Chapter 4

1 0 0
                                    

Mereka berpisah dengan pria paruh baya dan pemuda yang mengantarnya di pos pengungsian. Sebuah bangunan sekolah yang telah disulap oleh pemerintah daerah menjadi tempat pengungsian bagi korban bencana alam. Tenda-tenda berukuran besar maupun sedang telah didirikan di lapangan sekolah. Orang-orang baik yang tua dan muda duduk berselonjor di atas lapangan yang terbuat dari semen, para aparat dan petugas dari pemerintah maupun bukan sibuk menghampiri untuk membuat pendataan dan juga menenangkan mereka yang mengalami trauma.

Saking ramainya tempat pengungsian membuat tubuh Claudia maupun Rahma tersenggol dengan tubuh dewasa yang sedang lewat buru-buru. Orang-orang dewasa itu membawa tumpukan barang di depan dadanya untuk dibawa ke dalam tenda, orang yang berpakaian loreng-loreng memberikan pengarahan kepada orang-orang yang panik mencari keluarga mereka. Claudia yang ingin menanyakan tentang kakeknya mengurungkan niatnya, melihat ramainya orang-orang yang meminta tolong untuk mencarikan keberadaan keluarga mereka. Claudia menarik tangan Rahma menjauhi keramaian keluar dari tempat pengungsian.

"Di, nggak jadi minta tolong cari kakek?" Rahma merasa heran pada Claudia yang menariknya.

Claudia menggelengkan kepala, "kamu nggak lihat mereka sibuk baget. Mereka pasti meminta kita untuk menunggu. Sama seperti yang dikatakan Pak Anwar."

"Kita harus gimana?" tanya Rahma.

"Kita langsung pergi ke rumah kakek. Aku kenal dengan daerah sini. Kakek pernah bilang kalau mau ke rumah kakek ada dua jalan ke sana. Yang satu nggak mungkin bisa kita lewati, jalan itu sudah dijaga. Hanya jalan itu satu-satunya jalan untuk ke sana. Mudah-mudahan belum di jaga." Claudia menjelaskan. "Ayo kita kesana sekarang."

Ramainya kendaraan dan orang-orang yang berlalu lalang tepat di depan pos pengungsian. Claudia dan Rahma berjalan di pinggiran jalan menjauhi kerumunan. Claudia melihat deretan bangunan di seberang jalan, mencari sebuah bangunan yang memiliki spanduk bergambar logo rokok terkenal di Indonesia. Dengan berpatokan toko itu, Claudia dapat menemukan jalan yang sering dilewatinya bersama kakek saat sedang berjalan-jalan. Setiap langkahnya, dia merasakan jalan yang dilewatinya sesuai dengan yang diingatnya.

Begitu mereka menemukan toko yang dicari, jalan yang ingin mereka lewati telah dijaga oleh aparat keamanan sama seperti di jalan yang sebelumnya. Keramaiannya pun hampir sama. Ketegangan dan raut wajah kekhawatiran pada keluarganya yang berada di zona berbahaya. Claudia tidak melanjutkan langkahnya untuk mendekati kerumunan. Melihat orang-orang yang ingin mencari keluarganya dihalangi oleh aparat keamanan, membuat kegundahan di dalam hati Claudia.

Claudia menarik tangan Rhama menjauhi kerumunan, mencari jalan kecil yang bisa mengarah ke jalan yang tertutup itu. Orang-orang semakin berdatangan mendatangi jalan tadi, deretan motor-motor terparkir liar di bahu jalan maupun tengah jalan, mereka melewati beberapa deret toko yang telah tutup dan dinding. Sampai sebuah motor keluar dari jalan sempit. Claudia dan Rahma saling memandang satu sama lain, sebelum mereka mendatangi jalan sempit tersebut.

Jalan sempit itu berada di antara dua bangunan tinggi, dinding bangunan di kedua sisi masih berdiri kokoh hanya retakan memanjang di sepanjang lebar bangunan, lebar dari jalan ini tidak begitu lebar hanya memuat satu orang tubuh dewasa dan satu motor, dari arah dalam banyak antrian motor maupun manusia yang ingin menggunakan jalan ini. Claudia dan Rahma harus menunggu giliran melewati jalan sempit ini. Mereka harus menyusuri gang-gang kecil untuk sampai ke jalan besar, dimana jalan yang sering dilewati bersama Kakek maupun Ayah.

Perlahan-lahan warna langit jingga mulai berubah. Mereka masih berjalan menyusuri pinggiran jalan raya, ditemani dengan hamparan sawah yang siap panen dan pepohonan hijau yang menjulang tinggi.

"Di, sebentar lagi malem," Rahma melihat langit mulai berubah orange, "kita tidur dimana?"

Claudia berhenti sebentar, menatap persawahan yang siap panen dan deretan pepohonan. Dia tidak menemukan bangunan yang dapat disinggahi untuk mereka bermalam. "Sepertinya kita tidur di luar. Kita cari bangunan kosong atau gubuk yang bisa kita tempati."

KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang