Tandai typo reades
Happy Reading
***Kesalahpahaman terkait fotoku dan mantan sudah terselesaikan dengan baik. Mas Gian udah nggak ngambek lagi.
"Mas, nanti malam lembur nggak?"
Mas Gian yang sedang menyeruput kopi setelah menghabiskan sarapannya mendongak menatapku. Ia meletakkan gelasnya kembali ke atas meja.
"Nggak. Kenapa nanya-nanya?"
Aku mencebik kesal. "Ya nanya aja mas, emang nggak boleh?"
Mas Gian mengabaikanku. Ia lanjut menyeruput kopinya. Semoga keselek deh. Dosa banget aku ini, doain suami yang nggak-nggak tapi kesel sama dia.
Mas Gian tipe orang yang kalau kita buat kesalahan sama dia pasti di inget terus. Jadinya suka sensian deh. Di maafin sih udah tapi susah lupa katanya. Palingan nanti kalau salah lagi, bakalan di ungkit.
Serba salah aku, mana lupanya mas Gian itu lama. Udah lah pasrah aja kalau di bikin kesel sama dia.
"Temenin aku belanja bulanan nanti sore. Stok di kulkas udah menipis, daging kesukaan mas juga udah habis. Kalau nggak masak daging, nanti ngomel lagi," ucapku menggebu-gebu. Biar dia tau kalau, sifatnya itu kadang kekanak-kanakan.
"Nggak ikhlas kamu masakin aku daging?"
Nah kan. Mulai lagi, pusing kepalaku menghadapi sikap mas Gian ini.
Aku menghampiri mas Gian. Mengusap lengannya lembut, semoga ampuh lah buat dia jinak sementara.
"Bukan begitu mas. Justru karena aku ikhlas lahir dan batin, makanya mau beliin kamu daging. Supaya bisa nyenengin kamu tiap hari, kan aku ikut bahagia lihat suamiku makan lahap."
Aku melihat raut wajah mas Gian yang mulai melunak. Ia menganggukkan kepalanya paham. Bersyukur banget cara ini ampuh.
"Ya udah nanti aku usahain pulang cepat dari kantor. Kamu jangan kecapean juga di rumah. Kalau bersih-bersih yang sewajarnya aja," katanya.
Aku mengiyakan saja nasihatnya. Kemudian mengambilkan tas kantornya, ikut mengantarkan keberangkatan mas Gian pagi ini. Begitu sampai di teras rumah, aku meraih tangannya untuk salim. Udah jadi istri idaman belum? Udah lah ya, apalagi melihat senyum manis yang terbilang langka terbit di bibir mas Gian.
Masih diam di teras rumah. Aku melambaikan tangan ke arah mobil mas Gian yang melaju keluar dari pekarangan rumah. Hingga mobil mas Gian sudah tak terlihat oleh pandanganku lagi.
Aku berteriak gembira. Sukses misi pagi ini untuk menjadi istri idamannya mas Gian. Sebisa mungkin aku mengurangi kebiasaan mengomelku beberapa minggu ke depan sampi mas Gian melupakan kejadian postingan foto itu.
Padahal mulut ini gatal ingin mengomel seperti biasa pada suami tercinta. Aku merapikan kembali meja makan, mencuci piring dan gelas bekas sarapan pagi ini.
Bersenandung riang aku melakukan segala aktivitas hari ini dengan langkah terasa ringan. Ternyata sebegitu berpengaruhnya mood suamiku dalam hidupku. Bawaannya nggak tenang selama seminggu ini dia ngambek.
***
Sesuai janji tadi pagi. Aku dan suamiku ini akan belanja bulanan. Kami memasuki supermarket yang tidak begitu jauh dari daerah kompleks kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look Like A Normal Husband
General FictionSuami normal menurut kalian tuh gimana sih? Apa kayak suamiku yang tingkah lakunya sama sekali nggak bisa di prediksi? Kadang baiknya minta ampun tapi di lain sisi pelitnya juga minta ampun. Kadang cerewet dan bisa juga seharian nggak ngomong apapun...