PROLOGUE-- Butterfly Effect

3.6K 103 3
                                    

Melbourne 2019

Suara hujan begitu berisik malam itu, Agatha masih terjebak di salah satu bar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suara hujan begitu berisik malam itu, Agatha masih terjebak di salah satu bar. Saat ini sudah menunjukkan pukul 11 malam waktu Malbourne tapi, Agatha tetap tak bisa pulang ke apartemennya karena dua hal.

Satu kenapa ia harus pergi bersama Nora sahabatnya, yang terlihat asik berbincang dengan pria yang baru ia kenali beberapa jam yang lalu. Dan kedua, karena Agatha tak bisa pulang dengan memesan taksi sedangkan di luar saja hujan.

Matanya hanya menatap pada ubin bar yang begitu cantik dalam motif bunga- bunga. Seharusnya agatha merayakan pergantian tahun menuju 2020, yang tinggal beberapa menit lagi dengan berdiam di rumah saja. Sehingga, dirinya tak akan marasa seperti orang bodoh! Dengan segelas orange jus yang tak lagi terisa di dalam gelasnya.

Ia mungkin bukan wanita cantik dengan penampilan fasionabel seperti Nora. Pakaianya juga hanya mengunakan kemeja dengan satu kancing yang terbuka, dan celana jins berwarna biru tua yang memudar. Agatha juga punya rambut yang bergelombang sebahu, dengan jepitan kupu- kupu emas selalu menjadi andalan untuk menyanggah poni yang tak jatuh mengenai wajahnya.

"Nora, ayo pulang saja." Agatha mencoba memanggil Nora.

"Temanmu?" Bukanya Nora yang menjawab ucapan Agatha tapi, pria yang menjadi teman berbicara Nora malah ngajukan pertanyaan.

"Yeah dia teman SMAku." Nora menjawab pertanyaan pria itu.

"Kupikir pembantumu, maaf aku tak bermaksud... Tapi penampilannya sangat aneh," ujarnya dengan sombong membuka suaranya dengan keji dan mengatakan perkataan yang benar- benar membuat agatha merasakan sakit hati.

Belum sempat ia mendengar jawaban Nora, Agatha telah lebih dulu berdiri mengambil tasnya dan berlari menuju pintu keluar menembus hujan yang masih sangat lebat. Menurutnya, akhir tahun ini sangatlah memalukan. Tak ada yang bisa melihat orang lain secara tulus kecuali dengan adanya materi.

Menangis di derasnya hujan adalah trick terhindar dari hal yang memalukan. Salah satunya kau tak tak akan jadi pusat perhatian dan air matamu tak akan terlihat jatuh, dan tak perlu menghapusnya dengan tanganmu.

Satu hal yang terjadi. Agatha tak tau ia berjalan kemana. Ia hanya terus berjalan sambil memangis tapi ia tak tau sedang berada dimana, jalan semakin sepi dan hujan mulai reda. Rasa takut tiba- tiba saja menyelinap di dalam pikirannya membuat seluruh tubuhnya juga ikut merasa ketakutan.

Bagaimana jika ada yang menculiknya? Tapi, itu tak mungkin ia tak punya uang.

Bagaimana jika ada yang menuduhnya pembunuh? Tapi, itu juga tak mungkin! membunuh semut saja agatha berpikir ribuan kali.

Banyak sekali pertanyaan yang tak masuk akal berputar di kepala kecil Agatha. Tapi satu kemungkinan saja yang ia takuti, dirinya di perkosa dan dibunuh dengan kejam hanya itu saja yang membuat Agatha merasa takut sampai ia harus menambah kecepataan jalanya.

Semak- semak terlihat bergerak dan mencurigakan. Agatha yang melihat hal itu bukanya lari tapi malah mendekati, ia sangat penasaran dengan apa yang dibalik semak- semak itu. Kakinya melangkah dengan penuh waspada hingga dengan keberanian yang hanya setipis tisu Agatha melihat apa yang ada di balik semak- semak.

Matanya membesar saat melihat pria terbaring dengan lumuran darah di bagian punggungnya. Pria itu tampak terpejam membuat Agatha takut mendekati yang ia pikir mungkin saja pria itu telah mati. Akan tetapi agatha tak bisa meninggalkannya, hal itu hanya akan membuat dirinya merasakan kasihan, lalu pilihan yang Agatha lakukan berjongkok dan menelan salivanya. Tangannya berusaha untuk menyentuh tubuh pria itu, tetapi ia tahan kembali.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Agatha dengan suara yang pelan ia hanya ingin tau apa pria di depanya merespon atau tidak.

Mata itu terbuka. Agatha sampai jatuh terduduk dari posisi jongkoknya mungkin reaksinya berlebihan tapi ia segera kembali mengatur pernapasannya.

"Siapa kau?" Drake menatap tajam pada wanita lugu di depannya.

"Agatha." Bibir Agatha dengan lugu memberitahu namanya.

"Hmm, nama yang jelek." jawab Drake kembali memejamkan matanya.

"Bahkan dalam keadaan terluka saja dia masih menghina namaku!" monolog Agatha dalam hatinya.

"Bahumu terluka," ujar Agatha dengan cepat membuka syal yang terikat di tasnya mencoba untuk mengikat bahu pria yang baru saja menghina namanya.

"Pergilah, kau akan berbahaya jika terus berada di sini."

"Bahaya apa? Nyawamu lebih bahaya! Lukamu terlihat besar," jawab Agatha tanpa rasa takut, ia tak perduli seberapa bahaya yang di katakan pria yang berada di hadapannya ini.

"Aku bilang pergi! Atau kau selamanya tak akan bisa pergi dari hidupku," imbuh Drake dengan mata yang menatap tajam ke arah wanita lugu yang memiliki mata yang besar.

"Baiklah," jawab Agatha kembali berdiri sebelum ia melangkah pergi, Agatha melepaskan jepitan kupu- kupu besi kesayangannya tanpa merasa ragu- Agatha memberikannya kepada pria itu.

"Dia akan menemanimu."

Agatha yang langsung berlari kecil meninggalkan Drake. Drake hanya menatap pada cepitan kupu- kupu besi yang terlihat berkilau di permukaan tangannya.

"Aku tidak akan melepaskan dirimu Agatha," monolog Drake dalam hatinya.

*******

𝐃𝐀𝐍𝐆𝐄𝐑𝐎𝐔𝐒𝐋𝐘 (𝐄𝐱𝐩𝐥𝐢𝐜𝐢𝐭) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang