BAB 8

415 36 6
                                    

"Brengsek banget ketahuan selingkuhnya sekarang. Udah cinta nih hati gue."

Aku meringis mendengar kalimat Nadia. "Mending ketahuan sekarang daripada makin dalem hubungannya Nad," kataku memberi penghiburan.

Saat ini aku dan Nadia berada di pinggir pantai, duduk beralaskan tikar. Tentu saja diriku yang menyetir kemari, karena keadaan Nadia cukup kacau tidak memungkinkan dirinya menyetir.

"Udah yuk nangisnya, jangan di buang-buang terus air matanya buat cowok jelek begitu," ujarku seraya mengusap lembut bahu Nadia.

Nadia menatapku dengan raut sedih, lalu menyeka hidungnya dengan tisu. Ia masih sedikit sesenggukan tapi sudah tak menangis lagi. "Sayang banget sama Mia, kenapa nggak ketemu Lo versi cowoknya sih."

Aku terkekeh geli, "kalau ada, mungkin aku duluan yang ngejar dia Nad."

"Terus Gian mau Lo kemanain?" tanya Nadia.

Aku hanya cengengesan tidak jelas. Ya itu kan lain ceritanya. Mas Gian tetap number one di hati dan jantung ini.

"Udah yuk balik, sunsetnya dah hilang juga buat galau-galau," ajakku seraya berdiri terlebih dahulu. Melirik jam di pergelangan tanganku, ternyata sudah Maghrib.

"Lo yang nyetir lagi ya," pinta Nadia.

Aku mengangguk, "mampir di toko kue langgananku ya, mau beliin kue kesukaan suami nih."

Nadia pun menganggukkan kepala setuju. Segera aku masuk ke mobil, mengambil alih kemudi dan melajukan mobil pulang kerumah.

Perjalanan pulang kali ini cukup hening. Aku tak mau membuka percakapan setelah melihat Nadia yang termenung menatap keluar jendela.

Aku menghela napas pelan. Nadia itu memang usil dan ceria, tapi sekali terluka perasaannya maka akan berubah murung begini. Dan untuk melihatnya kembali seperti semula ya menunggu sampai dia selesaikan semua kerumitan isi kepalanya. Walau di hibur bagaimana pun, Nadia tidak akan bisa kembali ceria jika tidak dia sendiri yang menguraikan benang kusut di kepala dan perasaannya. Cukup temani dia sampai saat itu.

"Nanti jangan langsung balik Nad, mampir dulu di rumah. Aku ada bahan masakan buat masak-masak di rumah."

Nadia menatapku sejenak, lalu mengangguk setuju. Syukurlah dia mau, kalau tidak? Ya aku yang ikut kerumahnya.

Aku memberhentikan mobil di toko kue langgananku, pokoknya jangan sampe lupa bawa kue kesukaan mas Gian. Soalnya suamiku itu akan menagih janji yang ku ucapkan saat izin tadi.

"Tunggu di mobil aja Nad, cepet kok ini beli kue-nya," pamitku pada Nadia.

Aku mengamati beberapa kue kesukaan mas Gian yang terpajang di etalase toko ini. Begitu mataku mendapati satu kue yang di atasnya terhias kukis warna ungu, senyumku terbit. Mas Gian paling suka kue yang ada kue rasa Taro begitu.

"Mbak, ini di bungkus rapi dan cantik ya. Hadiah spesial buat suami nih," ucapku begitu bersemangat pada pegawai yang bertugas di balik etalase.

Begitu mendapat anggukan, aku segera melipir ke arah kasir. Menunggu kueku dan membayarnya.

Sesekali aku melihat keluar jendela toko. Mengawasi sahabatku yang masih berada di dalam mobil.

"Ini ya kak, masih ada tambahan lagi?"

Aku menggeleng sebagai jawaban dari tawaran si kasir. Setelah membayar, aku segera kembali ke mobil.

"Udah ah, jangan bete mulu itu muka. Nggak kasian sama kulit Lo?  jadi muncul keriputan gitu cuma gara-gara cowok tukang selingkuh. Kalau gue sih ogah ya," ujarku bercanda saat masuk ke dalam mobil. Semoga bisa menghibur Nadia.

Look Like A Normal HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang