Zahwa

4 2 0
                                    

"Esa!!"

"Sa!"

"Woiii"

Pada luasnya padang rerumputan, dua gadis tengah berlari saling berkejaran. sembur dari panas siang tak menampakkan lelah dari perangai mereka, ialah dua sejoli dari asrama putri yang tengah melaksanakan aksi kabur selepas berhasil menaiki tingginya gerbang asrama.

Berkat dari rimbunnya pepohonan mereka telah berhasil sempurna melarikan diri dari ketatnya pengawasan.

Mereka berlarian dengan tangan yang merentang bebas, terutama gadis terdepan dengan gamis hitamnya yang panjang menjuntai dengan hiasan pita pada bagian belakang perutnya.

"Sa!"

"RAESA!"

Dengan siul burung yang menjadi pengiring langkah kaki mereka, gadis bernama Raesa tersebut hanya menoleh sembari tersenyum tanpa berkata sepatah kata apapun.

"Esa!"

"Ya Rabbi.. anti congek?" Sedangkan temannya sibuk memanggil dengan kedua tangan yang tengah menyincing gamis abu gelap kepanjangan tersebut.

"Apasih Zahwa?? Nikmatin aja kali!"

"Anti gatau seberapa tegangnya ana kemarin?" lanjutnya.

"Huft.." sosok gadis bernama Raesa tersebut berjalan mundur selepas membalikkan badan pada Zahwa yang tertinggal dibelakang.

Sembari meraup perangainya, gadis yang dipanggil Zahwa oleh Raesa itupun menghela nafas sesaat sebelum ia berlari menyusul Raesa yang telah berada jauh didepan sana.

Sesaat selepas Zahwa menatap Raesa yang telah membalikkan badan kembali pada jalanan yang tertutup ilalang, zahwa berseru kencang sembari tertawa lepas.

"Ya Allah.."

"Uridu misoh idzan ma'a Esa"

"HAHAHAHAHAHAHA" merekapun saling pandang dengan tawa yang bebarengan.

Pada tawa yang masih menyala, sosok Raesa ambruk tanpa adanya aba. Demi memastikan rekan kaburnya baik-baik saja, Zahwa berlari lebih cepat dari pada sebelumnya dengan harap-harap cemas menuju Raesa yang kini tergeletak dengan mata yang terpejam.

"Sa!!!" Panggilnya berusaha memastikan.

"Raesaaa!!" Pada padang rerumputan Zahwa tengah tergopoh dengan mata awas hendak memeriksa.

Mungkin saja rekan kaburnya hanya berpura-pura sesat lalu terbangun dengan penuh gelak tawa.

Harapnya Zahwa seperti itu, skenario tersebutlah yang hanya terbayang dalam akal remajanya. Hingga pada siang yang semakin menyinsing, zahwa dapat memastikan bahwasannya kini Raesa benar-benar tak sadarkan diri.

Milihat kondisi Raesa dengan jarak pondok pesantren yang telah mereka tinggalkan jauh dibelakang sana, Zahwa menggeleng dengan deru nafas yang penuh dengan helaan.

Alisnya tertaut ketika tangannya berusaha untuk membangunkan Raesa dengan cara mengguncang beberapa kali tubuh Raesa sedikit lebih kencang daripada sebelumnya.

Beberapa kali ia mendekatkan telunjuk jari pada hidung Raesa, mencubit pipi Raesa hingga menggelitiki telapak kaki setelah ia melepas kedua alas kaki Raesa yang sebelumnya terpasang lekat.

"Raesa.." sekali lagi ia berusaha mengoyangkan bahu Raesa dengan harapan bahwa temannya akan terbangun.

Siang semakin berkuasa dengan kepak burung yang tengah hilir mudik untuk sesekali, masih dengan posisi yang sama ia berinisiatif untuk membopong temannya menuju pohon terdekat untuk berteduh sekalian mengamankan tubuh temannya tersebut selama ia mencari bala bantuan.

"Hah.."

"Apa ana bawa aja ya sampe jalanan sana?"

Dengan Raesa yang kini berada disampingnya, ia lelah dengan menyenderkan bahunya pada pohon yang tampak perkasa. Zahwa tengah menimang-nimang segala kemungkinan yang dapat ia pikirkan.

"Ck"

"Sial!"

Desiran angin mengayunkan beribu dedaunan rindang hingga yang telah berguguran, Menerpa perangai Zahwa yang tampak tengah berfikir untuk hendak berlari kembali menuju gedung asrama dengan segenap usaha yang bisa ia lakukan.

" ga mungkin sih.." ia kembali bersandar pada kokohnya pepohonan dengan daun rimbun sebagai tempat berteduh bagi siapapun yang tampak membutuhkan,-termasuk Zahwa dan juga Raesa saat ini.

"Apa kejalan raya aja ya?" Ia menengadah keatas dengan jemari kiri yang menghalau silau dari langit yang kuasa.

                                           *

"Serius ini engga ada orang samsek?" Keluh Zahwa yang pada akhirnya memutuskan untuk membopong Raesa menuju jalanan raya.

"Pak kebun kek, atau tukang cari kayu.."

"Terserah dehhh, pokoknya siapapun yang lewat tolonggg!!!!" Teriaknya pada lengang padang rerumputan.

Ia membopong Raesa menuju penanda jalan yang akan mengantarkan mereka pada jalanan raya walau ia terus-terusan terseok untuk kesekian kalinya. Ia mengoceh tanpa henti dengan tatapan awas memeriksa penanda jalan berikutnya.

Peluh tengah membanjiri dahi yang tak lama ia seka menggunakan lengan gamis ataupun hijab panjang yang ia kenakan untuk sesekali.

Ia menoleh pada hamparan luas kekanan lalu kekiri, menghela nafas untuk kemudian, tersenyum simpul ia sembari melanjutkan perjalanan sembari berteriak memanggil-manggil dengan harap terdapat seseorang yang akan menolongnya.

Tak terlalu berat bagi dirinya untuk membopong seorang Raesa yang hanya tinggi saja namun memiliki berat badan hampir nihil dalam kadar proporsi yang seharusnya.

Angin berhembus menyibak gamis dan juga jilbab yang tengah ia kenakan. Tak dapat dipungkiri bahwa semilir angin barusan telah memudarkan sebagian lelah yang ia rasakan.

Menoleh dirinya kearah Raesa yang kini tengah ia bopong, wajah pucat yang bilamana dilihat begitu menyesakkan dada. Bagaikan kekacuan telah lama berhasil menerobos masuk, berhasil menguasai seluruh denyut kehidupan gadis tersebut tanpa adanya pengampunan. Raesa adalah sosok yang begitu menyedihkan menurutnya.

"Ayo kita ke klinik" ucapnya pelan.

Pada hamparan luas yang tengah memperlihatkan berbagai macam jenis bunga dan juga pepohonan, Zahwa menghela nafas pelan.

Lebih dekat jika ia mau berbalik arah menuju gedung asrama dan mau mengakui kesalahan karena berani keluar asrama tanpa adanya keterangan izin yang tertulis dengan jelas.

Namun bukan ini yang ia janjikan pada Raesa beberapa hari yang lalu. Bilamana ia memang benar-benar harus kembali kedalam pondok pesantren, maka lebih baik ia pergi menuju jalanan raya terlebih dahulu, meminta pertolongan ataupun hanya sekedar meminjam telefon agar dirinya dapat tersambungkan dengan tante yang tengah berkerja sebagai dokter dalam klinik milik pondok pesantren.

Lebih baik begitu daripada harus kembali secara terang-terangan karena sudah sepastinya mereka akan mendapatkan hukuman yang akan memberatkan ia dan juga Raesa. Mungkin saja tantenya mau berkompromi dengan dirinya mengenai perihal siang hari ini.

Riana hunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang