•DEVASTA ADRIAN

10 4 0
                                    

Hari ini, untuk pertama kalinya, Devasta berani membohongi Keira. Ini adalah rencana pertamanya, untuk membuat gadis itu menjauh.

Pandangan Devasta jatuh menatap hamparan jalan yang sudah mulai sepi. Saat melihat jam ditangannya, sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Itu artinya, dia sudah menunggu di tempat ini, kurang lebih sejaman lebih semenjak kepulangan Keira tadi.

Keira, nama gadis itu akhir-akhir ini memaksa menyita perhatiannya.

Devasta ingat. Saat itu, hari sudah menjelang malam. Langit juga sudah mulai menggelap.

Suara decitan kursih rodanya menggema dilantai koridor yang sudah sepi. Pakaian cowok itu basah kuyup, bercampur dengan baluran telur berbau orok yang membuat siapapun yang menciumnya ingin muntah.

Tak terlebih dengan Devasta, dengan satu tangannya menjepit hidungnya, sementara tangan yang satunya bertugas memacu kursih rodanya disepanjang koridor Sekolah.

"Sialan," itu kata yang Devasta ucapkan ketika kondisinya pernah dititik serendah itu.

Sebenarnya, dia bisa saja melawan. Namun mau bagaimana, kondisinya untuk berdiri saja tidak memungkinkan.

Disaat-saat itu, Devasta bahkan sempat berharap untuk tidak hidup sampai besok.
Sepanjang koridor, Devasta hanya melamun.

BRAK!

"E-eh, maaf," ucap Devasta kaget. Dia menyesal telah melamun sepanjang koridor, dan berakhir menabrak seseorang.

Saat Devasta mendongak, jantungya bergugup kencang ketika menyadari sosok yang berdiri didepannya.

Keira Davinci. Gadis yang terkenal anti sosial dikelasnya. Mereka sudah bersama hampir 6 bulan terakhir ini, tepatnya Keira pindahan semester awal lalu.

"Ma-maaf," cicit Devasta kembali meminta maaf. Takut jika Keira tidak mendengar ucapannya tadi.

Rasanya hanya untuk mengambil nafas saja, itu hal yang mustahil Devasta lakukan. Tenggorakannya tiba-tiba tercekat, ketika pandangannya beradu dengan wajah dingin gadis dihadapannya.

Bahkan, ini lebih menyeramkan dari sosok hantu yang biasa diceritakan dari mulut ke mulut.

Keira itu dingin. Irit bicara. Bahkan, Devasta sendiri tidak pernah melihat gadis itu bergaul dengan anak lain. Namun, tetap saja Keira ditakuti, karena prestasinya dibidang karate.

Awal 3 bulan disini saja, Keira sudah pernah di ikutkan di Kompetisi Karate Indonesia, dan mendapati posisi pertama. Jadi, wajar saja jika Devasta takut pada sosok gadis perkasa itu.

"Hey," sapa Devasta kikuk. Dia melambaikan tangannya kedepan Keira, namun, tetap saja Keira tak merespon, dan terus-terusan menatap dalam Devasta.

Bibir tebal Devasta melirih, mengucapkan kata 'oh' tanpa suara. Seakan tersadar, Devasta langsung tersenyum malu. "Basah, tadi habis siram-siraman sama teman_"

"Lucu."

"_teman." Devasta melanjutkan ucapannya yang dipotong Kiara. "E-eh?"

"Lo Devasta kan? Devasta Adrian?" Tanya Keira. Devasta spontan mengangguk.

"Lo kenal gue?" Tanyanya lagi.

Devasta kembali mengangguk. Saat ini, Devasta terlihat seperti anak anjing yang mengangguk patuh dengan perintah tuannya.

"Lo, Keira?" Devasta memastikan. Sedetik kemudian, Devasta mengerjap. Dia tidak salah liat kalau Keira sempat tersenyum padanya.

Sebuah fun fact, bahkan setelah 6 bulan sejak Keira pindah kesini, banyak sekali murid laki-laki yang mendamba Keira. Namun, Keira terlampau dingin dan sangar untuk didekati.

LOCKED: THE OBSESSIVE GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang