04. teman?

3 2 4
                                    

Gemuruh langkah kaki yang berlarian dari segala penjuru sekolah menjadi iringan musik tersendiri di jam-jam tertentu. mereka berpencar meski sebagian besar menuju satu tujuan, kantin. Tempat di mana harumnya masakan memenuhi indra penciuman membuat perut semakin berontak untuk diisi. Seketika kantin dipenuhi lautan manusia, mereka datang seperti para zombie yang kelaparan.

Di tengah keramaian itu, terdapat rapat kecil dalam meja persegi panjang di dekat jendela. Rapat dipimpin oleh seorang pemuda berkulit putih salju dengan mata kecil seperti kucing, ia memiliki gigi taring di sisi kanan serta dua lesung pipi. Bersedekap dada memandang dua kawannya secara intens.

"Biar kutebak, Loka kau 'mencuri' di rumahmu lagi 'kan dan Nalu kau membantunya tapi si bodoh ini justru menambrakan sepeda ke semak-semak." Zhan, Xiao zhan li. Pemuda dengan darah oriental yang kental dan teman dekat Aloka selain Nalu.

"Yap, untungnya saat itu aku belum pakai seragam jadi cuman rambutku saja yang berantakan dan penuh daun." Nalu masih mencoba memperbaiki tatanan rambutnya yang seperti diterjang badai, saat sampai di sekolah bel masuk sudah berbunyi membuat Aloka dan Nalu hanya punya waktu untuk berganti pakaian.

"Jangan salahkan aku. Salahkan anjing gila yang mengejar kita," bantah Aloka tak terima.

"Kali ini kenapa lagi?" Zhan sudah sangat hafal dengan drama kehidupan Aloka. berteman selama bertahun-tahun membuatnya tak kaget lagi.

Aloka menidurkan kepalanya ke meja dengan tangan sebagai bantalan. "Ibu tau aku menyukai seni seperti ayah, dia melarangku untuk bermain musik dan melukis."

Zhan menatap Nalu dengan kening sedikit berkerut, dan Nalu hanya memejamkan mata. Tanpa harus bersuara mereka sudah berbagi informasi tentang siapa yang membocorkan hobi Aloka pada ibunya.

Di saat yang bersamaan sekelompok anak memasuki kantin, kedatanggan mereka mencuri perhatian hampir semua murid di sana tak terkecuali Aloka dan temannya.

"Lihat siapa yang datang, Aksara auretta dan tiga manusia konyol." Zhan memandang malas kelompok tersebut.

Sejujurnya Zhan tak punya masalah pribadi dengan Aksa namun entah kenapa setiap kali ia melihat Aksa ada perasaan aneh yang didominasi oleh curiga.

Para siswi berteriak heboh saat empat siswa tersebut memasuki kantin, beberapa saling berbisik satu sama lain dan beberapa lagi berusaha menutupi wajah mereka yang tersipu malu karna kagum.

"Cih, apaan sih. Seolah mereka pangeran saja." Zhan menyedot jus tomatnya dengan rakus karna kesal.

"Apa kau iri, tuan Xiao. Akui saja mereka memang tampan." Ledek Nalu.

"Mau apa mereka kemari, menyebalkan." Tatapan mata Zhan semakin menunjukan ketidak sukaan saat Aksa dan kawannya mendekati meja mereka.

"Wah, ku rasa hanya meja ini yang menarik. Coba lihat, ada ketua osis kita yang cantik. Sih penjaga perpustakaan dan ... sih biang onar." Jav, tubuhnya besar dengan tinggi 180cm. Jav memandang remeh Aloka, sedang yang dipandang masih nyaman menempelkan kepalanya di meja.

"Hello Jav, ku harap kau tidak membuat masalah." Wajah Nalu memang tersenyum namun sorot matanya mengintimidasi.

"Oh, cantik. Aku tidak akan membuat masalah, lagipula kita disini teman. Iya 'kan." Jav merangkul Zhan dan mengusak rambutnya kasar, meski itu lebih terlihat seperti mengoyangkan kepala orang dari pada mengusak.

"Lepas!" Zhan menarik tangan Jav dari kepalanya, Jav mengangkat kedua tangannya dan berkata 'sorry'
namun tetap dengan wajah yang menjengkelkan.

"Kami boleh bergabung?" Tanya Aksa ramah.

Nalu dan Zhan memandang Aloka meminta persetujuan tapi anak itu masih engan mengangkat kepalanya dari meja sampai Nalu memberinya kode dengan ketukan di meja.

Perlahan Aloka mengangkat wajahnya, menengok sekilas lalu kembali menengelamkan kepalanya dibalik tangan.

"Silahkan saja jika ingin bergabung, aku mau tidur," ucapnya acuh tak acuh.

"Apa kalian lihat tadi tingkahnya benar-benar menyebalkan," Ester melempar bola basket ke arah jav, "si brengsek Aloka itu seperti mengangap kita angin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa kalian lihat tadi tingkahnya benar-benar menyebalkan," Ester melempar bola basket ke arah jav, "si brengsek Aloka itu seperti mengangap kita angin."

Lapangan basket dalam ruangan yang luas saat ini di kuasai oleh empat orang. Aksara, jav, Ester dan ciko. Setelah makan siang di kantin mereka memilih berkumpul di lapangan basket.

"Kenapa tidak kau hajar saja anak itu Jav." Ciko menyuapkan beberapa ciki ke mulutnya.

"Apa kalian tidak lihat, di sana ada Nalu," ujarnya dengan pandangan fokus pada ring.

"Sepertinya kau sangat takut pada Naluna, atau memang sengaja menjaga citra." Mata Aksa terpaku pada buku yang digenggam, namun pikirannya melalang buana entah kemana.

Jav membanting bolanya dan menatap Aksa tak suka. Tangannya terkepal dengan kuat.

"Aku tak takut pada Nalu. Dan meski dia menarik dia bukan tipeku." Perlahan Jav mendekati Aksa, "aku hanya takut jika ayahnya Nalu ikut campur."

"Ayah Nalu? Kenapa?, dia hanya seorang dosen." Ciko bertanya-tanya kenapa sejak dulu Jav tak pernah mau membuat masalah dengan Nalu. Setau dia Nalu hanya anak warga biasa berbeda dengan Jav yang merupakan anak orang terkaya di kotanya.

Jav berhenti tepat di depan Aksa, dengan santai duduk di antara ciko dan Aksa. "Dia memang dosen tapi dia sangat berpengaruh di kota ini, sampai ayahku sendiri berkata jangan cari masalah dengan keluarga mereka."

Jav melirik Aksa, tersenyum miring dan menatap Aksa dengan tatapan menantang. "Lagi pula kenapa aku harus menghajar seorang adik di depan kakaknya. Benarkan Aksara." Dengan nada mengejek Jav berusaha memprovokasi Aksa.

"Aku tidak peduli jika kalian ingin menghajar Aloka tapi pastikan namaku tetap bersih." Buku yang digengam Aksa ditutupnya dengan kasar, ia beranjak lalu meninggalkan teman-temanya begitu saja.

Aksa termakan provokasi Jav, Jav tak bisa menahan hasratnya untuk tertawa. Ia terbahak sambil bertepuk tangan. Sunguh ini terlalu lucu bagi Jav ia tertawa sampai air matanya keluar. Diantara semua orang yang pernah Jav temui Aksa adalah karakter yang paling buruk baginya. Jav akui dia bukan anak baik, dia kasar dan suka membully tapi dia bukan tipe manipulatif yang akan berpura-pura baik lalu menusuk dari belakang. Sedangkan Aksa bagi Jav dia adalah rubah kecil yang selalu berakting menjadi yang tersakiti walau sebenarnya Aksa bahkan tega jika harus melukai Aloka hanya untuk terlihat baik.

"Dia memang rubah licik, hem menarik." Terlintas ide gila di kepala Jav, mungkin akan sedikit menyenangkan jika dia bermain-main dengan kakak beradik yang satu ini. 

Apple And Orange In The Same TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang