Rahma terduduk lesu di bawah naungan pohon yang letaknya tidak jauh dari retakan besar tersebut. Sedangkan Claudia sedari tadi seperti sebuah setrika yang sedang melakukan pekerjaannya. Dari bibir kecil Claudia bergumam kecil akan ketidak percayaannya pada kenyataan di depan matanya. Sesuatu yang membuatnya tidak dapat bergerak maju dan sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan tanpa bantuan orang dewasa. Di lain sisi, mereka berdua telah kelelahan, kehausan, dan lapar karena tidak ada lagi makanan maupun minuman yang dapat masuk ke dalam tubuh mereka.
Semuanya telah habis.
Tidak mungkin. Pasti ada jalan untuk bisa sampai ke seberang jalan. Pasti ada. Pikiran Claudia menyangkal. Alisnya mengkerut terus memikirkan langkah yang harus diambilnya untuk bisa sampai ke seberang jalan. Aku nggak bisa kembali karena hal ini. Langkah Claudia terhenti lalu melihat ke arah dimana retakan besar itu berada. Kemudian kembali berjalan mondar-mandir.
"Di, kamu bisa diam sebentar. Kepalaku pusing ngeliat kamu mondar-mandir terus."
"Aku harus menemukan jalan untuk kita bisa sampai ke seberang sana."
"Itu mustahil banget Di. Kamu nggak lihat." Rahma menunjuk ke arah retakan, "Retakan itu, besar sekali. Dan juga dalam. Kita nggak mungkin bisa sampai ke seberang jalan."
Claudia terdiam.
"Mending kita balik ke tempat pengungsian. Lalu minta tolong untuk mencarikan kabar tentang kakekmu," saran Rahma.
"Nggak," Claudia menggelengkan kepala. "Pasti ada jalan ke ujung sana."
"Ayolah Di. kita bisa menunggu di pengungsian." bujuk Rahma. "Lagipula perbekalan kita sudah habis. Kita nggak bisa bertahan sampai ke tempat kakek."
"Kamu bisa pergi sendiri ke tempat pengungsian itu. Aku tetap ke tempat kakek. Pasti ada cara yang bisa melewati retakan besar itu." ucap Claudia bersikeras.
Rahma terdiam, tidak tahu harus membujuk Claudia seperti apa. Dia membiarkan temannya melakukan kebiasaan saat sedang bingung dan frustasi. Kedua matanya terpejam merasakan angin sepoi menerpa wajahnya.
Langkah kaki Claudia sempat terhenti memperhatikan pohon yang telah tumbang miring ke arah retakan besar itu. Alisnya mengkerut, merasa penasaran dengan seberapa jauh pohon itu tumbang membuat Claudia mendekati pohon tersebut. Pohon itu cukup besar, dahan-dahannya panjang menjulang ke atas dan ke dalam retakan, daun-daunnya cukup lebat membuat Claudia kesulitan untuk melihat ujung pohon, letak pohon itu cukup dekat dengan retakan, tidak ada tanda-tanda pohon itu akan jatuh masuk ke dalam lubang.
Mungkinkah. Pikir Claudia. Ekspresinya berubah penuh keyakinan dan semangat yang timbul dari dalam dirinya. Dia berjalan berkeliling di sekitar pinggiran sawah dan tiang listrik. Mencari benda berukuran panjang yang dapat membawanya ke seberang jalan melalui pohon ini.
Rahma yang sedari tadi terduduk lesu, menatap penuh tanda tanya ke arah Claudia yang terlihat sibuk sendiri. Entah apa yang dicarinya di sawah itu. Jika dilihat dari perubahan raut wajah Claudia yang membara, kemungkinan temannya itu telah menemukan cara untuk melewati retakan besar itu. Telapak tangannya berkali-kali mengelus pelan perutnya yang mulai terasa perih. Mendapati Claudia berjalan mendekatinya, Rahma mulai bertanya. "Di, kamu nyari apa?"
"Aku butuh tali Ma," tanpa melihat Rahma, "kamu juga bantu cariin aku tali Ma."
"Oh tali. Kalau itu aku punya." kata Rahma santai. Tangannya mengeluarkan tali tambang berwarna kuning dari dalam ransel.
Mendengar itu. Claudia berhenti mencari. Tubuhnya yang tadinya membungkuk berdiri tegak tanpa menengok ke arah Rahma. Dia merasa seperti dipermainkan, sedari tadi Claudia sibuk mencari keberadaan tali tersebut sampai tangannya kotor dengan tanah. Tapi temannya dengan santainya memberitahunya bahwa dia memiliki tali tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali
Short StoryClaudia tidak bisa menunggu lebih lama lagi, hanya bergantung dengan orang dewasa untuk mencari kakeknya di tengah kekacauan. Nekat melakukan perjalanan panjang untuk menemukan kakeknya dan melihat dengan mata kepalanya sendiri. Kakeknya selamat dar...