"Enak makanannya?" tanya Keira sambil bertopang dagu dengan siku bertumpu pada pahanya.
"Banget, kamu nggak pingin buka katering aja?"
"Belum diseriusin, butuh waktu ekstra dan konsep jelas. Lagian di sini udah ada katering harian juga, nggak enak sama tetangga RT lain."
"Namanya jualan atau bisnis pasti akan ada pesain dekat, yang penting punya cirikhas buat bedainnya." Renan meletakkan sendok dan garpu dengan posisi terbalik, tandanya ia sudah selesai makan. Teh hangat juga ia teguk hingga habis setengah gelas. "Terima kasih, boleh makan di sini," kata Renan yang betul-betul merasa puas menikmati makan malamnya.
"Sama-sama, saya juga makasih banget tadi Bapak udah ditolongin."
"Keira, Kei!" Suara seseorang di depan pagar membuat Keira menoleh. Jam dinding sudah menunjukkan angka sepuluh malam, bahkan lebih. Keira beranjak, berjalan ke arah pagar disusul Renan.
"Lagi ngap-- o ... ow ... lagi diapelin, toh ...," goda Rima yang menggoda Keira dengan menaik turunkan alis matanya.
"Siapa yang diapelin. Ngapain lo ke sini?!" kesal Keira seraya membuka pagar.
"Gue inget lo doyan martabak keju ini, gue mampir bawain buat lo. Malam ini gue nginep di rumah Tante gue, suruh temenin anak-anaknya. Tante gue lagi pergi ke rumah Nenek di Bogor. Hai! Ngapelin Keira, ya?!" teriak Rima seraya melambaikan tangna ke Renan yang menahan senyuman. "Kei, ganteng ... lo sabet aja, Kei," cicit Rima.
"Ngaco, lo! Udah sana pergi, makasi martabaknya!" usir Keira lalu Rima menghidupkan mesin motornya, tak lama motor matic itu berlalu meninggalkan rumah Keira. Wanita itu berjalan kembali ke arah teras, Renan masih berdiri di sana. "Udah malam. Pulang sana!" usir Keira tanpa sengaja. "Mm ... maksudnya, udah cukup malam, baiknya kamu pulang, Nan."
Renan terlihat salang tingkah, melihat Keira yang sempat jutek lalu berubah kalem lagi, seperti melihat dua sisi mata uang yang bikin penasaran.
"Kei, kapan-kapan boleh main ke sini lagi?" izin Renan.
"Mau apa?" Keira masih memegang bungkusan martabak.
Renan bingung mau jawab apa karena rasanya susah sekali mendekati Keira, apa karena dia janda? Tetapi seharusnya tak begitu, nyatanya Renan sendiri tidak mempermasalahkan.
"Aku ... pulang kalau gitu, terima kasih makan malamnya," pamit Renan. Ia memakai sepatunya lalu berjalan keluar pagar. Keira mengantar, belum sempat mobil pergi berlalu, Keira sudah berjalan kembali ke dalam rumah. Di dalam mobil, Renan mencari ide lain supaya Keira mau melihat ke arahnya. Jika sekarang ia terlihat kalem, maka untuk selanjutnya ia akan menunjukkan sisi aslinya.
***
Hari minggu, Keira dan Kemal tetap berjualan. Pesanan Renan untuk senin esok sudah dibelanjakan juga. Keira dan Kemal mengatur waktu kapan ia masak karena pagi-pagi harus bekerja. Tak mungkin juga ia mengabaikan tanggung jawab di kantor.
"Chicken steak pakai nasinya empat, ya," suara Renan terdengar dari arah belakang Keira yang sedang membuka wadah marinasi ayam.
"Oh, iya, sebentar. Dipanasin dulu pemanggangnya," balas Keira lalu memakai sarung tangan.
"Kei," panggil Renan.
"Hm?"
"Selesai jualan jam berapa?" Renan berdiri di samping meja. Di bagian depan sudah ada lima antrian orang-orang, Kemal bahkan sampai memberikan nomor urut supaya adil. Baru dua hari jualan, produk yang diusung mereka berdua sudah punya pelanggan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sukses setelah di talak 3 (✔)
RomanceKeira tak tau salahnya apa, hingga ia mendadak di talak suaminya begitu saja. Kei, hanya bisa menerima tapi rasa kesal mulai menumpuk di dalam hati. Dengan tekad bulat, ia akan bangkit tanpa seseorang spesial disisinya. Kata siapa perempuan lemah...