[3] Ribut amat, kaya ga pernah minum setahun.

7 0 0
                                    

Now playing | HIVI! - Remaja

"Enggak korsa, enggak keren!"

***

"bude ... mau es teh!" Zara kini tengah terhimpit oleh kerumunan siswa yang menanti jajanan penjual kantin. Sebenarnya kantin di sekolah tidak hanya satu melainkan empat. Namun, hanya di tempat Bude Eti yang menyediakan air dingin dengan berbagai rasa.

"Bude! saya daritadi loh!" Amuknya lagi.

"Ribut amat, kaya ga pernah minum setahun."

Suara berat disampingnya, membuat Zara menoleh, "bacot ye lu! Atur lapangan kita."

"Paling juga menang anak paskib. Secara 'kan, kami kesayangan guru," Ucapnya dengan sumringah.

"Dih, si paling paskib. Makan noh jalan ditempat!"

"Iyadeh, si paling basket. Paling juga lemparnya dari deket."

Zara tak meggubris ucapan Angkasa, gadis itu tau bahwa lelaki itu hanya akan terus mengganggunya.

"BUDE MANA ES TEH SAYA, ooo ... bude cintaku," sahutnya lagi. Rasanya tak biasa menunggu minuman selama ini. Namun adanya Angkasa di sampingnya membuat semua hal terasa menjengkelkan.

"Mbok yo sabar toh cah ayu ... tangan bude kan cuma dua. bude juga cuma berdua, yang beli banyak," ungkap Bude Eti.

"Hehe, maaf bude. Saya lagi kesel dikit. Bude nanti minumnya saya nitip Temen, saya pergi dulu. Disini hawanya aneh," kalimat akhir tak gadis itu maksudkan pada penjual jajanan, melainkan pada lelaki disampingnya; Angkasa.

Sekilas Zara melirik Angkasa, menggerakkan bibir membentuk kata 'fuck you' dan memilih berjalan ke arah bangku kantin tempat dimana teman-temannya berada, "Shan, tolong ambilin es gue dong. Gue muak disana, ada hantu soalnya."

"Sejak kapan ko indihome?" Celetuk Rena

"Gaje banget Ren. Itu loh anak paskib banyak gaya, tengil."

"Hati-hati jodoh pulak ko sama dia,"

"Gue jitak ya lo ren?!" kesal Zara, Rena yang mendengar itu malah menantang.

"Jitak lah, ha?! ini jidat ku, ko jitak lah."

Kini Zara memilih diam, gadis itu terlalu haus untuk sekadar melayani celoteh Rena.

"Duh Shan, tolong banget ini ..." Mohon Zara, agar temannya itu mau mengambil es teh yang telah ia pesan.

Tanpa jawaban Shania berjalan menuju kedai yang Zara maksud

***

Jam pembelajaran terakhir sedang di mulai, mata pelajaran saat ini ialah Matematika peminatan. Zara yang pikirannya sudah tak di tempat, melainkan raganya saja yang ada berbisik pada Rena, "gue masih kepikiran deh."

"Kepikiran apa kau?" Ucapan Zara di balas dengan bisikan pula oleh Rena.

"Cowok yang waktu hujan nganterin bekal, kok enggak kelihatan lagi ya tampangnya," Zara masih berusaha memelankan suaranya, takut jika pak Ahmaad— atau Pak Maad panggilannya akrabnya; menyadari ada murid yang tak fokus di jam pelajarannya.

"Itu terus yang kau pikirkan, yang lain lah. Ko nggak lihat itu MTK susah kali?!"

Zara menyikut lengan Rena, kesal akan respon temannya itu, "ya santai dong, gue juga tau itu susah. Makanya gue ajak lo ngomong biar ga bosen."

Rena memilih acuh, kali ini perempuan itu tampak malas menanggapi Zara. Iya sedang berusaha fokus karena saat ini adalah pelajaran yang cukup sulit menurutnya.

ZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang