e05 (diam diam baik)

191 113 51
                                    

Di tengah-tengah pertengkaranku dengan Reivan. Di sebuah rumah mewah, ada seorang pria yang duduk rapi didepan sebuah piano.

Jemarinya yang lentik perlahan menekan dan mengeluarkan suara indah. Tapi lama kelamaan tangannya bergetar dan suara yang sangat indah berubah menjadi gemericuh yang sangat jelek.

Dia merusak piano yang indah itu dengan tangannya sendiri, wajahnya memerah dan air matanya perlahan keluar. "Aku tidak bisa memainkannya lagi, aku muak." Rintihnya menahan tangis sambil membengkap kuat mulutnya.

Dia berjalan cepat keluar dari ruangan itu, melewati pintu dengan kasar dan menjatuhkan beberapa barang. Tanpa memperhatikan langkahnya dia keluar tanpa berfikir.

Dia terjatuh, langkahnya yang terlalu cepat membuat dia terjatuh setelah melewati beberapa anak tangga.

"Ah shibal! Aku benci rumah sakit." Gumamnya setelah dia merasakan kalau kakinya tidak baik-baik saja.

***

Tak... tuk... tak... suara jarum jam yang terus berdetak. Waktu sudah menunjukkan pukul 04.37, "Sheza, ayo bangun, kita harus sholat subuh." Suara lembut namun tegas itu masuk ketelingaku membuat kepalaku tergerak.

" Suara lembut namun tegas itu masuk ketelingaku membuat kepalaku tergerak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Semalam kita melewatkan waktu sholat, tidak untuk hari ini." Lanjutnya dengan suara candunya yang sangat lembut di dengar, suara lembut namun tegas. Kalian pasti pernah mendengarnya.

Aku mendengar panggilan pelan yang keluar dari mulut Reivan, "terimakasih sudah membangunkanku." Jawabku setelah aku berhasil membuka mata dan melawan rasa lelahku.

Aku beranjak dari tempat tidur, berjalan sedikit sempoyongan karena mengantuk Mengambil air wudhu membuatkumerasa segar, aku juga melihat Reivan sudah menyiapkan mukenah untukku.

Aku memakai mukenah itu dan Reivan membantuku mengikat tali mukenah agar mukenah itu tidak longgar saat aku rukuk dan sujud. Sholat bareng Reivan membuatku sedikit khawatir.

"Kau bisa posisi rukuk? Itu tidak apa-apa?" Tanyaku dengan tatapan dingin.

"Aku hanya kesulitan berjalan, tidak untuk berdiri dan sujud." Jawabnya.

Sholat bersama suami adalah keinginan setiap wanita, memiliki suami seperti Reivan mungkin adalah impian beberapa wanita. "Assalamualaikum warrahmatullahi waabaraakatu..." Salam kedua dia ucapkan.

Aku meraih tangan Reivan dan mencium punggung tangannya, lalu tanpa bicara aku langsung melepaskan mukenah yang ku pakai dan langsung melipatnya dengan segera.

"Mau lanjut tidur atau mel—"

"Jangan mengajakku bicara sebelum aku mengajakmu bicara, aku tidak ingin terlalu banyak interaksi bersamamu." Selaku sebelum Reivan menyelesaikan perkataannya. Sangat kasar, aku tau itu. Reivan terkejut, tangan kanannya mengusap wajahnya setelah aku melangkah kembali keranjang dan merebahkan tubuhku.

Forced to Leave you ( terpaksa meninggalkanmu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang