01. Akhir Baginya, Awal Bagiku.

207 22 2
                                    

🌖

Bulan purnama malam ini terang. Cukup terang hingga aku bisa melupakan masalahku barang sejenak saja. Perasaan lelah yang kualami hari ini berkurang banyak. Aku berhenti mengayuh sepedaku saat berada di jalan menurun disamping pagar pembatas tebing yang langsung menuju tepat kearah laut. Menikmati angin malam diiringi suara sepedaku yang melaju tanpa dikayuh entah mengapa terdengar sangat menyenangkan.

"Aku tidak ingin pulang dulu." Gumamku pelan saat aku menahan kayuh sepedaku dengan satu kaki.

Kuputuskan untuk istirahat sejenak, kuparkirkan sepeda bersandar tepat di pembatas tebing setelah aku tak lupa menurunkan ransel berat yang sedari tadi mengganggu bahuku. Duduk di pinggir tebing ini mungkin tak terlalu buruk, toh ada jarak hampir 3 meter baru aku bisa jatuh langsung ke laut. Aku cukup merinding saat membayangkannya. Well, aku tidak bisa berenang, bahkan saat masuk ke air dalam saja sudah membuat jantungku berdegup kencang 2 kali lebih cepat dari biasanya.

Masalah hari ini cukup berat. Kuliahku sudah hampir memasuki semester baru. Artinya aku harus segera membayar biaya yang cukup besar untuk bisa melanjutkan masa belajarku. Belum lagi biaya pengobatan nenek dirumah sakit, biayanya juga tak kalah besar. Sedangkan pelanggan di toko bungaku hampir tidak ada. Hari ini hanya terjual 5 potong bunga carnation dan 10 potong Krisan putih. Tidak ada sepotong mawarpun yang terjual, begitu juga dengan bunga lainnya.

"Kuharap besok hari Valentine." Desahku. Hari Valentine merupakan hari paling sibuk di toko. Aku bahkan harus menyiapkan stok mawar merah 3 kali lipat. Pendapatanku pun bukan main, pasti sangat besar. Aku terisak pelan seraya menundukan kepala dan merasakan angin bulan november yang hampir musim dingin ini merayap pelan di tengkuk ku.

'Haaa~'

Kuangkat kepalaku dalam sekejap, suara barusan menghentikan acara 'menangisi hidup'-ku. Dari mana suara itu berasal? Sedangkan aku terduduk seorang diri disini. Kuperhatikan kanan dan kiri jalan turunan dibelakangku. Nihil, tak ada siapa-siapa. Aku lantas memeriksa ponsel di dalam tas ransel ku, namun sama, tidak ada suara yang muncul dari benda persegi panjang ini. Aku menghela nafas sebelum meletakan ponselku ke tempat semula.

"Apa hanya perasaanku saja ya?" Kugaruk tengkukku yang sebenarnya tak gatal. Kuseka sisa air di mataku dan kuputuskan untuk pulang. Mungkin aku terlalu lelah sehingga mendengar hal-hal aneh seperti tadi.

Tepat setelah aku bangkit, suara itu muncul lagi, kali ini lebih jelas. Suara itu tampaknya berada jauh dariku. Aku menerka-nerka dari mana ia berasal. Dengan sedikit rasa berani, aku maju dua langkah kedepan, memeriksa tebing yang kelewat tinggi ini. Aneh, suaranya berasal dari sana, atau bahkan mungkin berasal dari laut.

'Turunlah~ aku bisa menghapus rasa patah hatimu~'

Aku terkejut untuk beberapa saat. Suara itu muncul dari seseorang yang sedang benerang ditengah gempuran ombak laut malam. Aku tidak melihat adanya bayangan kaki, mungkin airnya sangat dalam.

'Haa~~'

Dia kembali bersenandung, suara yang sama persis dengan yang kudengar sebelumnya. Entah mengapa suara itu seperti menenangkan ku. Kakiku bahkan melemas. Anehnya aku berharap ia mengeluarkan suara itu lagi.

Seseorang itu menaikan tangan kirinya. Seolah ingin menggapai ku untuk menemuinya. Tepat saat tangan itu naik, segerombolan angin harum menerpa wajahku dari bawah. Aromanya bagaikan mawar Mister Lincoln, jenis bunga mawar favoritku.

Nafasku kian melambat. Aku berusaha menyeimbangkan badan agar tidak jatuh ke bawah. Namun usahaku sia-sia. Lututku yang lemas tak kuasa menahan bobot badanku. Aku terhuyung kedepan. Tubuhku jatuh melewati dinding jurang yang kelewat kokoh itu. Kutatap ke arah bawah, seseorang itu tersenyum saat aku semakin dekat ke arahnya.

Under the Ocean Waves [BinHao]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang