini. Keputusan pemerintah benar-benar merugikan banyak pihak terutama masalah sektor ekonomi. "
"Anda yakin kalau semua aksi yang dilakukan mampu merubah situasi? "
"Tentu saja, minimal ada kebijakan yang lebih mudah diterima. Sebagai perwakilan para pengusaha yang dirugikan, saya ingin mengajukan beberapa protes untuk didengar tapi pemerintah selalu menutup pintu musyawarah. Sekarang lihatlah keadaan ekonomi kita, sudah hampir dua puluh persen perusahaan gagal membangun profit hingga terancam bangkrut. "
"Lalu sampai kapan aksi ini akan berlangsung? "
"Sampai salah satu di antara mereka turun dan bicara, saya yakin perdana menteri bukan seorang pengecut. "
Soo Hyuk mematikan televisi lcd berlayar besar yang sedari tadi dipandanginya itu. Kedua sorot mata yang tajam, sekarang tertutup. Berbagai macam berkas berserakan di atas meja. Menampilkan profil dan riwayat seorang pengusaha textil import yang menjadi ketua koordinator unjuk rasa. Aksi itu sudah berlangsung selama lima hari. Membawa giringan massa yang cukup massive, memadati arus nadi jalan utama kota Seoul dan berpusat di Blue House.
Profilnya cukup menarik. Sebagai salah satu entrepreneur muda yang memiliki banyak prestasi di bidangnya, Soo Hyuk yakin kalau ia bisa mematahkan berbagai macam penyangkalan yang diberikan oleh siapapun juru bicara kepresidenan terkait kebijakan ekonomi yang baru.
Denting ponsel membuat mata Soo Hyuk kembali nyalang. Desahan nafas beratnya terdengar sebelum pria itu mengangkat telepon.
"Tuan Lee, perdana menteri menunggumu."
Terdengar suara tegas dari seberang sana.
"Baik." Hanya itu jawaban dari bibir Soo Hyuk.
Rahangnya mengeras. Dia memencet nomor lain untuk dihubungi.
"Kita harus melakukan plan B."
"Secepat itu?"
"Mereka mulai bertindak anarkis. Perdana menteri sudah memanggilku."
"Baiklah, beri aku waktu satu jam."
Soo Hyuk menurunkan ponselnya. Sambil menggosok-gosok sisi ponsel dengan ibu jari, dia menatapi berkas di hadapan. Sorot mata pria itu lurus dan tidak bisa ditebak. Sekali lagi menarik nafas, menunggu kabar yang akan diterima satu jam kemudian.
****
"Apa kita akan tetap berdiam di sini sampai malam? Seperti kemarin?"
Youngjo menoleh pada Renjun. Mata pemuda itu menyipit, menatapi pagar Blue House yang dijaga oleh ratusan aparat.
"Aku harus berorasi lagi, " keluh Youngjo. "Kau yang memerhatikan para pengunjuk rasa. Petugas medis masih berjaga, kan?"
"Begitulah. Kira-kira mereka akan datang dan memanggil kita?"
"Seharusnya ini jadi umpan yang lebih menarik. Apalagi setelah aku bicara dengan media. Publik adalah alat mediasi paling cepat."
Pemuda bertubuh mungil itu mendesah berat. "Aku tidak tahu kenapa kita harus berbuat sejauh ini, bukankah menteri perekonomian sudah mengatakan bahwa undang-undang kebijakan baru itu memang final?"
"Mereka tidak boleh memutuskan sesuatu tanpa mendengar pendapat para pengusaha, dan aku tidak tahu kenapa tidak ada satupun anggota parlemen yang menolak hal ini saat rapat majelis terakhir."
Youngjo menatap cemas pada sisa pengunjuk rasa yang masih bertahan setelah satu jam lalu mereka mengalami insiden kerusuhan karena segelintir orang merasa terprovokasi oleh para petugas yang berjaga. Tiga orang sampai mengalami cedera dan terpaksa dipindahkan ke mobil ambulan yang ikut mendampingi.
![](https://img.wattpad.com/cover/324974859-288-k499647.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
VERSELUFT || RAVN
FanfictionRavn berhak dicintai lebih luas dari Universe. Ravn berhak memiliki galaksinya sendiri untuk menjalani berbagai macam cerita yang lebih luas dari semesta.. Ravn dan Kim Youngjo adalah dua karakter berbeda. Semua bisa menyatu dalam setiap cerita. T...