1

122 12 1
                                    

Hujan disertai badai tidak membuat gentar seorang pria berdiri menghadap tumpukan mayat yang tergeletak dimana-mana.

Tubuhnya yang penuh darah dan luka memegang sebilah pedang. Pria tersebut berjalan lunglai tak tentu arah. Dendam. Raga dan jiwanya dipenuhi dendam. Permaisurinya dipenggal didepan mata kepalanya sendiri.

Membuatnya gelap mata dan tanpa perasaan menghabisi orang yang telah membunuh istrinya. Dirinya yang setengah dewa menggunakan seluruh kekuatannya sampai hilang akal bahkan menghabisi rakyatnya sendiri.

Jeno Orfias namanya. Putra dari salah satu selir Raja Kerajaan Helios. Anak manusia yang saat kelahirannya diberkati oleh Zeus dan Hera bahkan mereka dengan suka rela memberikan kekuatan yang seharusnya tidak Jeno miliki.

Kaki Jeno terus melangkah tak tentu arah. Sampai dirinya menemukan sungai dengan aliran air yang tenang dan jernih.

Tubuhnya bersimpuh disana. Menangis meraung dan berteriak menyalahkan para dewa. Percuma Hera menikahkannya dengan istrinya. Apa dosanya? Kenapa mereka menghukumnya seperti ini? Selama ini dia bahkan tidak pernah menyalah gunakan kekuatan yang diberikan para dewa.

Dengan tiba-tiba hujan yang membahasi tubuhnya berhenti berganti dengan angin yang begitu kencang disertai petir.

Kepala Jeno masih menunduk diam tak bergeming. Dia seperti tau siapa yang akan datang. Tangannya menggenggam pedangnya dengan erat bersiap menyerang.

Matanya melihat sepasang kaki yang menapak diatas air begitu bersih dan bercahaya. Seperti ada getaran, tubuhnya mati rasa dan melayang dengan kepala yang dipaksa mendongak. Pedang yang ia pegang terjatuh.

Matanya yang segelap malam menatap nyalang pada seseorang didepannya yang sedang menatapnya dengan senyum remeh. Jeno tau, Zeus pasti akan mengirimkan salah satu dewa untuk menemuinya. Saat Ares yang terlihat didepan mata. Hatinya menduga jika dirinya akan mati ditangan dewa perang itu.

"Manusia tidak tau di untung. Kau seharusnya bersyukur Zeus terus memujimu dan menganggapmu sebagai anaknya. Istrimu bahkan dipilihkan langsung oleh Hera dan Afrodit. Tapi dengan bodohnya kau membunuh semua orang yang tak bersalah dengan kekuatanmu" Suara geraman Ares membuat Jeno merinding.

"Ap- a... Perkh-duliku" Jeno menjawab dengan susah payah. Tangannya memegangi lehernya seperti ada tali yang mencekiknya. Tapi matanya tetap menatap nyalang pada Ares.

Tubuh Jeno dihempaskan dengan kuat sampai membuat beberapa pohon tumbang. sedikit terbatuk dan nafas yang tersenggal tubuhnya berusaha bangkit berdiri.

Seperti kilatan petir Ares sudah berdiri dihapannya. Menyerang Jeno dengan menghempaskan tubuhnya kembali. Kepalanya sudah penuh dengan darah dan mungkin beberapa tulangnya patah. Tubuh Jeno yang setengah dewa memang tidak akan mati jika diserang oleh manusia. Tapi, lain cerita jika seorang dewa yang menyerangnya.

Jeno sudah tidak sanggup berdiri. Dirinya pasrah saat Ares sudah ada dihadapannya lagi.

"ARRGHHHHHHH" Jeno berteriak kesakitan. Tulang rusuknya seperti remuk saat Ares menginjak dadanya. Ares tertawa puas melihatnya.

"Dengar anak manusia. Zeus menyuruhku kesini bukan untuk membunuhmu tapi untuk menghukummu. Zeus berpesan. Tetaplah hidup abadi dengan sakit dan hati yang sengsara. Sampai, akan ada seseorang yang datang dengan simbol bulan sabit ditubuhnya untuk menusuk jantungmu dan keinginan mu untuk mati terkabul"

Setelah Ares mengatakan itu dia menghilang yang digantikan dengan hujan deras lagi. Ucapan Ares terus terngiang-ngiang dikepalanya sampai Jeno tak sadarkan diri dibawah derasnya hujan.

- MOON -

Paris, Prancis 1940

MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang