O9. Gini Amat Jadi Manusia

108 17 0
                                    

Happy reading ...
Bantu tandai jika menemukan typo yaa



"Yakin nggak apa-apa kaki lo? Ke UKS aja deh Gar, biar diobatin sama dokter UKS."

"Lo jangan bilang-bilang sama Aksa ya Ge, awas aja lo!"

Geo menghela napas lelah. Capek sendiri membujuk agar Segara mau ke UKS agar kakinya diperiksa. Karena bahkan, orang bodoh pun akan tahu bahwa kaki Segara cukup sakit hanya dengan melihat bagaimana cowok manis itu meringis setiap kali menggerakkan tungkainya yang tak jenjang itu. Namun, alih-alih setuju saja akan bujukan Geo, Segara malah lagi-lagi mengancam agar tak mengatakan apapun yang menimpa Segara hari ini pada Aksa nanti.

"Ge, jangan diem aja. Lo janji dong!" Segara mengacungkan jari kelingkingnya di depan wajah Geo dengan raut merengut.

"Bener kata Aksa, Segara emang sebelas dua belas sama bocil," Geo membatin sembari mengulum bibir. Gemas sekali sebenarnya melihat cowok kecil di depannya ini, gemas pengen nyentil.

"Oke, oke. Tapi lo ke UKS, gue papah." Geo menjawab sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan milik Segara, lalu berganti mengulurkan tangannya yang sebelah lagi.

Segara semakin melipat bibir, ia biarkan saja tangan Geo yang terulur itu mengambang di udara. Kesal karena Geo tetap pada pendiriannya. Dia pikir Segara juga tidak bisa melakukan hal serupa? Ia juga bisa keras kepala. Enak aja!!

"Nggak ada janji yang gratis di dunia ini, Gar. Sebagai balasan tutup mulut, lo harus mau turutin apa yang gue bilang!"

Sial! Sekarang, mau tak mau ia menerima uluran tangan ketua kelasnya itu untuk dibantu menuju UKS. Ia lemah kalau nanti Geo mengadu pada Aksa. Karena Aksa itu salah satu manusia paling berharga di hidupnya selain sang ibu dan Diko. Biarlah ia terluka, tapi ia tidak mau membuat Aksa khawatir akan keadaannya, ia tidak suka. Meskipun kalau boleh bilang, rasanya Segara sudah berulangkali bikin Aksa hampir stress karena sakit yang ia derita.

Jadi, kendati dengan wajah yang tertekuk itu, Segara manut dipapah menuju ruang kesehatan yang ada di lantai satu, tak terlalu jauh dari kelasnya berada. Tapi nyatanya ia tidak terlalu pandai menyembunyikan ringisan. Kakinya beneran sakit, padahal sebelumnya tidak sesakit ini. Ia bahkan masih bisa ikut jam olahraga tadi, turut berlari meski hanya dua putaran—yang menyebabkan ia seringkali diejek banci, lemah, dan lain-lain sama anak kelasnya yang tak tahu apa-apa soal kondisinya.

"Nah 'kan bengkak!"

Tanpa sadar, Geo memekik begitu dokter UKS membuka sepatu serta kaus kaki yang Segara kenakan. Pergelangan salah satu kaki Segara memerah, yang Geo yakin sebentar lagi akan berubah jadi lebam, tampak bengkak juga. Tapi, ketika dokter UKS hendak menggulung celana Segara, Segara menggeleng sambil menggenggam lengan perawat muda itu.

"Kenapa, Gar? Malu? Biar Kak Milo liat apa ada luka lain di kaki lo."

Segara menggeleng. "Nggak, nggak usah, nggak ada luka lain kok. Ini nggak keselo 'kan, Dokter?" tanya Segara gugup.

"Emang kamu ngerasanya gimana? Sakit 'kan? Susah digerakkan juga?"

"Eum ... iya sih."

"Kamu istirahat dulu di sini. Karena saya sebenernya nggak terlalu jago buat urut kaki. Kaki kamu ini terkilir tahu. Dan oh iya, panggil Kak Milo aja ya? Saya ini sebenernya cuma perawat." Lelaki yang ingin dipanggil dengan embel-embel 'Kak' itu menarik kursi lipat untuk kemudian duduk di depan Segara, kembali melihat pergelangan kaki kiri Segara yang bengkak.

"Kalo nggak diurut gimana, Dok? Apa bahaya?"

"Sssstt! Panggil Kak Milo, Gar," bisik Geo.

"Nanti nggak sembuh-sembuh dong. Mau kamu? Nanti diamputasi loh!"

The Tale of Segara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang