Chapter 9

52 28 0
                                    

Setelah dua jam perjalanan, mereka akhirnya mencapai kota Billings. Sepertinya pick up hasil curian tersebut dapat bergerak lebih cepat daripada Malibu LS sitaan Orbit. Walau Nash butuh mengisi bahan bakar sebanyak empat kali, itupun harus memilih pom bensin yang tidak punya CCTV. Jadi begini rasanya hidup dalam bayang-bayang akan ditahan polisi. Dia detektif dalam status semi-aktif (baca: dihukum). Itu berarti segala tindakannya tidak berdasarkan aturan legal dan pengadilan akan menunggu jika dirinya ditemukan membuat pelanggaran. Itu yang Crane katakan saat memberinya skorsing kemarin.

Satu hal negatif lain dari S-10 tersebut adalah suspensinya agak kacau. Ethan hampir tak dapat menikmati istirahat siang karena guncangan yang terus-terusan terjadi. Belum lagi tak ada pendingin udara sehingga satu-satunya pilihan adalah menurunkan jendela mobil. Juga tak ada musik, karena radionya rusak.

"Aku bisa menyanyi kalau kau mau."

Nash benar-benar menyanyikan lagu milik band Creed, tetapi Ethan memintanya untuk berhenti setelah mencapai reff berkat suara sumbang tersebut. "Jangan tersinggung, Nash, tapi kau sungguh bisa bernyanyi?"

"Kami sering pergi ke tempat karaoke setelah menyelesaikan tugas-tugas kecil," ungkap Nash. "Mereka bilang suaraku bagus."

"Kukira polisi suka mabuk-mabuk untuk bersantai."

"Ya." Nash menyepakati. "Mungkin itu alasan mereka mengatakan aku bisa bernyanyi." Pria itu mengucapkannya sangat sendu, rasanya seperti baru saja mendapatkan kenyataan pahit. Walau setelah itu dia tertawa, dan akhirnya berkata dengan jujur kalau dia memang tidak bisa menyanyi.

"Apa kau bisa bernyanyi?"

"Entahlah." Ethan mengedikkan bahu. Nash sebenarnya ingin memancing anak itu untuk kembali mengingat sesuatu, tetapi jawaban tadi terlalu ambigu. "Aku haus."

"Jangan khawatir, kita bisa mampir di minimarket terdekat." Namun, mereka tidak berhenti di minimarket pertama karena terlalu ramai. Kesabarannya habis di minimarket keempat yang masih memiliki banyak pelanggan, memaksa Nash akhirnya singgah, tetapi ketika kembali dengan beberapa botol minum dia malah menemukan Ethan sudah tertidur.

Nash tidak berniat untuk membangunkannya kali ini. Karena sama seperti kemarin, Billings kurang lebih sama macetnya. Dia hanya bisa fokus pada jalanan, tetapi pada akhirnya dapat meninggalkan Montana setelah pukul dua siang.

Remaja itu bangun sekitar 1 mil setelah masuk di North Dakota. Namun, kali ini dia memulainya dengan hentakan yang keras. Ethan berteriak begitu saja dan cukup membuat Nash buru-buru menginjak rem.

"Ada apa?!"

Ethan tak berhenti berteriak, bahkan dia mulai menangis dengan napas memburu. Nash sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada anak itu selain berusaha membuatnya untuk tenang. "Kendalikan dirimu, Ethan. Atur napasmu. Tarik ...."

Anak itu coba untuk mengikuti. Tiga detik kemudian, "buang ...."

Nash terus melakukannya sampai tangisan Ethan mulai mereda. Kemudian memberinya satu air mineral yang tidak lagi dingin. "Apa yang terjadi?"

"Aku ... aku bermimpi lagi," jawab Ethan sesenggukan.

"Dua orang itu?" tanya Nash, dan Ethan menggeleng.

"Aku tidak tahu. Aku berbaring di sebuah ranjang, kedua tangan dan kakiku diikat. Aku meronta, berusaha melepaskan diri, tetapi tidak bisa. Kemudian ada yang masuk dan ...." Ethan tak melanjutkannya. Dia memeluk Nash saat merasa akan menangis lagi. Pria itu juga menyuruhnya untuk berhenti.

"Tidak apa-apa. Itu hanya mimpi."

"Tapi rasanya sangat nyata! Seperti tadi pagi! Sepertinya ini ingatanku!" Sebenarnya Nash sudah memikirkan itu tepat sebelum Ethan mengatakannya. Namun, terikat di sebuah kasur, apa-apaan itu?

Pada akhirnya mereka tidak melanjutkan perjalanan. Mereka singgah di rest area dan meminta Ethan untuk kembali beristirahat. "Bersihkan tubuhmu. Kita bisa melanjutkan perjalanan ini setelah kau sudah baikan."

Awalnya Ethan menolak. Dia memprotes dan mengatakan kalau ingin segera mencapai Minneapolis sebelum gelap. Remaja itu berubah menjadi anak kecil tujuh tahun yang merengek ingin pulang. Lebih tepatnya ketakutan. Satu-satunya yang bisa Nash lakukan adalah meyakinkannya.

"Percaya padaku, kau akan baik-baik saja."

Di sana lah mereka. Sebenarnya Nash agak ragu dapat memasuki rest area tanpa menimbulkan kecurigaan, tetapi tempat itu bahkan lebih sepi daripada pantai di musim dingin. Pemiliknya tak akan mengetahui kalau ada mobil curian yang tengah terparkir di halamannya.

Ethan selesai mandi sementara giliran Nash tiba, tetapi anak itu kemudian melanjutkan penjelasan mimpinya yang tadi belum selesai. "Ruangannya sangat luas, dan dindingnya putih. Kemudian orang-orang itu masuk lewat pintu besi, aku tidak tahu ada berapa. Mereka menggunakan seragam hijau, masker, dan penutup rambut. Jadi aku tidak tahu apakah mereka sedang tersenyum, atau mungkin marah."

Di dalam kamar mandi, Nash benar-benar memikirkan soal mimpi Ethan tersebut. Mengingat dengan benar-benar detail pastinya membuktikan kalau itu memang sebuah ingatan. Seragam hijau dengan masker dan penutup rambut, baginya kedengaran seperti para dokter di rumah sakit, dinding putih juga terdengar meyakinkan. Hanya saja ada pintu besi, belum lagi terikat di sebuah kasur.

Barulah saat bercermin, sesuatu tiba-tiba saja terlintas di benaknya. "Rumah sakit jiwa."

Kalau begitu, apakah Ethan adalah pasien rumah sakit jiwa yang melarikan diri? Alasan yang sangat masuk akal untuk remaja 18 tahun yang kehilangan ingatan. Mungkinkah alamat di saku jaketnya bukanlah rumah, melainkan rumah sakit jiwa tempatnya dirawat?

Namun, Ethan tidaklah nampak seperti orang dengan penyakit mental. Selama seharian kemarin Nash merasa anak itu sangat normal. Selain ketakutan dan panik karena tiba-tiba saja terbangun di sebuah bus, tak ada hal aneh yang terjadi.

Lalu bagaimana dengan kedua orang yang menghentikannya? Apakah mereka dokter atau pegawai di rumah sakit jiwa? Itu bisa saja, tetapi saat itu keduanya berusaha membunuh Nash dan Ethan. Ataukah mereka memang orang-orang di pasar gelap? Tetapi mengincar Ethan yang adalah pasien pelarian?

Bukannya menjadi segar, Nash justru keluar dari sana dengan kepala yang ingin meledak.

Dia menemukan Ethan berdiri di belakang jendela, tanpa jelas tengah memperhatikan apapun di luar sana. Bajunya nampak lembab, entah karena keringat atau tubuhnya yang tidak benar-benar kering setelah mandi.

"Menurutmu mengapa ada manusia yang baik dan buruk?" ucap Ethan tiba-tiba.

"Ada apa?"

"Iblis ditakdirkan untuk berbuat kejahatan, dan malaikat diciptakan untuk terus bersikap baik, tetapi mereka bahagia dengan kehidupan masing-masing. Sementara manusia punya pilihan untuk melakukan keduanya, tetapi hidup mereka tetap saja dibuat sulit."

Nash sama sekali tidak mengerti, tetapi pria itu mencoba. Ethan masih terus menatap ke luar saat dia kembali berbicara. "Apa mungkin ... kalau kita hanya memilih untuk hidup sebagai salah satunya, semuanya akan menjadi mudah?"

"Menjadi baik atau buruk?" Nash menggaruk tengkuknya. "Yah, menurutku, sebaik apapun manusia, mereka tidak akan mampu melampaui malaikat, dan seburuk apapun manusia tidak akan mampu melampaui iblis."

Pria itu hanya coba untuk mengikuti, walau dirinya tidak benar-benar paham apa yang sebenarnya Ethan ingin sampaikan. "Manusia dapat sangat jahat, tetapi mereka akan menjadi baik. Begitupun sebaliknya. Hidup itu menarik, karena penuh dengan kontradiksi."

Nampak dari pantulan yang sama Ethan menyunggingkan senyum. "Bisa kita melanjutkan perjalanan sekarang?"

"Tidak ingin istirahat dulu di sini?"

Dia menggeleng. "Kalau bisa, aku tidak ingin tidur lagi. Aku tidak mau memimpikan apapun lagi." Ethan mendesau. "Kemarin aku sangat senang saat mengingat sesuatu, tapi sekarang ... aku hanya berharap dapat melupakan segalanya."

Black Forest (A Mystery Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang