Part 5

773 152 12
                                    

"Cit, lo tahu nomor telepon Bang Iwas nggak?" Gayatri menelepon Citra di taman rumah sakit. Setelah berdebat seru dengan Pak Azwar dan Bu Nuraini, akhirnya suami istri itu setuju juga memanggil Iwas. Keadaan Zana melemah. Zana membutuhkan transfusi darah secepatnya.

"Tunggu... tunggu... tunggu... Setelah sepuluh tahun berlalu kenapa lo menyinggung nama Bang Iwas lagi? Lo jangan macem-macem ya, Tri? Gue udah kapok meminta Bang Iwas datang ke ulang tahun gue dulu."

Dugaan Gayatri tepat. Citra langsung mengambil ancang-ancang menentang setelah ia menyebut nama Iwas.

"Gue sebenernya nggak mau ngomong. Tapi kayaknya lo harus tahu satu hal sebelum lo nyari masalah sama Iwas lagi.

"Apa satu hal itu, Cit?"

"Setelah Bang Iwas dikeluarkan dari kampus dan Pak Ilham dipecat, Bang Iwas nemuin gue di kantin. Katanya ayah lo udah menghancurkan keluarganya. Ayahnya tidak punya muka lagi menghadapi dunia. Makanya mereka sekeluarga pindah dari Jakarta. Ingin menata hidup baru katanya. Dia juga bilang kalau ia dendam sekali pada kalian sekeluarga. Makanya gue mohon, jangan mengusiknya lagi, Tri. Jangan membangunkan macan tidur."

"Gue sama sekali nggak punya maksud jahat pada Bang Iwas, Cit. Gue mencarinya karena ada hal yang benar-benar penting. Singkatnya masalah hidup dan mati."

"Kayaknya masalah ini serius. Ada apa sebenarnya, Tri?"

"Nanti. Setelah semua musibah ini berhasil kami lalui, gue akan menceritakan semuanya pada lo. Sekarang lo bantu gue dulu mencari nomor telepon Bang Iwas."

"Oke. Lo tunggu bentar. Gue akan menghubungi si Ussy dulu. Minggu lalu katanya dia ketemu dengan Bang Iwas. Gue akan mengorek keterangan dari dia dulu."

"Oke. Gue tunggu kabar baiknya dari lo secepatnya ya, Cit?"

Gayatri menutup ponselnya. Harap-harap cemas ia menunggu berita dari Citra. Semoga saja Citra bisa membantunya. Beberapa menit kemudian ponsel Gayatri bergetar. Gayatri pun langsung mengangkatnya.

Semoga dapat... semoga dapat...

"Bagaimana, Cit?"

"Gue udah dapet nomor teleponnya, Tri. Just for your information, doi sekarang adalah notaris beken dan juga dosen part time di Surabaya sana. Gue harap informasi sepotong dari gue ini bisa membuat lo berpikir bijak. Gue WA sekarang nomor ponselnya ya, Tri?"

"Oke. Terima kasih banget atas infonya ya, Cit? Gue janji, setelah semuanya selesai, gue akan cerita sama lo." Gayatri mematikan ponsel. Ia kemudian membuka WA dari Citra dan  menyalin nomor ponsel Iwas ke kontak. Gayatri menarik napas panjang dua kali sebelum menelepon Iwas. Seiring nada pemanggil ponsel, seperti itu jualah debaran jantung Gayatri. Bukan hal mudah baginya kembali bersinggungan dengan Iwas.

"Hallo,"

"Ha--hallo, Bang Iwas." Gayatri terbata. Lihatlah hanya mendengar sepotong kata hallo saja, benaknya langsung terlempar ke masa lalu.

"Mau apa lagi kamu mencari saya?"

Gayatri terhenyak. Ia tidak menyangka Iwas langsung mengenalinya hanya dengan mendengar satu kalimat saja.

"Abang mengenali suara saya ya?"

"Jangan ge-er kamu. Saya mengenalimu, karena tidak ada orang yang memanggil saya Iwas di sini. Orang-orang sekarang memanggil saya Nara. Nama panggilan Iwas sudah saya kubur dalam-dalam."

"Saya minta maaf, Bang. Saya--"

Tut... tut... tut...

Gayatri berdecak. Iwas menutup teleponnya. Tidak bisa, ia harus mencari cara agar Iwas bersedia datang ke Medan. Gayatri kembali menelepon Iwas. Gayatri bertekad akan menebalkan telinga mendengar apapun sindiran Iwas. Yang penting putrinya selamat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tunggu Aku Sampai Badai Usai (Sudah Terbit Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang