CHAPTER 1

898 63 26
                                    

"Dad, please don't give me that face"

Anya berusaha menahan tangisnya saat Richard, ayahnya yang sangat berhati lembut itu tak mau melepaskan pelukannya di tubuh mungilnya. Meira, sang istri merangkul Richard berusaha menenangkan laki-laki itu.

"Mas, jangan sampe kamu nangis disini ya, malu tau diliatin orang", ucap Meira gemas saat Richard malah sesegukan berusaha menahan lengan anak bungsunya itu pergi.

"Kamu ga mau kuliah disini aja? Daddy janji ngebolehin kamu punya apartemen sendiri deh", bujuk Richard.

Anya tergelak. Masa daddy masih berusaha ngebujukin gue sedangkan pesawat gue ke Edinburgh 1 jam lagi boarding?

"Dad, aku udah 17 tahun lho"

"Belum"

"Ya okay, kurang dua bulan"

"Makanyaa", rengek Richard menahan koper anak gadisnya itu dengan wajah cemberut. Meski anak itu kerap kali nakal, tapi baginya Anya seperti oksigen yang harus ada didekatnya.

"Kamu terlalu kecil buat tinggal jauh sendirian sayaang"

Meira mengusap wajah lelah melihat kelakuan suaminya yang uring-uringan hanya karena anaknya pergi kuliah. Padahal biasanya dua orang itu juga berantem.

Dua laki-laki muda disampingnya hanya cekikikan tak jelas melihat kelakuan drama keluarga mereka. Alden dan Alfred, kakak kembar Anya.

Mereka kini berdiri dibelakang Meira, sang ibunda sambil melipat tangan didada. Sok angkuh padahal mereka juga sedih adik perempuan satu-satunya mereka akan tinggal jauh.

"Bocah tukang ribut itu akhirnya ga dirumah ya, fred", ucap Alden yang dihadiahi tatapan membunuh dari Anya.

"Lo pasti seneng kan ga harus rebutan okky jelly drink blackcurrant lagi sama gue?", sungut Anya.

Alden tertawa dan menjulurkan lidahnya meledek adik perempuan satu-satunya itu. Anya yang tak terima berkacak pinggang dan melemparkan kupluknya pada pria yang lebih tua 5 tahun darinya itu.

Nahasnya kupluk putih abu kesayangannya itu bukan mengenai Alden tapi Alfred. Alfred yang tadi hanya diam memasang wajah sebalnya pada Anya. Anya meringis memasang wajah bersalah.

"Mas, sorry, aku ga senga.."

Kupluk yang baru ia lempar itu mendarat kembali di jidatnya dengan sempurna. Anya mengusap jidatnya dengan wajah tersakiti. Ia bersiap menyumpahi Alfred sebelum akhirnya Meira bicara.

"Kalian jangan ribut disini, mau bunda jual hah?", ancam Meira dengan wajah kejam.

"Bunda, liat jidat aku sampe merah dilemparin Alfred!", sergah Anya tak terima. Ia makin kesal saat Alfred dengan leluasa mencibirnya dari belakang Meira.

"Sayang, daddy udah berkali-kali bilang panggil mereka Mas", nasehat Richard lembut.

Anya memberengut sebal namun tetap memperbaiki kalimatnya, "Mas Alfred nimpuk aku dad, liat deh", adunya sambil mengusap jidatnya yang hanya memerah sedikit pada Richard.

Richard melirik Alfred, "Mas, minta maaf sekarang", ucap Richard.

"Dad, dia yang nimpuk duluan lho"

"Mas Alfred!"

Alfred memutar bola mata malas. "Iyaa maaf yaa putri kecilnya ayah", balasnya dengan senyum dibuat-buat manis.

Alden menutup mulut menahan tawa sedangkan si penerima permintaan maaf mengerucutkan bibir sebal dan menggoyangkan lengan Richard meminta pertolongan.

"Mas, jangan jahil", ucap Richard.

"Lho apa sih Dad? Dia emang putri kecil ayah kan? Masa putra kecil, ya kan Len?", balas Alfred ngeyel.

NICOTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang