Chapter 1

3 0 0
                                    

Seorang gadis berwajah oval berjalan berdampingan dengan teman sebangkunya di lorong kecil menuju Sumur Gumuling Tamansari. Dia mengikuti kedua teman cowoknya dari belakang. Dinding-dinding lorong berwarna coklat dan ditumbuhi lumut di beberapa tempat. Lorong yang mereka lalui memiliki langit berbentuk kecut ke atas, seperti sebuah kubah masjid jika dilihat dari jauh. Karena tidak memiliki lebar yang cukup, dia dan teman sebangkunya tidak dapat berjalan berdampingan saat bertemu dengan pengunjung lain dari lorong tersebut. Mereka berdua harus mengalah, bahkan pengunjung itu yang akan mengalah pada mereka. Banyak dari pengunjung akan menggunakan lorong yang tidak begitu terang untuk dijadikan spot berfoto.

Wali kelas mereka telah memberitahu akan adanya study tour sebagai acara terakhir sebelum mereka melanjutkan pendidikan menengah ke atas. Terdapat dua tempat yang harus mereka pilih untuk dijadikan study tour mereka: Yogyakarta dan Bandung. Mereka sangat bersemangat memilih Yogyakarta sebagai tempat study tour mereka selama lima hari. Walau dari mereka ada yang memilih Bandung, tapi dengannya banyak vote ke Yogyakarta. Sebagian dari pemilih Bandung harus mengalah.

Secara tiba-tiba langkah Claudia terhenti, seolah merasakan sesuatu dan alisnya berkerut. Tangan kecilnya menyentuh pelipisnya, menggeleng pelan untuk mengusir penat yang dirasakan. Lalu kepalanya menunduk memperhatikan lantai di bawah kakinya. Tadi itu apa? Lantainya bergoyang. Pikir Claudia.

"Kenapa Di?" tanya Rahma. Melihat Claudia berhenti di sebelahnya.

Kedua temannya di depan menghampiri mereka.

"Eh... kalian ngerasain nggak?" Claudia memandang ketiga temannya secara bergantian.

Ekspresi penuh tanda tanya diberikan oleh ketiga temannya. Cowok jangkung yang berdiri di depan Claudia memandang ke arah seorang cowok bertubuh tambun.

"Ngerasain apa Di? Aku nggak ngerti?" tanya Rahma.

"Lantainya seperti bergoyang."

"Bergoyang? Mungkin kamu capek Di?" ungkap cowok jangkung bernama Candra.

"Nggak mungkin banget Claudia capek, Can." ucap Toni memandang Candra, sambil menunjuk ke Claudia, "dia nih. Dari pagi sudah berisik. Jadi nggak mungkin banget kalau dia capek." Toni mengibaskan telapak tangannya ke samping.

"Aku nggak capek Can. Aku ngerasain lantainya bergoyang." Claudia menyangkal.

"Kita hampir terpisah dengan yang lain," kepala Toni menjulur ke atas untuk melihat teman-teman sekelas mereka yang lainnya.

"Perasaan kamu aja kali Di. Kita nggak merasakan yang kamu rasakan."

Toni menarik lengan Candra untuk melanjutkan jalan. Walau terlihat dari wajah Candra yang enggan meninggalkan Claudia dan Rahma.

Mungkin benar yang dikatakan Candra. Pikir Claudia. Telapak tangannya merasakan genggaman dari tangan Rahma. Kepalanya menengok melihat wajah tersenyum Rahma.

"Ayo Di. kita bisa tertinggal jauh. Aku nggak mau kita tersesat di lorong ini." Rahma menarik tangan Claudia untuk mengikutinya berjalan.

Karena tidak mau merusak liburan bersama teman-temannya. Claudia mengesampingkan yang barusan terjadi. Hanya saja dia merasakan tekanan di dadanya dan perasaaan yang sulit sekali diartikan. Orang-orang disekitarnya juga melakukan aktivitas seperti biasanya. Seperti tidak merasakan yang sama sepertinya. Rahma berjalan cepat sambil menarik tangan Claudia agar dapat menyusul keberadaan kedua temannya yang sudah berjalan lebih dulu.

Sebuah goyangan yang intensitasnya kecil berubah menjadi kencang. Membuat semua orang yang berada di dalam lorong berhenti berjalan, saling menggenggam tangan dan terpancar ekspresi ketakutan. Beberapa orang memegang dinding lorong, untuk menjaga kestabilan. Dinding memperlihatkan retakan yang berjalan dari bawah menuju atas. Serpihan dari retakan dinding berterbangan dan jatuh ke atas kepala. Claudia menarik tangan Rahma mendekat pada dinding untuk menghindari kepanikan orang-orang. Tubuhnya terbentur dengan tubuh orang yang menuju ke permukaan.

KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang