Salju turun tepat di wajah ku dan aku menjilatnya. Rasanya tepat seperti es serut pelangi yang diberikan kamu kemarin sore. Namun, aku bingung kenapa di dalam rumah-ku bisa turun salju. Kamu selalu keluar sore-sore hari dan juga kadang-kadang siang hari. Aku bingung kenapa ada orang sepertimu yang mau-maunya buang-buang langkah padahal dirumah ada sofa dan kasur yang tidak berguna. Tapi, tak apalah, kamu selalu pulang membawa jelly-peanut sandwich, teh susu dan kucing belang mu yang tetap kau beri nama Kucing.
Jubah mu selalu bau hujan dan sepatu bot-mu seperti ditelusupi makhluk-makhluk berbau tak dikenal. Dan kucing-mu akan menjilat-jilat diatas jubah yang sekadar kau lempar dan lupa kau cuci. Rumah ini higienis, kataku. Sekali-kali jangan mencuci baju dan tidur dan makan jelly-peanut sandwich, cobalah berjalan-jalan. Ujarmu dan kamu akan masuk ke dalam bak mandi dengan penuh air hangat. Seolah-olah ikan koi akan melahap mu dan kamu hidup di dalam perutnya.
Manisan basi akan menemani jasadmu yang berendam dan kamu bilang itu belum kadaluwarsa. Dan bak mandi itu hanya jadi sekadar selingan hidupmu yang memusingkan. Dan tembok-tembok disana seperti menatapmu dan bilang hidup ini tidak benar. Memang ada yang hidup benar-benar? Atau, memang ada yang benar-benar hidup? Dan aku yang hanya menonton TV dengan memakan acar yang kau beli sewaktu-waktu di Swalayan.
Aku bilang hidup lama, tapi mati lebih lama. Yang tersisa hanya suara uap mengepul di kamar mandi, dan kucing-mu keluar dari balik jubah lepek. Bulu-bulu nya berdiri dan perutnya berbunyi. Mungkin, ia kelaparan dan mau makan acarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled
FantasíaAku lupa memberi judul karena kipas angin menepuk bahuku. sc cover ― https://id.pinterest.com/pin/797770521517980387/