"A Tian, baru pulang kasep?" (A Tian, baru pulang ganteng?)
"Duh menantu Ibu yang kasep baru pulang kuliah, ya?" (Duh, menantu Ibu yang ganteng baru pulang kuliah, ya?)
"A Tian, mampir dulu atuh yuk, ke rumah Ibu."
"A Tian, belum ada pacar kan? Mau di jodohin sama anak gadis Ibu nggak?"
"A Tian, anak perempuan Ibu teh pengen diajarin buat tes masuk kuliah sama A Tian. Kalau A Tian nggak sibuk, nanti ke rumah Ibu mau, ya? Nanti Ibu masakin juga sekalian."
Sedikit banyak seperti itu lah kalimat yang sering Tristan dengar dari hampir semua ibu-ibu di komplek rumahnya. Siapa sih yang nggak mau punya menantu ganteng, baik hati, ramah, sopan, segala bisa modelan Tristan ini? Keempat sahabatnya pun kalau punya anak perempuan bakalan ikut rebutan buat ngantri jadi mertuanya Tristan.
"Bu, kalau minta ajarin tuh mending ke Dera. Dera kan yang paling pinter se-komplek," ujar Januar.
"Atau nggak sama Jeje juga boleh, Bu." tawar Jevian yang malah menawarkan dirinya sendiri.
"Nggak-nggak, yang ada anak saya nangis kayak anaknya Bu Ema. Baru diajarin berapa menit malah kabur anaknya diajarin Si Dera. Kalau sama kamu, Je mana bisa? Orang kerjaannya aja bolos terus pas sekolah, anak saya mau diajarin bolos juga? Nanti anak saya malah salah fokus kalau yang ngajarinnya ganteng banget," tolaknya mentah-mentah.
"Hmm iya juga sih," pikir Jevian karena ucapan tetangganya itu tak salah.
Dera langsung mendengus sebal. "Ya itu sih salah anaknya aja diajarin nggak ngerti-ngerti."
Spontan Brianna menyikut Dera untuk memelankan suaranya sembari menahan tawa. Berikut kedua sahabatnya yang lain pun turut menahan tawa. Apa yang dikatakan tetangga mereka tadi emang nggak salah. Berita tentang Dera yang bikin nangis anak tetangga langsung viral, menyebar dengan cepat sampai ke seluruh penjuru komplek.
"Nanti ya, Bu kalau nggak sibuk. Kebetulan sekarang lagi sibuk buat kegiatan ospek kampus," jawab Tristan dengan senyum ramahnya. "Kalau gitu mari, Bu. Kita pamit duluan," pamit Tristan yang diikuti anggukan dari keempat sahabatnya mengekori Tristan masuk ke rumahnya.
Tristan Geraldian Pranadipta, anak laki-laki satu-satunya dari Pak Hasan dan Bu Juwita. Melalui nama yang merupakan doa, kedua orang tuanya berharap putra satu-satunya itu kelak bisa menjadi ksatria yang gagah berani, disanjung, menjadi penjaga, ujung tombak yang kuat dan cahaya kehidupan bagi orang-orang disekitarnya.
Doa dan pengharapan kedua orang tuanya bisa dibilang terkabul. Buktinya, Tristan selalu dijadikan panutan, ujung tombak, pemimpin dimanapun ia berada. Entah ketua kelas, ketua ekstrakulikuler, ketua OSIS, sampai sekarang memegang peran yang cukup penting di BEM fakultasnya. Nggak aneh sih, kalau suatu saat nanti Tristan bakal jadi ketua BEM.
Tristan emang anaknya paling lembut diantara anggota empat sehat lima sempurna, tapi jangan salah. Kalau udah leader mode, nggak ada satu orang pun yang berani sama Tristan termasuk Dera yang notabennya paling galak seantero komplek. Bener-bener jangan remehin tegasnya, marahnya orang yang jarang marah.
Tristan juga menjadi ujung tombak bagi keempat sahabatnya. Seenggaknya masih ada satu orang yang waras diantara empat orang gila, kalau kata Januar.
Ujung tombak di sini juga memiliki arti bahwa Tristan menjadi jubir alias juru bicara, alias tumbal bagi sahabat-sahabatnya. Salah satu kasusnya saat mereka berniat untuk pergi ke Dufan ketika SMP. Nama Tristan lah yang dijual. Tristan menjadi garda terdepan saat meminta izin kepada orang tua mereka. Karena ya, hanya Tristan yang paling dipercaya oleh para orang tua. Selagi ada Tristan, semuanya pasti aman dan terkendali. Dan hal itu berlaku sampai sekarang. Pokoknya kalau ngejual nama Tristan pasti aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Chaos
Fanfiction"Inget janji kita dulu kan? Diantara kita berempat, jangan pernah ada yang naruh perasaan lebih ke Biya." *** "Chaos is a friend of mine."-Bob Dylan