9

1.3K 76 0
                                    

"Aku adalah aku, bukan dia atau pun mereka."




•••

Setelah Zea dan Devan berjalan sedikit jauh dari lapangan tiba-tiba Zea merasa kepalanya pusing dan tubuhnya hampir saja jatuh, untung saja Devan dengan sigap langsung menahannya.

"Pusing, hm?" tanya Devan lembut.

Merekapun berhenti berjalan.

"Gapapa" jawabnya dengan memegang kepalanya.

Tiba-tiba Devan berjongkok di depan Zea.

"Kenapa?" tanya Zea lemas.

"Naik" ucap Devan.

"Gue gak lumpuh"

"Siapa yang bilang lumpuh? gue suruh lo naik"

"Gue gapapa"

"Lo gak bisa bohong" ucap Devan menatap Zea dari bawah.

Zea hanya diam menatap punggung Devan.

"Cepet! mau gue gendong?"

Zea dengan cepat mendekat ke punggung Devan.

"Maaf ya" ucapnya setelah Devan sudah berdiri dan hendak berjalan kembali.

Devan tidak membalas ucapannya ia hanya fokus berjalan.

Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di UKS, dan Devan langsung mendudukkan Zea ke ranjang.

"Lo sakit?" tanya Devan berjongkok di samping ranjang Zea, sedikit terlihat di matanya ada rasa khawatir.

"Nggak" jawab Zea pelan menatap langit-langit UKS.

Devan berdiri dan langsung keluar sehingga menimbulkan bunyi menutup pintu.

"Devan..." gumam Zea.

Setelah beberapa menit, tiba-tiba terlihat dari arah pintu Devan membawa kresek berisi roti dan minum, Devan pun menghampiri Zea.

"Makan, lo pasti belum makan." ucap Devan lalu membantu Zea untuk duduk di ranjangnya.

"Tap-"

"Makan" potong Devan dengan dingin.

Zea pun memakan roti pemberian Devan.

"Apa sih lo liat-liat" ucap Zea dengan mulut penuh roti.

"Kenapa lo?" tanya Zea saat sudah menelan rotinya.

Devan hanya menggeleng dan memberikan minum dengan pil obat.

"Obat? buat apa? " tanyanya

"Buat cewek stres yang sekarang ada di hadapan gue".

Mata Zea melotot, ia langsung merampas minum dan obatnya dengan kasar serta muka cemberut.

"Doa-in" ucap Zea setelah berhasil membuka pembungkus obat.

Devan menaikan satu alisnya.

"Gue gak bisa nelen pil, Dev!!" rengek Zea.

"Hah?" Devan termangu.

"Bocil ingusan aja bisa, lo?" Devan menatap tidak percaya Zea.

"Bisa si bisa, tapi kadang suka keluar lagi"

"Coba dulu" ujar Devan

"Bismillah"

Zea dengan cepat meminum air tapi ia sepertinya akan mengeluarkan nya lagi.

Dengan cepat Devan membekap mulut Zea.

"Telen! jangan lo keluarin" suruh Devan.

Posisi Devan sedikit mencondongkan tubuhnya bahkan jarak wajah mereka hanya beberapa senti saja.

ZEVAN (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang