03. Mencuri

7 3 6
                                    

Hadelis, kota kecil yang tak terlihat di musim dingin. Kabut tebal selalu menyelimutinya, membuat ilusi seolah kota ini tak nampak.

Kabut tebal menutupi sang mentari, jangan heran jika pagi hari masih terasa seperti malam, udara yang menusuk membuat sebagian dari warganya memilih berlindung dalam hangatnya rumah.

Sangat kontras dengan dua insan yang sudah bersiap untuk 'misi' mereka pagi ini.

Di dalam gudang berdebu, dua muda-mudi sedang merencanakan sesuatu. Berbagai barang berserakan di lantai ada beberapa obeng berbagai rupa, tali, beberapa batu bata bahkan sampai kain yang cukup lebar.

"Semua sudah siap Loka?" bisik Nalu.

"Hem, kurasa sudah. Apa kau ingat apa yang harus kita curi nanti?" ucap Aloka memasukan beberapa barang yang sebelumnya di lantai ke dalam tas.

"Tenang saja, daya ingatku tak selemah dirimu." Nalu sangat yakin, mengingat Aloka-lah yang selama ini membuat kesalahan dalam misi.

"Apa kau sudah bawa apa yang nanti dibutuhkan?"

"Sudah. Aku hanya butuh pisau kecil," ucap Nalu menepuk-nepuk saku celana dimana ia menaruh pisau.

"Anak-anak! kalian tidak mau sarapan?" teriak oliver dari arah dapur.

Dengan segera mereka berlari menuju dapur, sebelum ayah Nalu kembali berteriak.

"Di mana mereka, lama sekali." Oliver tampaknya sudah tak sabar menyatap masakan istrinya.

"Sabar sebentar lagi sayang." Zelda merasa suaminya ini terkadang seperti anak kecil yang tak sabaran.

"Salam hormat kepada baginda raja dan ratu, kami pangeran dari negeri sebrang serta putri tersayang kalian memohon ampun atas keterlambatan lima menit ini." Nalu berlutut, seolah sedang memohon ampun pada Raja sunguhan, sedang Aloka ia terpaksa ikut dalam drama dadakan Nalu.

Oliver memincingkan matanya. "Wahai rakyatku kali ini aku maafkan kalian," tak mau kalah oliver ikut berlakot layaknya seorang raja.

Zelda hanya bisa tertawa dan geleng-geleng kepala melihat tingkah laku ayah dan anak ini.

"Sudah, sekarang cepat duduk dan makan sarapan kalian," ucap zelda.

"Hari ini kalian mau ayah antar atau naik bis?"

Sebelum menyuap rotinya Nalu menjawab, "kami mau bawa sepeda saja."

Oliver hanya menganguk dan kembali memakan sarapanya.

"Tapi, Nalu kenapa kamu gak pakai seragam?"

Dengan santai Nalu menjawab, "kami ingin 'merampok' sebuah rumah."

"Ah, 'misi' pagi hari. Kalau begitu semoga berhasil. Semangat." Oliver memberikan jempol sebagi bentuk memberi semangat.

"Kalau begitu, kalian harus bawa bekal karna mamah gak mau pencuri kecil kita kelaparan." Zelda memberikan dua kotak bekal pada Nalu dan Aloka.

Uap hangat meliuk indah sesaat setelah bolu susu di meja terbelah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Uap hangat meliuk indah sesaat setelah bolu susu di meja terbelah. Teh bunga telon dan bolu susu yang baru keluar dari oven memang sangat cocok untuk sarapan di pagi yang dingin.

Aksa menghembuskan nafas berat rasanya sangat hampa saat sarapan hanya di temani dengan suara tv yang menyala. Ruang keluarga yang seharusnya terasa hangat justru terasa dingin.

Melody mendapat telepon di tengah sarapan yang membuatnya harus sibuk di ruang kerja saat ini sedangkan Aloka, Aksa yakin adiknya itu pasti sedang menginap di suatu tempat. Karna ia tak sengaja melihat Aloka berlari di malam hari.

Melamun sudah menjadi kebiasaan Aksa saat hanya rasa sepi yang menemaninya. Aksa manatap kabut dari balik jendela, kabut-kabut itu mulai menipis namun matanya menangkap sesuatu yang aneh.

Sepasang tangan mencoba memanjat rumahnya, Aksa tak dapat melihat dengan jelas siapa.

"Ayok cepat, nanti ketauan." Terdengar sayup suara pria.

"Mingir, aku akan melompat," bisik seseorang yang lain.

Aska mengambil senter dan pisau kecil, dengan hati-hati ia mencoba mendekat ke asal suara.

"Siapa di sana?" Pertanyaan bodoh memang.

"Sial, apa kita ketauan?" Tanya salah satu dari mereka.

"Tenang biar aku atur."

Baru saja tiga langkah Aksa mencoba mendekat lagi namun mulutnya sudah dibekap kain ia didorong paksa masuk rumah. Matanya membesar saat tau siapa yang menerobos rumahnya.

"Aloka, Nalu?" ucapnya tak habis pikir, "Apa yang kalian lakukan?"

"Mencoba masuk rumah dan mengambil beberapa barangku," dengan tenang seolah tanpa dosa Aloka menjawab.

"Kenapa seperti maling, masuk saja pintu depan."

Aloka dan Nalu saling memandang. "Loka cepat ambil barangmu nanti kita telat." Mendegar perintah Nalu Aloka segera ke lantai atas dan mencoba tak membuat suara.

Saat Aloka menjauh. "Kau itu Naif atau bodoh?" tanya Nalu sarkas.

"Jika ibumu tau Aloka pulang setelah kabur dari rumah dia pasti mengamuk lagi."

"Kalau begitu kenapa tidak minta tolong padaku?" Aksa menekuk wajahnya.

"Tanyakan sendiri pada adikmu." Melihat Aksa cemberut Nalu memberikanya Jeruk dan sebuah sapu tangan, "Maaf karna tadi aku membekap mulutmu terlalu kuat, Aloka bilang kau suka jeruk nih ambil saja."

Aksa tersenyum kecil, "terima kasih."

"Aku sudah selesai, ayok pergi." Aloka melirik kakaknya, "sampai jumpa di sekolah kak."

Aksa hanya menganguk, saat Aloka sudah lebih dulu pergi Nalu memberi Aksa peringatan. "Ingat jangan sampai ibumu tau, ini rahasia."

Aksa menatap jeruk dan sapu tangan yang diberikan Nalu. "Harus menjadi maling di rumah sendiri, untuk mengambil barang sendiri. Aneh." Sinar mata Aksa berubah. 









Apple And Orange In The Same TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang