prolog

168 4 1
                                    

-Welcome -

Happy reading
.

.

.

Bocah berusia 5 tahun itu berdiri menatap kaca yang berada di hadapannya.

Terdapat sosok dirinya yang saat ini tengah berderaian air mata. Rasa takut juga trauma. ia bingung apa yang harus ia lakukan saat ini.

Suara pecahan juga pertengkaran yang terjadi di luar sana berhasil membuat bocah itu menutup telinga nya dengan rapat. Ditambah dengan hujan lebat juga suara gemuruh petir yang berhasil menunjukkan kilatnya.

Ia terduduk diranjangnya juga sesekali menatap pintu. Ingin rasanya ia keluar dari kamar itu namun sepertinya kondisi di luar sana lebih mencekam. Ia dapat mendengar sesekali ibunya berteriak, di saat itu pula ia malah mengencangkan tangisannya.

Sebenarnya hal ini sudah sering terjadi, Bagaimana perlakuan sang ayah terhadap ibunya juga terhadap dirinya. Padahal ia tidak mengerti apa kesalahannya sehingga membuat sang ayah marah besar seperti saat ini.

"Apa kamu bilang?!, Lihat, laki laki macam apa kamu!, Sukanya cuman mabuk mabukan gak jelas!. Dimana tanggung jawab kamu sebagai kepala keluarga!!. Inget mas, kamu itu punya anak juga istri!!" Kurang lebih seperti itulah yang di dengar oleh anak itu.

Sebenarnya ia juga lelah, ia lelah jika harus di perlakukan dengan cara seperti ini. Setiap hari ia harus menerima kenyataan pahit juga luka.

Ia juga ingin seperti lainnya. bagaimana seorang anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang, namun semuanya sangat berbeda dengan kenyataan.
Bahkan jika boleh jujur, ia juga iri dengan teman teman nya yang selalu dibelikan mainan oleh ayah mereka.

Anak itu terdiam disaat tiba tiba suara bising itu mulai mereda. Ia kembali menatap pintu, takut jika sang ayah malah mencarinya dan akhirnya ia juga yang akan menjadi korban. Ia trauma dengan pukulan laki laki  itu. Dan benar saja tiba-tiba....

Brakkk!!
Pintu terbuka lebar, spontan anak itu memejamkan matanya. Dapat terdengar pintu itu kembali tertutup rapat juga suara langkah yang semakin mendekati nya. Badannya bergetar hebat karena rasa takut, ia hanya bisa pasrah dengan takdir yang akan terjadi padanya setelah ini.

Namun, tidak terjadi apapun pada dirinya. Hanya saja ia mendengar deruan nafas yang memburu. Perlahan lahan ia membuka matanya. dan benar saja, seseorang yang berada di hadapannya saat ini bukanlah pria jahat itu, melainkan adalah ibunya.

"Lino... Lino gakpapa kan sayang?" tanya wanita itu kepada Lino, nama dari anak itu.

Lino hanya menggeleng perlahan dengan matannya yang sembab. Anak polos itu dapat melihat raut wajah ibunya yang tak jauh berbeda dengan dirinya. Mata wanita itu juga terlihat sembab. Lino tau jika sang ibu saat ini juga sama takut nya seperti dirinya.

Dengan bersusah payah wanita itu menampakkan senyumannya di saat Lino bertanya "bunda...in-ino takut, kenapa ayah jahat bunda ?,... Ayah marah gara gara ino nakal lagi ya?" Mendengar itu, spontan wanita itu memeluk erat tubuh mungil Lino.

"Enggak sayang, siapa yang bilang anak bunda nakal, Hem? Lino anak baik, Lino nggak salah" ucap wanita itu berusaha menenangkan Lino.

"Bunda......Ino....." ucap Lino yang terpotong karena tiba tiba saja terdengar suara langkah kaki .

Spontan keduannya menoleh ke arah pintu yang saat ini tertutup rapat, takut jika tiba tiba saja pintu itu terdobrak oleh pria itu.

Lino menatap ibunya, begitupun sebaliknya. Wanita itu mengecup kening sang buah hati.

"Erlina!" Suara berat khas pria itu terdengar begitu menakutkan.
"Bunda, Ino takut sama ayah" ucap Lino lirih. Tak tau apa yang harus Erlina lakukan saat ini karena langkah pria itu semakin lama semakin mendekati mereka.

"Lino, pergi !" Perintah Erlina. Lino mengangguk polos. Hingga pria itu benar benar mendobrak pintu kamar Lino. Karena tak ada pilihan lagi Lino akhirnya segera bersembunyi di bawah ranjang.

Lino memejamkan matanya. bahasa orang dewasa yang sulit untuk di pahami membuat ia tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Bagi Lino, orang dewasa terlalu rumit dalam menyelesaikan masalahnya.

"ERLINA!!, KURANG AJAR KAMU!!"

Pertengkaran itu kembali terjadi, hingga suara pecahan barang itu terdengar begitu nyaring di telinga.
Namun, setelahnya Lino tidak mendengar apapun, sunyi, seperti tidak terjadi apa-apa.

Perlahan lahan Lino membuka kedua matanya dan mendapati sang ibu yang terbaring tak berdaya juga darah yang mengucur hebat dari kepalanya.

Air mata Lino kembali menetes, ia kembali memejamkan matanya dan berusaha menahan isakannya. Dapat ia rasa, cairan hangat berbau anyir itu menggenang hingga mengenai tangannya.


***
TBC

genartha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang