Tahun ajaran baru telah dimulai beberapa minggu lalu. Ethan kembali sekelas dengan Shaenette. Ia bingung harus senang atau kesal. Di satu sisi ia tahu dirinya tak bisa mengalahkan perempuan itu, di sisi lain, ia senang karena bisa lebih mudah meminta bantuannya.
Ethan memilih bangku di belakang Shaenette, dengan teman baiknya–Max–di bangku sebelahnya. Sementara Shaenette dengan Najzellya.
Sekarang sedang pelajaran prakarya bersama Ms. Anneth. Hanya saja, guru itu sedang berkeliling mengecek setiap kelompok mengerjakan project masing-masing.
Ethan dan Shaenette ditempatkan di kelompok yang berbeda. Kelompok Shaenette sudah selesai minggu lalu, sementara kelompok Ethan belum. Pemuda itu sedang duduk di meja, menyandar pada tembok sembari mengerjakan project kelompoknya.
Shaenette mendudukkan dirinya di meja di sebelah Ethan, "Aku kira kita tidak akan sekelas lagi."
Ethan yang tengah sibuk mengelem entah apa itu mendongak, mengedikkan bahunya. "Aku juga tidak tahu kenapa kita sekelas lagi."
Pandangan perempuan itu terus terpaku pada mahakarya Ethan. Terlihat lelaki itu sedang mengelem beberapa tusuk sate secara horizontal, membuat bentuk spiral.
Shaenette memandangi mahakarya di tangan Ethan dengan berbinar, terpukau degan bakat yang dimilikinya. Juga dedikasi sang lelaki sampai tusuk sate saja bisa dibuat sangat cantik olehnya.
"Apa lihat-lihat?"
Shaenette sedikit terkejut dengan perkataan pemuda di hadapannya, tapi tak mengalihkan pandangannya. "Keren. Tapi ini mau untuk apa?"
"Ini?"
"Iyalah, apalagi. I'm talking to you and that thing on your hand is the only thing you're working on at the moment." Ethan terkekeh mendengar respon Shaenette.
"Rencananya ini mau berkonsep seperti lampion. Teman-temanku yang lain sedang membuat kotak untuk meletakkannya. Nanti ini dimasukkan dalam kotak yang mereka buat bersama lampu-lampu kecil."
Shaenette hanya menganggukkan kepalanya, takjub dengan ide-ide Ethan. Lelaki itu hanya melanjutkan pekerjaannya, namun sekarang dengan Shaenette yang dengan antusias memandangi setiap pergerakannya.
"Shaenette?"
Shaenette menolehkan kepalanya ketika Mr. Billy, sang wakil kepala sekolah memanggilnya. "Ada apa, Mr. Billy?" Tanya Shaenette sambil menghampirinya.
"Saya pinjam Shaenette sebentar ya, Ms. Anneth." Mr. Billy meminta izin kepada guru yang tengah berkeliling kelasnya itu.
"Silahkan, Mr. Billy." Ms. Anneth tersenyum, mengizinkan perempuan itu untuk berbicara pada Mr. Billy.
"Jadi begini, Shaenette," Mr. Billy memulai percakapan kita di koridor. "Sekolah tetangga sedang mengadakan olimpiade IPA, kami berharap kamu bersedia untuk mewakili sekolah."
Shaenette tersenyum, "Tentu saja saya bersedia."
"Kami sebenarnya membutuhkan satu orang lagi, apa kamu ada rekomendasi?"
"Ada." Shaenette membuka jendela di sebelahnya yang langsung memperlihatkan Ethan yang sedang berkutat dengan lem. Ia memasukkan kepalanya, menghadap lelaki itu.
"Ethan, apa kamu mau ikut olimpiade IPA?"
Lelaki itu berhenti sejenak dengan lemnya, beralih mengarahkan kepalanya ke jendela di sampingnya, menghadap Mr. Billy.
"Boleh saja. Kapan?"
"Dua minggu lagi. Masih ada cukup waktu untuk mempersiapkan diri. Kamu bersedia, kan? Siapa namamu?"
"Tentu saya bersedia. Nama saya Ethan. Kelas 8A."
"Baiklah, Ethan. Terimakasih sudah bersedia. Nanti formulir pendaftaran dan kisi-kisinya akan saya teruskan melalui Shaenette. Shaenette, jangan lupa teruskan informasi ke Ethan, ya."
"Baik, Mr. Billy."
"Kamu boleh masuk ke dalam lagi. Terimakasih, Ms. Anneth."
"Sama-sama Mr. Billy."
Shaenette memasuki kelas, segera mendudukkan dirinya di meja sebelah Ethan, "Kita akan mengikuti olimpiade! Nanti pulang sekolah belajar bersama, ya!"
Ethan terkekeh, "Kamu semangat sekali. Baiklah, nanti aku video call. Mau jam berapa? Tidak mungkin kita sampai di rumah pada waktu yang sama, 'kan? Lagipula, aku mau makan dan bersantai dulu."
"Jam 4?"
"Oke, deal. Aku telepon jam 4 ya." Shaenette tersenyum dengan respon kawannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Sore hari memang lebih cocok untuk bersantai dan mengobrol, bukannya malah serius belajar. Shaenette mengingatkan Ethan mengenai janji mereka sore itu. Karena lelaki itu tak kunjung menjawab, akhirnya Shaenette yang menelepon.
"Kamu ini! Kalau misal tidak aku ingatkan, kamu akan lupa, 'kan?" Shaenette marah-marah di seberang sana saat melihat wajah bangun tidur Ethan.
Lelaki itu dengan malasnya menjawab, "Aku sangat malas, kamu tahu?"
"Ayolah, Ethan. Jarang-jarang kita mendapat kesempatan seperti ini"
"Baiklah, baiklah."
"Cuci dulu wajahmu."
"Tidak usah." Ethan berjalan menuju meja belajarnya. Kekacauan di atas meja itu sudah ia bersihkan beberapa waktu lalu.
"Aku share screen kisi-kisinya, ya."
Ethan mulai membaca kisi-kisi tersebut dari layar ponselnya, lalu mulai mengeluh. "Apa-apaan, apa maksud 'pelajari sikap ilmuwan'? Mereka mau kita meneliti peneliti atau bagaimana?"
Shaenette di seberang sana juga ikut meluapkan kekesalannya, "Ini nomor 32 juga. Aku sudah coba mencari materinya tidak ketemu."
"Apa nomor 32?""Tata letak DNA. Sangat vague. Mau belajar bagaimana, coba?"
Ethan terkekeh pelan, "Mungkin mereka mau kita belajar semua yang berkaitan dengan DNA. Positive thinking saja."
"Topik DNA 'kan panjang sekali. Aku sama sekali tidak minat mempelajari itu semua hanya untuk satu nomor soal."
Shaenette yang sedang meluapkan kekesalannya itu entah bagaimana membuat Ethan tertawa terbahak-bahak, membuat sang perempuan semakin kesal.
"Dih, malah ketawa." Tawa Ethan semakin kuat.
"ETHAN LEE!" Eloise membuka paksa pintu kamarnya. "BERISIK SEKALI KAMU!" Sang kakak rupanya terganggu dengan suara tawa Ethan.
"Sekali lagi kamu berisik, aku ambil ponselmu! Tidak ada bermain ponsel selama sebulan!" Lalu Eloise membanting pintu kamarnya.
"Astaga! Tadi itu apa?! Ethan, kamu tidak apa-apa?"
"Hanya kakakku. Aku tidak apa-apa, tenang saja. Khawatir sekali.""Mau ke pantai saja? Supaya tidak mengganggu kakakmu?"
Ethan tersenyum simpul, "Tidak usah."
Shaenette mengangkat sebelah alisnya, "Yakin?""Tentu tidak. Ayo."
Keduanya tertawa, lalu menutup telepon. Interaksi mereka sore itu diakhiri dengan rokok dan pemandangan matahari tenggelam di hadapan mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
de nouveau
FanfictionAku tahu aku tidak seharusnya jatuh hati kepadamu. I'm sorry, but I can't help myself. Shaenette & Ethan Lee Fan fiction