Idaho lebih tenang. Nash tidak lagi antusias seperti saat di Washington. Mereka hanya mampir di pom bensin dan restoran cepat saji untuk menikmati makan malam sebelum melanjutkan perjalanan. Hal yang bagus adalah tak ada kemacetan.
Keheningan juga hampir berkuasa di dalam mobil. Kecuali Nash bertanya apakah Ethan telah teringat sesuatu, maka mereka hanya terdiam. Ethan hanya menjawab belum dan tidak ada.
Walau justru anak itu malah mendapatkan sesuatu tanpa sadar; sama seperti saat dia teringat umurnya. Ethan sempat terdiam sejenak saat mengunyah ayam gorengnya, kemudian mengatakan kalau dia menyukai musik-musik pop dan ingin agar Nash memutarnya nanti di mobil.
"Kau mengingat favoritmu." Itu membuatnya menganga karena terkejut.
Saat mereka singgah di pom bensin untuk mengisi bahan bakar, Ethan mengambil keripik kentang dengan perisa arang. "Aku menyukainya. Seperti menelan daging yang hangus, tetapi direndam mentega."
Makanan itu baru dikeluarkan dua bulan lalu.
Enam jam perjalanan mendekati perbatasan Idaho-Montana, saat mereka akhirnya saling bercerita karena Nash mengantuk, pria itu menjelaskan beberapa pelatihan fisik yang pernah dilaluinya sebelum menjadi polisi, sebelum kemudian Ethan berceletuk, "aku bisa berenang, walau pengaturan napas bukan keahlianku."
Nash selalu tertawa pelan saat Ethan melakukan itu. "Kau mengingat lagi ...."
Begitupun Ethan, antara melebarkan mulut atau matanya, tidak terlalu berbeda. "Ya ... aku bisa berenang. Aku ingat aku bisa berenang ...."
Meski begitu Ethan mengaku tidak terlalu merasa puas. Mengingat hal-hal kecil seperti itu adalah sebuah kemajuan. Hanya saja siapa namanya dan mengapa dia bisa terbangun di sebuah bus adalah pertanyaan paling sulit yang pikirnya akan butuh beberapa hari atau bahkan minggu untuk dapat menemukan jawabannya.
Nash juga hanya bisa mengatakan hal yang sama untuk menenangkannya, "kau akan mengingatnya." Terlihat baginya Ethan juga sudah bosan mendengar kalimat itu terus-terusan.
Mereka memasuki Montana sekitar pukul dua dini hari. Membuat kota Missoula menjadi yang paling sepi, terutama saat mobil mencapai jalanan yang berada di antara pepohonan rindang. Semilir angin menambah atmosfer kesepian di tempat itu.
Dia tidak ingin tidur, mereka harus segera mencapai Minneapolis setidaknya besok malam. Maka dari itu Nash menyiapkan beberapa gelas kopi yang akan membantu daripada harus mampir untuk istirahat di motel atau penginapan apapun. Tegakan berikutnya menandai gelas ke-lima.
Sayangnya rasa kantuk malah berhasil menguasai mata Nash. Dia mulai ragu soal kafein yang dapat memberimu fokus, karena sekarang kepalanya telah mengambang di langit-langit mobil. Suara nafas Ethan yang terlelap dengan puas semakin menambah beban di kelopak matanya.
Ini tidak bagus. Dia seorang penegak hukum, dan siapapun tahu kalau berkendara saat mengantuk adalah pelanggaran di jalanan. Apa sebaiknya istirahat saja dulu? Nash berpikir akan melakukan itu, tetapi mereka berada di antah-berantah. Hanya ada hutan di sekeliling dan tak ada mobil yang benar-benar melintas sejak hampir satu jam. Nash juga bukan pribadi yang butuh tidur pendek, dia mungkin detektif, tetapi sekali menutup mata dia akan terbangun delapan jam berikutnya.
Ketika dia terus-terusan menguap, cahaya kuning menyambar jendela. Ada mobil di belakang mereka, seseorang sepertinya sedang mengebut. Nash hanya mengamati dari spion tengah dan memastikan sebuah sedan melaju dengan cepat. Hingga mobil itu melewatinya, dan Nash seketika menginjak pedal rem.
"Sial!" Dia berteriak dan langsung membanting setir ke kiri. Suara ban yang berdecit di atas aspal membangunkan Ethan, membuatnya juga berteriak panik. Nash berhasil mendapatkan kendali mobilnya dalam beberapa detik di antara jantung yang berdegup sangat cepat seakan-akan ingin menembus rusuk.
Malibu LS sialan! Nash kembali berserapah. Mobil itu harus mengganti kampas remnya. Namun, dia tidak hanya marah karena performa kendaraan itu, tetapi sedan hitam tadi yang tiba-tiba saja berhenti di hadapannya.
"Hei! Apa masalahmu?!" makinya dan berjalan menuju sedan itu yang brake lamp-nya masih menyala. Sangat jelas siapapun yang mengendarai mobil itu dengan sengaja berhenti di hadapan mereka, dan bukan karena Nash yang kehilangan fokus karena mengantuk.
Nash mulai berpikir akan memecahkan jendela sedan itu kalau masih tidak ada yang keluar, tetapi kemudian seseorang membuka pintu, lalu di pintu yang satunya. Ternyata ada dua orang.
"Apa kalian mengantuk atau semacamnya?!" ketus Nash. Rasanya seperti memarahi diri sendiri, jadi dia segera mengganti pertanyaan. "Atau kalian mabuk?! Karena jika ya, kalian dalam masalah besar. Aku seorang polisi!"
Kedua orang itu hanya terdiam. Nash pikir mereka mungkin tidak percaya kalau dirinya memang polisi, jadi pria itu merogoh saku untuk mengambil lencananya, tetapi kemudian salah seorang tiba-tiba berkata, "kami sudah tahu kau seorang polisi, Nash Hawke."
Nash berhenti, dan perlahan-lahan menaikkan kepalanya. Orang kedua lalu menambahkan, "lebih tepatnya detektif."
Itu membuatnya terperangah. "Dari mana kalian tahu siapa aku?" tanya Nash kaku.
"Kami tahu," ucap lagi orang pertama. "Kami juga tahu kau memiliki anak itu."
Kali ini Nash terkesiap. Matanya memicing, meski gelap tetapi ada cahaya yang sedikit membantu. Keduanya laki-laki, tetapi Nash sama sekali tak mengenal satupun dari mereka. Pria itu malah merasakan ancaman. Ini gawat. Tangannya turun dengan pelan-pelan, ingin mengambil hand gun-nya. Sampai menyadari kalau dia tidak membawa senjata apapun. Sialan kau Crane dan Orbit!
Seakan bisa membaca pikiran Nash, orang pertama menyeringai. "Kita bisa selesaikan ini dengan cara yang mudah. Serahkan anak itu, dan kita bisa menyelesaikan ini. Kau bisa pulang ke Portland."
"Atau sulit," temannya menambahkan lagi. "Terserah kau, pilihanmu, detektif."
Dia tidak melihat ada senjata api atau benda tajam apapun. Namun, mereka berdua dan Nash sendirian. Bahkan dengan tangan kosong sekalipun dia akan dijatuhkan dengan mudah.
Sudut matanya bergerak ke belakang mobil. Ethan ada di dalam sana dan semoga saja tidak mendengarkan percakapan ini. Lalu—sekali lagi—seakan mereka dapat membaca keadaan, kedua orang itu sadar kalau Ethan ada di dalam mobil.
Ketika salah satu dari mereka berlari mendekat, Nash sigap mendorongnya hingga orang itu jatuh terjerembab. Lalu bergegas kembali ke mobil dan menyalakan mesin.
"Apa yang terjadi?" tanya Ethan, dia bisa merasakan kepanikan Nash. Namun, pria itu tak menjawab apapun melainkan langsung menginjak gas, membuat mobil melaju di kecepatan 80 km/jam, dan masih terus bertambah.
Tangan dan rahangnya menegang. Adrenalinya berdesir secepat darahnya. Di sekitarnya masih hutan, sama sekali tidak terlihat akan ada kota di depan sana.
"Apa yang sebenarnya terjadi?!" Ethan mulai berteriak ketakutan.
"Kurasa akhirnya aku tahu kenapa kau bisa ada di Portland, Nak," jawab Nash sembari terus memperhatikan dari belakang. Sedan hitam itu semakin mendekat. Malibu ini sama sekali tidak membantu! Nash memaki dalam hatinya.
Ethan menoleh ke luar jendela dan melihat sedan yang sama berhasil menyusul. "Uh ... Nash?"
Baru saja Nash membuka mulut, bantingan yang keras mengenai bagian bumper belakang. Mobil seketika berputar dan kehilangan kendali. Di antara teriakan Ethan dan suara rem yang berusaha menghentikan laju ban, Nash berusaha mendapatkan kembali kemudi.
"Bertahanlaaaaaaah!"
Nash bahkan tidak lagi mengetahui mana pedal gas dan rem, dia hanya menginjak salah satu sampai mobil benar-benar berhenti, tetapi itu karena mereka menabrak pembatas jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Forest (A Mystery Novel)
Mystery / ThrillerSeorang remaja terbangun di sebuah bus kota Portland tanpa mengetahui atau mengingat apapun sebelumnya. Tak ada informasi tentang dirinya selain sebuah kertas yang menunjukkan alamat di Minneapolis. Nash, detektif yang baru saja diskorsing karena me...