Rubah Kecil

28 3 4
                                    

"Haruskah aku mengutuk tempat ini yang sangat tidak memperhatikan para pelanggannya?"

Untuk yang ke sekian kalinya, gadis muda berambut panjang hitam itu menghela napas panjang. "Aku sangat lapar, aku bisa pingsan jika harus menahannya lebih lama." Ia menggerutu sambil memegang perutnya yang sejak tadi sudah keroncongan.

"Nona Seymour, bagaimana kalau kita makan di tempat lain saja, hem?"Gadis yang dipanggil Nona Seymour itu cemberut, pertanda bahwa ia tak ingin makan di tempat lain apa pun yang terjadi. Membuat pengawal pribadinya hanya bisa menghela napas berat.

"Di sini cukup ramai, Nona. Jadi pesanan Anda tidak akan datang secepat kilat."

"Kau menyebalkan sekali, Larry," gerutu gadis bernama lengkap Sera Seymour itu. "Aku ingin makan di sini. Jadi, sebaiknya kau pergi ke dapur dan katakan pada siapa pun di sana makananku harus sudah siap dalam waktu 10 menit. Jika tidak, maka besok restaurant ini akan menjadi gudang terbengkelai atau bahkan rumah hantu!" ancamnya.

Larry melirik ke sekelilingnya, tempat itu memang cukup ramai dan itu membuatnya cemas jika harus meninggalkan sang Nona muda. "Cepat pergi ke dapur dan datangkan makananku atau_"

"Baik, Nona Seymour." Akhirnya Larry mengangguk pasrah. "Tapi ingat! Jangan beranjak dari tempat ini, oke?"

Sera hanya menggumam malas. Setelah Larry pergi, ia memaang earphone dan memutar musik dengan volume yang cukup tinggi, membuatnya tidak bisa mendengar keramaian yang ada di sekitar. Memang inilah tujuannya, ia ingin berada di tempat yang ramai tapi tetap tenang.

Hingga tiba-tiba, seluruh lampu di tempat itu mati. Semua terkejut dan mulai terjadi keributan. Para pelayan mencoba menenangkan situasi dan meyakinkan bahwa itu takkan berlangsung lama.

Sera hanya bisa mematung di tempatnya, bahkan ia tidak bisa berkedip. Hingga tiba-tiba, seseorang menyalakan korek api di sisinya yang membuat Sera langsung lemas bahkan tak bisa bernapas, seluruh tubunya gemetar. Keringat mengucur deras dari keningnya bahkan telapak tangannya dingin seperti es.

"Api!"

"Api!"

"Bagaimana ini? Kenapa bisa mati lampu di saat orang sedang makan?"

"Ini sangat menganggu kenyamanan pelanggan, apakah restaurant ini baru dan tidak punya tanggung jawab?"

Keluhan demi keluhan terlontar dari para pengunjung, tetapi Sera sama sekali tak mendengarnya. Ia seperti berada di tempat yang sangat sempit, gelap, dan menakutkan. Perlahan, Sera turun dari kursinya kemudian ia bersembunyi di bawah meja.

"William. Tolong aku!"


"Ini hanya kesalahan, sabar sebentar!"

"Mohon tenang semuanya! Tidak ada masalah yang serius!"Tak berselang lama, lampu kembali menyala sehingga setiap sudut di restaurant itu terang benderang. Pengunjung masih menggerutu karena insiden tadi mengganggu selera makan mereka.

Sementara Larry tampak bingung karena saat kembali ia tak mendapati Sera di kursinya. "Nona Seymour?" panggilnya dengan suara lantang, hingga menarik perhatian orang-orang di sana.

"Shit!" umpatnya. Ia langsung menghubungi seseorang dan memerintahkan agar melakukan pencarian. Tanpa ia sadari, Sera masih bersembunyi di bawah meja, ketakutan hingga ia merasa akan segera pingsan atau bahkan mati.

Musik masih berputar di earphone-nya, tetapi Sera juga tak bisa mendengar itu. Pandangannya mulai buram, ia hanya bisa memeluk lututnya hingga tiba-tiba seorang pria muncul di hadapannya.

"Kau baik-baik saja, Nona?"Sera mengamati gerakan bibir pria itu, ia tidak bisa mendengar suaranya tapi Sera tahu apa yang ditanyakan.

"Nona?" Pria itu mengulurkan tangannya pada Sera. "Ayo, keluarlah! Lampu sudah menyala."

Sera menatap tangan yang terulur untuknya dengan ragu. "Keluarlah! Semua baik-baik saja." Pria itu merayu dengan sangat lembut, bahkan sorot matanya juga begitu sayu.

"A ... pi?" cicit Sera.

"Tidak ada api, semua aman."
Mendengar pernyataan itu, entah kenapa Sera langsung percaya meskipun pemuda tampan di depannya adalah orang asing. Ia menerima uluran tangan pemuda itu yang kemudian menariknya keluar dari bawah meja.

"Minumlah!" Pemuda tampan itu memberikan sebotol air untuknya. Namun, tangan Sera gemetar sehingga ia tak bisa memegang botol itu dengan baik. Tanpa berkata apa-apa lagi, pria itu membantu Sera minum.

Seketika Sera merasa aman, perasaan hangat yang menyelimuti hatinya bahkan ia tersenyum tipis.

"Nona Seymour?"

Sera menoleh saat mendengar suara Larry. "Oh, Astaga! Kau dari mana saja, Sera?" Pria paruh baya itu tampak cemas sekaligus kesal pada Sera. "Kami mencarimu, kami sangat panik, Dear."

Alih-alih menanggapi apa yang Larry katakan, Sera justru tersenyum dan kembali menoleh untuk menyapa dewa penolongnya. Akan tetapi, pria itu hilang membuatnya bingung.

"Ke mana dia pergi?" Sera mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tapi sang dewa penolong tak ada.

"Nona Seymour, siapa yang kau cari?" tanya Larry.

"Pangeran," jawab Sera diiringi senyum sumringah bahkan kedua matany berbinar teranng. "Aku menemukan pangeranku."

Sera mengingat kembali bagaimana pria itu mengulurkan tangan. "Tangannya sangat hangat." Ia menggenggam tangannya sendiri. "Sorot matanya sangat lembut." Sera teringat bagaimana pemuda itu merayunya agar tidak takut, lalu memberinya minum air bahkan dibantu meminumnya. "Dia pangeranku, belahan jiwaku."

Apakah cinta pada pandanagn pertama itu ada? Mulanya Sera tidak percaya tapi sekarang ia percaya karena sudah merasakannya. "Aku jatuh cinta padanya."

Sementara itu, seorang sopir taksi dimarahi oleh pelanggan karena membuatnya menunggu lama. Bahkan, pelanggan itu mencaci maki seenak hati tapi sama sekali tidak ditanggapi oleh sang sopir. Ia hanya memasang wajah datar dengan sorot mata yang sangat tajam.

Setelah puas marah-marah tidak jelas hingga otot lehernya terlihat, pelanggan itu pergi begitu saja membuat sang sopir tersenyum kecut.

"Shawn?" Pria yang dipanggil Shawn itu langsung mendongak, ia mendapati pria bertubuh cungkiring berdiri di depannya sambil berkacak pinggang. "Apa ada masalah?" tanyanya.

"Dia memintaku mengambilkan barang di restaurant dan marah karena aku tidak langsung keluar," jawab Shawn cuek yang membuat teman cungkringnya itu mengernyit.

"Kau ini sopir taksi atau kurir pengiriman?"

Shawn mengedikkan bahu acuh. "Lain kali jangan lakukan jika itu bukan tugasmu, Shawn."

"Aku membutuhkan pelanggan itu untuk mendapatkan uang, Jason," sanggah Shawan dengan santai.

Jason sudah membuka mulut untuk memberikan nasihat pada Shawn yang menurutnya gila uang, Akan tetapi, ia mengurungkan niatnya mengingat Shawn sangat keras kepala. "Memangnya apa yang membuatmu tidak langsung keluar? Apa kamu masih berhenti makan?" goda Jason.

"Ada rubah kecil yang kehilangan induknya," jawab Shawn asal yang seketika membuat Jason tergelak, berpikir temannya itu hanya bercanda.

Shawn teringat kembali pada rubah yang kecil yang dia maksud, seorang gadis yang bersembunyi di bawah meja dan tampak sangat ketakutan.Meski awalnya Shawn tak ingin peduli karena itu bukan urusannya, tetapi entah kenapa hati dan pikirannya seolah berteriak dan menuntut untuk membantu rubah gadis cilik itu.*****"Matanya besar, alisnya hitam, hidungnya mancung, bibirnya ... seksi."Sera senyum-senyum sendiri seraya menggambar wajah pria yang telah menolongnya saat di restaurant. Ketampnannya membuat Sera terpesona, bahkan sampai tidak bisa tidur karena terus terbayang dengan wajah bak dewa yunani itu."Aku harus menemukan pria itu apa pun caranya!"

Suami Bayaran Nona SeymourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang