Hampir dua minggu setelah insiden kelas, aku tidak berbicara sama sekali dengan Tiffany. Setiap kelasnya pun, aku hanya diam dan mendengarkan dengan khusyuk. Dia juga terlihat tidak tertarik untuk mengobrol denganku.
Tapi hari ini, sepertinya aku harus memecah keheningan antara kami berdua. Kalau bukan karena hutang dan kacamata yang belum kukembalikan, sudah pasti aku memilih tidak mengusik Tiffany.
Belakangan dia sulit ditemui, jadi aku terus menunda mengembalikannya. Aku sengaja mengembalikannya bersamaan dengan pembayaran hutang. Setelah melakukan banyak freelance sampai kurang tidur, akhirnya uangku cukup untuk membayar balik uang Tiffany.
Aku menunggunya sampai pulang. Aku takut dibicarakan kalau terang-terangan memberikan uang di hadapan umum. Hampir dua jam aku menunggu sampai kulihat Tiffany keluar dari gedung. Sudah hampir pukul tujuh malam, wajahnya pun kelihatan letih sekali.
Dengan keraguan aku menghampiri Tiffany yang sudah hendak menaiki mobilnya. Di kepalaku sudah terlintas ekspresi dinginnya saat melihatku.
Namun, ternyata tidak seperti itu. Sangat jauh dari bayanganku.
"Kenapa belum pulang? Sudah larut."
Nada bicaranya benar-benar lembut dan hangat, sama seperti sebelum dia menegurku di kelas.
"Aku mau mengembalikan ini," kataku sambil menyodorkan kotak kacamata, lalu kukeluarkan sejumlah uang. "Dan membayar hutang."
Tiffany tidak bereaksi apapun selama beberapa saat. Malah digenggamnya pergelangan tanganku. "Kamu bawa motor hari ini?"
"Hah?"
Aku kebingungan. Kenapa dia malah menanyakan hal lain dan tidak mempedulikan apa yang kusodorkan. Tetapi Tiffany tidak menjelaskan apapun dan masih menungguku menjawab.
"Tidak. Hari ini aku ikut mobil Rose, tapi dia sudah pulang duluan."
"Kalau begitu, masuklah."
"Hah?!"
"Jangan 'hah' terus."
Lagi-lagi aku dibuat kebingungan. Tiffany sudah masuk ke mobilnya, jadi terpaksa tanpa tahu apa-apa aku mengikutinya. Dia melajukan mobil keluar dari kampus dan mengambil arah berlawanan dengan apartemenku.
"M-mau kemana?" tanyaku sambil celingukan, menebak kemana Tiffany mau membawaku.
"Menculikmu." Kemudian Tiffany tertawa karena melihat ekspresiku yang tegang. "Tentu saja tidak, apa kamu tidak lapar?"
Baru saja hendak menjawab, perutku sudah berseru duluan.
"Wah, perutmu gesit menjawab."
Merasa malu, sepanjang perjalanan aku hanya diam dan melihat jalanan. Kotak kacamata dan uang masih di tanganku. Sekali lagi, aku meminta kepastian kepada Tiffany dengan mengangkat dua benda itu.
"Yang ini bagaimana?"
Tiffany hanya melirik sekilas dan kembali memperhatikan jalan. "Bahas nanti saja setelah kita makan."
Aku menurut dan tidak bertanya apa-apa lagi. Tiffany membawaku ke tempat yang jauh sekali dari kampus.
Saat itu, aku sama sekali belum menyangka akan apa yang terjadi setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
breathtaking
FanficJoy, mahasiswi yang cerita asmaranya begitu datar, tiba-tiba dibuat kacau oleh kedatangan dosen barunya.