Pada akhirnya mobil itu benar-benar meninggalkan Oregon. Walau kenyataannya Washington lebih macet, tetapi sepertinya Nash tidak akan terlalu mempermasalahkan itu karena dia baru saja mendatanginya. Dia mungkin detektif lapangan, tetapi tidak benar-benar pernah meninggalkan Oregon bahkan untuk tugas yang rumit—termasuk misi sebelumnya di mana dia berakhir mendapatkan skorsing.Ethan masih tertidur—Nash memastikan anak itu terlelap dengan pulas—saat mereka menyeberangi kota dan mencapai Seattle, kota paling terkenal di Amerika Serikat. Walau dia tidak akan melewati tempat legendaris seperti kantor Microsoft, setidaknya dia akan melihat Space Needle, bahkan dari kejauhan dia sudah menemukan puncak menara tinggi itu.
Untuk sekali lagi mereka harus terjebak di antara mobil-mobil Seattle, Ethan akhirnya terbangun. Cowok itu mengangkat tangannya, meregangkan tubuhnya tanpa bersuara sebelum menjadi terperangah sebentar ketika menyadari mobil telah melewati perjalanan yang cukup jauh. Nash menyambutnya dengan 'selamat sore' yang hangat.
"Selamat sore ...." Ethan menyahut tanpa ekspresi. Dia lalu melepas jaket hoodie yang masih dikenakannya. Dia merasa pengap meski pendingin telah menyala sejak awal perjalanan. Nash akhirnya tahu kalau dibalik itu ada kaos putih dengan gambar kapal laut berwarna cerah, menurutnya pakaian itu agak kekanak-kanakan untuk remaja laki-laki berumur 18 tahun.
"Jadi di mana ini?"
"Seattle, Washington."
"Washington?" tanya lagi Ethan memastikan.
"Ya ... selamat datang di lalu lintas yang lebih padat, tetapi setidaknya kita bisa menikmati yang satu ini. Lihat di sana." Nash menunjuk ke luar jendela, tepat ke puncak Space Needle yang semakin nampak jelas di tempat mereka. "Kau mau ke sana? Kurasa kita bisa menikmati pemandangan di sini sebelum mencapai Idaho."
Ethan melihatnya, tetapi dia hanya menggeleng kecil. Kembali lagi, dia jadi tak banyak bicara. Dari pantulan jendela Nash dapat menemukan wajah anak itu yang suram, kurang lebih sama seperti saat mobil baru meninggalkan markas kepolisian.
Nash menghela napas, dan memberanikan diri untuk bertanya. "Memikirkan sesuatu?"
Ethan menoleh dengan mulut sedikit terbuka, tetapi dia tidak mengatakan apapun.
"Apa kau teringat sesuatu?" Nash bertanya lebih serius. Ethan kembali menggeleng, saat Nash mengatakan apakah Ethan memimpikan sesuatu, dia masih menggeleng.
"Kalau begitu ada apa?"
Giliran Ethan yang mengambil napas panjang. Dia kembali menghadap ke luar jendela, menatap gedung-gedung di dekatnya saat menjawab, "di kantor polisi tadi bosmu mengatakan sesuatu."
"Crane? Apa yang dia bilang?"
"Dia berbicara pada wanita itu, sebenarnya mereka berdua berbisik agar aku tak mendengarkan, tetapi aku tetap mendengarnya." Ethan terdiam cukup lama, dan Nash membiarkannya sampai anak itu sendiri yang melanjutkan. "Dia bilang mungkin aku sebenarnya melarikan diri dan karena terlalu panik jadi lupa ingatan."
Dahi Nash terangkat. Sebelum misi, Katerine juga sudah menjelaskannya, dan sebagai seorang detektif dia juga pikir itu masuk akal. Hanya saja tak menduga kalau Ethan ternyata ikut mendengarkan penjelasan itu.
"Ya ...." Nash pura-pura membersihkan tenggorokan, walau sebenarnya dia hanya berpikir cepat untuk mencari penjelasan yang tidak akan menyakiti hati Ethan. "Crane juga mengatakan itu padaku. Memang, itu mungkin saja terjadi, kepanikan dapat membuat kepalamu sakit dan sebagainya. Dalam kasus yang lebih parah itu benar-benar mengacaukan ingatanmu, kurang lebih seperti dirimu. Namun, apapun alasannya kau tetaplah remaja yang tersesat, dan aku di sini akan mengantarmu pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Forest (A Mystery Novel)
Mystery / ThrillerSeorang remaja terbangun di sebuah bus kota Portland tanpa mengetahui atau mengingat apapun sebelumnya. Tak ada informasi tentang dirinya selain sebuah kertas yang menunjukkan alamat di Minneapolis. Nash, detektif yang baru saja diskorsing karena me...