Time Travel

192 23 2
                                    

Pangeran Shi Hanren terbangun di ranjang hangat dalam posisi duduk dengan peluh menetes di sekujur tubuh. Mata menatap nyalang ke sekeliling ruangan, tubuhnya bergetar. Dalam beberapa saat, perlahan ketegangan di wajahnya mulai mengendur, seiring tarikan napasnya yang mulai teratur. Tempat yang familier, aroma yang sangat dirindukan selama beberapa tahun terakhir.

Kamarku? Apakah itu semua hanya mimpi?

Mengusap keringat yang menetes di pelipis dengan lengan hanfu sutra terbaik, Pangeran Hanren harus kembali terkesiap saat melihat tangan kecil di balik hanfu putih.

Sangat kecil dan rapuh.

Secepat kilat tangan tersebut menyingkap selimut tebal di pembaringan, sebelum dirinya meloncat cepat menuju meja rias di sudut ruangan. Bayangan seorang anak kecil bermata bulat menatap balik dirinya dari dalam cermin.

Tidak masuk akal!

Sang pangeran jatuh terduduk, jantung berdebar kencang.

Bagaimana ini bisa terjadi? Aku ingat dengan baik jika aku sudah mati dengan tubuh membusuk di gubuk tua tepi danau.

Mimpi? Tidak, aku sangat yakin aku tidak bermimpi. Bahkan rasa sakit akibat kematian perlahan itu masih bisa kurasakan.

Perasaan memiliki tubuh yang membusuk dari dalam ....

Tubuh pangeran bergidik, kepalanya menggeleng cepat seakan berusaha menghapus ingatan menyeramkan.

"Yang Mulia Permaisuri Han Tiba!"

Permaisuri Han? Ibu?

Menatap nanar ke pintu kamar. Menanti datangnya sebuah kejutan baru---ibunya masih hidup.

Kembali menoleh ke arah cermin, mengamatinya beberapa saat. Seharusnya wajah itu saat dia masih berusia 5--6 tahun, dan ibunya meninggal tepat di saat ulang tahunnya yang ke-6.

Jangan bilang hari ini ....

Pintu kayu terbuka dengan suara cukup keras, seorang wanita muda mengenakan hanfu putih bersulam emas melangkah anggun menuju ke arahnya dengan senyum di bibir yang berwarna merah cerah.

"Rupanya A-Ying sudah bangun." Suara merdu sejernih lonceng menyentuh indra pendengaran sang pangeran.

A-Ying ... entah sudah berapa lama dia tidak mendengar nama itu terucap dari orang-orang di sekitarnya.

Ya ... dia sendiri yang telah membuang nama Shi Ying dan menggantinya dengan nama Shi Hanren setelah kematian sang ibu demi melindungi dirinya dari serbuan bandit gunung. Untuk memberi waktu agar dia bisa bersembunyi, sang ibu nekad keluar dari kereta dan menghadapi para bandit yang sudah melumpuhkan para pengawal yang jumlahnya tak seberapa.

Salahkan Shi Ying yang berkeras untuk tidak membawa terlalu banyak pengawal dalam rombongan mereka. Salahkan sifat keras kepalanya yang tidak mau menerima saran raja untuk membawa pasukan elite kerajaan untuk mengawal rombongan mereka. Dan semua orang menyalahkannya atas semua yang terjadi kemudian.

Bisa dikatakan jika titik balik kehidupan Shi Ying adalah saat sang ibu dibunuh dan dilecehkan beramai-ramai di depan mata kepala.

Shi Ying kembali memejamkan mata, entah nyata atau hanya mimpi semata, bayangan tersebut terlalu menyakitkan.

"Ibunda." Pangeran kecil bangkit dan memberi hormat sesuai peraturan kerajaan.

Senyum tipis mempesona terukir di wajah permaisuri. Tangannya terentang lebar, mengundang sang buah hati masuk ke dalam pelukan.

Tanpa menunggu lama, pangeran kecil menghambur ke dekapan hangat sang ibu yang langsung mengelus punggungnya perlahan. Membenamkan diri ke tempat paling nyaman dan hangat.

ADONISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang