Suara cuitan burung menyapa tatkala kedua netraku terbuka. Terbangun dari tidur ntah pingsan semalam.
Lantas mengerjap membiasakan netraku dengan silau lampu kristal yang menggantung di plafon kamar ini.
Kilat bayang kejadian semalam membuatku merengkuh nyeri pada hati dan tubuhku sekaligus.
"Kau sudah bangun." Pintu tetiba saja terbuka menampilkan si pelaku yang membuatku ingin sekali menerjangnya dengan satu pakuan pisau tepat pada jantungnya.
Tapi tidak bisa di realisasikan sekarang karna kedua tangan bahkan kakiku di borgol di ranjang sial ini. "Oh atau harus kupanggil dirimu kakak seperti dulu ya?"
"Bajingan gila." Desisku sementara ia hanya tersenyum miring dan duduk di sisi ranjang tanpa beban. "Bukankah kata itu lebih cocok untukmu kak?"
Aku mendecih dan membuang wajah tak sudi menatap seraut wajah sialnya membuatku mengingat repetisi kejadian semalam. Menjijikkan.
"Kalau kau tak lupa ya kak, kau pernah mencoba membuatku tak bernafas lagi saat aku kecil dan rentan dulu."
"Aku melakukan hal itu karna kau iblis sial yang tak layak untuk hidup Park Sunghoon." Kataku dengan kelebat bayang bagaimana kakek Ung dan bibi So terbaring kaku. "Kau iblis."
"Sok tahu." Dengusnya. Lalu berbaring begitu saja disampingku. "Bagaimana kalau melanjutkan yang semalam?"
"Bunuh saja aku seperti yang kau lakukan pada mereka dulu."
"Kakak masih berpikir mereka mati karna perbuatanku dan Jongseong."
Jongseong ya.
Aku mencelos berusaha mengenyahkan bayang rupanya tatkala tersenyum.
"Kakak merindukan Jongseong tetapi padaku membenci setengah mati." Katanya dengan nada sok menyedihkan yang kemudian mengukung tubuhku.
"Seorang kakak itu harus adil, bukankah begitu?"
"Aku bukan kakakmu." Desisku menatapnya nyalang dan berusaha sekeras mungkin untuk menggulingkannya menjauh dari tubuhku.
Si keparat Sunghoon malah terkekeh kecil dan mengecup bibirku ringan seolah itu bukanlah kecupan dosa yang terlarang. "Jangan banyak bergerak kak. Nanti kulit kakak semakin memerah."
"Persetan."
"Ayah sudah sering mengingatkan untuk berbicara dengan sopan, ingat tidak?"
"Jangan pernah memanggil ayahku seolah dia memang ayahmu sialan!"
Cup
Ia mengecup bibirku lagi dan menatapku sesaat yang kemudian memangut bibirku membuatku dengan cepat mengigitnya keras.
Ciumannya terlepas dan ia mengusap bibirnya yang terluka, "Itu tidak membuatku sakit kak." Bisiknya yang kemudian dengan mudahnya menaikan gaun tidur yang kupakai sampai pinggang.
"Berhenti! Bajingan sialan berhenti!" Aku memberontak sekuat tenagaku dengan tubuh kian bergetar dan pandangan yang kian basah. "Kumohon.."
Satu keping ingatan usang tetiba saja muncul begitu saja membuatku getir dan nelangsa, "Kumohon berhenti kak.. maafkan Sunghoonie."
Aku terisak. Bohong jika tidak menyesali perbuatanku dulu.
Bagian beberapa keping ingatan dimana aku sering menyiksa Sunghoon dan Jongseong selalu menjadi ceruk penyesalan di penghujung malam selama ini.
Tapi belum sempat maaf atas penyesalanku aku kuapkan. Sunghoon tetiba saja bangkit dari tubuhku dan berjalan keluar dari kamar dengan pintu terbanting keras.
••••
Setelah kejadian pagi buruk itu bukan lagi Sunghoon yang datang tetapi Ahn Sora yang terus datang ke kamar penyekapanku ini.
Ia mengawasiku membersihkan diri, mengantarkanku makanan dan minuman.
Sampai di hari ketujuh ikatan yang membelenggu kedua tangan dan kakiku di lepaskan.
Sunghoon masih tidak memperlihatkan batang hidungnya sekalipun membuatku sedikit banyak lega. Hanya tinggal mencari cara untuk bisa keluar dari mansion sial ini.
Sampai kali ini Park Hajun yang datang ke kamarku sambil menyesap cerutu seperti kakek tua. "Kau merokok?"
Aku tak memberinya jawaban dan hanya menatapnya lurus untuk menelisik dengan benar orang seperti apa Park Hajun ini.
"Aku tidak menyangka akan bertemu dengan kakak sial dari Sunghoon yang kerap bocah itu ceritakan dulu."
"Apa ini bentuk balas dendam tuan?"
"Ini hanya benang tadir kelewat lucu." Katanya membuat raut wajahku semakin sepat. Lucu? Apa menyuruh Sunghoon melecehkanku dan menyekapku seperti ini adalah lelucon?
"Aku tak menyangka saudagar kaya sepertimu memiliki selera humor rendahan." Kataku yang malah membuatnya tertawa tapi tak sampai pada kedua netranya.
"Informasi kecil untukmu nona." Ia mendekat membuatku berjalan mundur untuk tidak mengikis spasi. "Kalau Sunghoon setengah vampire sementara aku vampire yang sudah ada berabad-abad lamanya."
Ia lantas menyeringai puas. Mungkin menangkap ekspresi yang ia harapkan pada seraut wajahku saat ini. "Aku bisa membunuhmu kapan pun aku mau. Jadi bersikaplah dengan baik disini Bella Kim."
"Turuti kemauan Sunghoon. Semua. Tanpa terkecuali untuk penebusan dosamu padanya."
Ah. Tahu apa dia tentang dosa?
Aku bungkam sepenuhnya. Tetap berdiri defensif sampai pintu terbuka lagi menemukan Sunghoon yang masuk dengan wajah tanpa ekspresinya.
"Sekarang lakukan Hoon."
Lakukan? Apa maksud vampire sial itu?!
Sunghoon berjalan mendekat dan meraih leherku untuk meraup bibirku dalam pangutan dalam. Pahit dan getir.
Aku tak membalas dan hanya membiarkan apa yang Sunghoon inginkan.
Sampai tubuhku ia baringkan di atas ranjang dan perlahan ia melepas pangutan untuk mengecupi setiap inchi kulit leherku membuat tubuhku meremang, panas.
"Ah!" Satu lolosan suaraku lepas. Perih merambat satu titik di leherku dan aku meremas sprai erat. "Sakit hiksss.." Isakan yang kutahan terlepas. Mengudara bersahutan dengan suara bagaimana Sunghoon tengah menghisap darahku. []
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER ISSUE
FanfictionBella terpaksa menebus semua kesalahannya kepada Jongseong dan Sunghoon meski waktu demi waktu membawanya pada kumbangan kematian. "Mata harus dibalas dengan mata bukankah begitu kak?" ⚠️ TRIGGER WARNING - MATURE. DEPICTION OF BLOOD, EMOTIONAL/PHYSI...