Tepat pukul setengah sebelas malam, Axel tiba di kontrakan kecil yang ia huni bersama dua temannya yang sudah menemaninya selama enam tahun terakhir. Kontrakan itu mereka pilih karena salah satu keluarga dekat Axel menawarkan kepada mereka. Meskipun kecil, rumah dengan tiga kamar itu sudah membuat mereka nyaman. Lengkap dengan dapur dengan westafel, dua kamar mandi, dan ruang tamu yang dilengkapi tv dan satu sofa panjang. Di sebelah dapur terdapat space kosong yang mereka jadikan meja makan. Di sebelah meja makan bagian sisi kanan terdapat satu kamar yakninya kamar Axel. Sementara dua kamar lainnya berada di sisi kiri sejajar dengan dapur. Bagian depan setelah pintu masuk terdapat ruang tamu dan sisi kanan ruang tamu terdapat dua kamar mandi.
Axel membuka pintu pelan, lampu ruang utama masih hidup artinya masih ada penghuni yang bangun sampai selarut ini. Tepat bagian pojok meja makan, laki-laki dengan headphone di telinganya masih asik berkutat dengan laptop. Disampingnya terdapat semacam modul yang cukup tebal.
Laki-laki itu mengangkat headphone sebelah kanan dan menoleh ke arah pintu masuk.
"Dari mana?" Tanya nya dengan nada datar.
"Tongkrongan" jawab Axel tanpa embel-embel. Kemudian ia masuk ke dalam kamar untuk meletakkan tas. Lanjut melangkah ke kamar mandi melakukan ritual bersih-bersih.
"Raehan mana?" Tanya laki-laki itu tak melihat satu temannya sedari ia pulang tadi.
"Tidur bentar katanya, rencana mau begadang nih nyelesaiin modul" Lingga memukul pelan buku modul di sampingnya. Sedari tadi ia mencoba memecahkan kasus yang ada di dalam modul itu, tak kunjung selesai. Bahkan ia sudah menghabiskan setengah harinya untuk menonton video Youtube. Tetap saja tidak sesuai untuk kasus yang ada.
Kadang disinilah posisi melelahkannya. Ketika logikanya tak kunjung sama dengan apa yang dimaksud soal.
"Nongkrong dimana?" Lingga lanjut bertanya. Disaat ia diharuskan untuk fokus mengotak atik sebuah kode yang kini sedang mengalami error.
"Biasa, tapi cuman gue, bang Jian sama Juan"
"Loh, Bang Sean?"
"Pusing katanya, sakit kepala"
Ditengah perbincangan mereka, knop pintu dari kamar tengah bergerak. Sosok laki-laki dengan rambut berantakan muncul di balik pintu.
"Morning sunshine" Axel melempar candaan. Tak lupa dengan tangan di angkat ke atas seolah menyapa Raehan yang baru saja bangun tidur.
Yang digoda tak menanggapi, ia lebih tertarik kepada pria rajin yang masih berkutat dengan permasalahan yang itu-itu saja.
"Bisa?"
"Kagak"
"Ah" tak perlu mencuci muka, laki-laki itu langsung duduk di depan Lingga. Dan membuka laptopnya bersiap memulai pertempuran panjang. Matanya belum terbuka sepenuhnya, tetapi jari-jarinya lihai menari di atas keyboard. Tak jarang ia mengomel karena ada sesuatu yang salah dan tidak tau penyelesaiannya.
"Eh, Xel. Gani gimana tanggapannya?" Tiba-tiba Lingga teringat sesuatu yang membuat pikirannya bercabang hingga tak dapat fokus mengerjakan tugas. Sedari tadi hanya hal itu yang ia pikirkan, namun ia butuh basa-basi untuk menanyakan ini kepada Axel.
"Ga ada tanggapan" Axel mencibir, ia kemudian mengambil remote tv untuk mengisi kekosongan.
"Udah di telfon?"
"Ga diangkat" balasnya sembari jarinya sibuk mencari channel yang tepat ditonton tengah malam begini.
"Susah sih kalau Gani, minta tolong ke Greesa aja. Nanti Greesa yang ngomong ke Gani, dijamin didengerin" Raehan ikut berpendapat ditengah kericuhan tugas-tugas yang minta untuk diselesaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi | BoysPlanet [ON GOING]
Short StoryPers dikekang, suara dibungkam. Lalu kemana lagi kami mengadu? Untuk Aswangga kami berkorban. Kembalikan hak kami Kembalikan suara kami Kembalikan teman-teman kami.