O1. Segara Januari

446 25 0
                                    

Happy reading ...
Tandai jika menemukan typo 🙌



Segara Januari tidak pernah tahu maksud pasti apa yang melatarbelakangi sang ibu memberinya nama demikian. Entah karena ia terlahir ketika tahun baru saja berganti, entah alasan lain yang tidak pernah Segara Januari pahami.

Padahal, menurutnya bulan Januari tidak ada yang spesial. Bulan pertama dalam tahun itu selalu menyebalkan. Hujan yang turun begitu deras seringkali membuatnya kesusahan. Belum lagi jika hujan itu seperti tidak tahu malunya turun tanpa henti, membuat genteng rumah yang bolong-bolong jadi terus menetes air dan ia tidak akan bisa tidur setelahnya. Apalagi, pada awal tahun, semua bahan pangan kebanyakan melonjak naik, persis seperti emosinya. Jika sudah begitu, tidak banyak yang bisa Segara lakukan dengan sang ibu. Mereka hanya bisa menghemat apapun yang ada di rumah.

Nah, mungkin kalau disandingkan dengan nama awalnya, semua jadi ada sangkut-pautnya. Karena Segara dalam bahasa jawa memiliki arti sebagai perairan yang luas. Persis seperti Surabaya pada bulan Januari, dimana hujan tengah turun dalam intensitas besar, daratan terkadang menjelma laut hanya dalam waktu sehari semalam.

Namun, terkadang dalam beberapa kesempatan ketika Segara sedang dilanda keingintahuan yang misterius, ia berani menggemakan tanya pada Shinta, sang ibu yang dalam waktu seminggu, hanya punya satu hari dimana ia tidak punya banyak waktu bekerja, alias, ibunya itu hanya punya sedikit waktu lebih senggang dari biasanya yaitu ketika hari Minggu tiba, dan mereka selalu menggunakan waktu itu untuk bercengkrama. Alasan Shinta hanya punya sedikit waktu mungkin persis seperti yang orang-orang kira, wanita matang itu harus menghidupi hidupnya dan hidup Segara.

Segara ingat betul waktu itu, ketika ia duduk berdua dengan Shinta di depan televisi butut mereka ditemani sepiring singkong yang baru diangkat dari panci. Segara menatap lama sekali wajah teduh Shinta sebelum akhirnya ia membuka kata.

"Ibu, kenapa namaku Segara Januari? Kenapa waktu itu Ibu nggak kepikiran nama yang lebih keren?"

Saat itu, Shinta terkekeh kecil akan pertanyaan sang anak. Namun, alih-alih menyingkirkan rasa penasaran itu dan langsung memberikan jawaban, sang ibu malah membalasnya dengan mengajukan pertanyaan. "Kenapa? Kamu nggak suka nama kamu?"

Tak mau membuat sang ibu sedih, Segara langsung menggeleng kecil disela gigitan pada singkong rebusnya yang masih hangat. "Enggak."

"Enggak? Enggak dalam artian kamu beneran enggak suka nama yang Ibu kasih, atau enggak dalam artian kamu enggak merasa begitu atas pertanyaan Ibu?"

"Yang kedua lah, Bu. Aku suka kok nama yang Ibu kasih. Cuma kadang-kadang kepikiran aja, kenapa namaku gitu?"

"Kadang-kadang ya? Seperti sekarang ini?"

"Iya!"

Setelahnya, keduanya sama-sama terdiam. Suara televisi yang menayangkan kartun kala itu seolah tak membiarkan keheningan terjadi diantara ibu dan anak, berbunyi nyaring dengan tawa anak-anak kecil polos botak yang hanya mengerti bermain.

Uap dari singkong yang menemani mereka sebagai sarapan sedikit demi sedikit hilang, dan ketika Shinta memanjangkan tangannya untuk mengambil singkong kedua untuk masuk dalam mulutnya, ia menoleh pada Segara. "Kamu mau tahu kenapa?"

Dengan semangat '45, Segara mengangguk, bahkan sangking antusiasnya ia semakin merapatkan duduknya dengan sang ibu lengkap dengan binar mata yang jelas kentara.

"Itu karena kamu lahir bulan Januari!"

Sayangnya jawaban sang ibu yang diucapkan dengan nada kelewat serius itu langsung membuat bahu Segara turun, pun senyumnya yang sempat mengembang. Dan semua hal yang tak luput dari pandangan Shinta, malah membuat wanita yang telah melahirkan Segara ke dunia itu terbahak-bahak.

The Tale of Segara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang