1. Memories

367 27 2
                                    

CHAP 1 Memories

Long weekend kali ini, Lintang berencana akan meliburkan diri dari toko dan menghabiskan tiga hari waktu liburnya di kota kelahirannya. Selain karena memang sudah kangen rumah, hari sabtu nanti juga rencananya akan ada acara reuni SMA untuk angkatan Lintang.

"Lin, besok lo jadi mau berangkat pagi-pagi?" Tiara yang masuk ke dapur dengan tiba-tiba membuat Lintang menghentikan kegiatan beres-beresnya karena kaget. Setelah memberikan anggukan sebagai jawaban dari pertanyaan Tiara tadi, Lintang kembali melanjutkan acara beres-beresnya.

"Nih, gue nitip ini buat tante ya. Jangan lupa bilangin salam dari Tiara yang manisnya gak kalah dari kue buatan anaknya yang minim ekspresi ini."

Sekali lagi Lintang menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Tiara. Dilihatnya sahabat sekaligus bosnya itu tersenyum lebar sambil menyodorkan kotak berlogo toko kue mereka. Lintang mengambil kotak itu dan meletakknya di meja dapur kemudian kembali meneruskan kegiatannya menyusun peralatan dapur.

Melihat Lintang yang tak acuh dengan kehadirannya membuat jiwa jahil Tiara muncul. Dengan sengaja Tiara mencolek-colek tangan Lintang untuk mengambil perhatiannya, tapi bukan Lintang namanya kalau mudah terpancing dengan aksi gak penting dari Tiara tadi.

"Ihh Alin, kok gue dicuekin sih?" Tiara manyun di sebelah Lintang.

Lintang menghela napas pelan dan menoleh ke Tiara, "Kenapa sih, Ra? Mau bantuin gue beres-beres? Silahkan," Lintang bergeser dan mempersilahkan Tiara membantunya.

"Ahh Alin gak seru ahh."

Tiara masih manyun sambil memainkan telunjuknya membentuk pola abstrak di meja dapur, sedangkan Lintang dengan cueknya masih asik memindahkan peralatan membuat kuenya ke dalam rak penyimpanan. Setelah selesai dengan kegiatan beres-beresnya, Lintang mengambil kotak yang tadi diletakkannya di meja yang ada di samping Tiara dan berjalan menuju pintu dapur.

"Gak mau pulang?" tepat sebelum membuka pintu dapur Lintang menoleh dan menegur Tiara yang masih bergeming di tempatnya. Tiara menoleh sambil memasang tampang memelas andalannya, tapi dengan santainya Lintang berbalik dan membuka pintu.

"Kalo gitu gue duluan ya, lo hati-hati ntar pulangnya." Tepat sebelum pintu tertutup, Tiara masih sempat mendengar salam yang diucapkan Lintang.

"Huh, Alin mah orangnya gitu."

***

Cuaca yang cukup panas siang itu sama sekali tak menghambat langkah kaki seorang gadis berambut sebahu itu untuk tetap berkeliling di area SMA yang pernah menjadi tempatnya menempuh pendidikan. Sambil melihat-lihat sekeliling, gadis itu melangkahkan kakinya menuju sebuah taman kecil yang ada di belakang perpustakaan sekolah, area yang menjadi tempat favoritnya dulu.

Gadis itu duduk di salah satu bangku yang ada di bawah pohon sambil menjulurkan kakinya berusaha melepas penat setelah empat jam perjalanan yang di tempuhnya. Yup, gadis itu adalah Lintang. Sebelum pulang ke rumah orang tuanya, Lintang memutuskan untuk mampir sebentar ke SMA nya.

Sebuah kolam ikan kecil di sudut taman menarik perhatian Lintang. Perlahan ia melangkah mendekati kolam itu kemudian duduk di atas batu di dekat kolam. Dari tempatnya duduk saat ini Lintang bisa melihat lapangan basket yang berada agak jauh dari samping perpustakaan.

Coba kalo kolam ikan ini udah ada dari dulu, mungkin Tiara bakal lebih betah duduk di sini daripada di bawah pohon itu, lapangan basket lebih keliatan jelas gini, batin Lintang.

Tujuh tahun yang lalu, di taman inilah Lintang dan juga Tiara biasa menghabiskan waktu istirahat mereka dengan kegiatannya masing-masing. Tiara yang selalu berusaha memperhatikan cowok idolanya yang lagi main basket di lapangan —padahal lapangan basket hanya terlihat separuhnya saja dari tempat mereka duduk— dan Lintang yang biasanya menemani Tiara sambil membaca buku dan menghabiskan cemilannya.

Kadang, Lintang heran dengan kelakuan Tiara yang gak bisa diam kalau sudah melihat idolanya muncul di tempat agak jauh yang masih bisa di jangkau oleh matanya tapi bakal langsung jadi kalem saat idolanya itu berada dalam jarak cukup dekat dengannya. Makanya, itulah alasan Tiara lebih memilih menonton idolanya itu dari taman ketimbang nonton dan duduk langsung di pinggir lapangan seperti yang disarankan Lintang.

"Udah sana, nonton di pinggir lapangan aja," tegur Lintang yang kesal gara-gara ulah Tiara yang dengan noraknya jejeritan di sampingnya saat idolanya itu terlihat dari taman.

"Aduh, Alin suayaaang kalo gue nontoninnya dari pinggir lapangan ntar malah ketahuan kalo gue nge-fans sama dia, ntar yang ada malah diledekin sama anak-anak trus ntar dianya malah jadi ilfeel ke gue. Kan gue gak mau kalo sampe itu kejadian Lin. Lo juga gak bakal mau kan liat sahabat lo yang ketceh ini sedih kan, ya kan, ya kan, ya kaaaan."

Begitulah Tiara dan segala macam tingkah noraknya. Tapi berkat keinginan Tiara untuk tetap nongkrong di taman belakang perpustakaan itu, Lintang jadi menemukan cowok idolanya sendiri. Biarpun Tiara selalu mengatainya muka datar, pelit ekspresi dan sejenisnya tapi Lintang tetaplah seorang cewek pada umumnya yang juga sedang dalam masa puberitas.

Cowok yang setau Lintang dari kelas sebelah itu terkadang menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan dan duduk di dekat jendela yang menghadap taman tempat Lintang dan Tiara duduk-duduk saat istirahat. Sebenarnya gak ada yang terlalu special dari cowok itu, memang sih wajahnya bisa dibilang cukup menarik dengan kulit putih, hidung mancung dengan kacamata yang bertengger sempurna di atasnya. Selebihnya, cowok itu terlihat seperti cowok kebanyakan.

Hal yang membuat Lintang tertarik untuk memperhatikan cowok itu adalah senyumnya yang terlihat seperti senyum anak-anak, tulus dan lepas tanpa beban. Lintang akan melihat senyum itu saat cowok itu mendongak dari sesuatu -entah apa- yang ditatapnya di atas meja, tapi senyum itulah yang selalu ditunggu Lintang.

Reunian besok, senyum itu bakal muncul gak ya? batin Lintang.

Sebelum beranjak dari tempatnya, sekali lagi Lintang menoleh dan menatap jendela perpustakaan yang saat ini tertutup gorden. Perlahan dan samar, bibir Lintang tertarik dan membentuk sebuah senyum simpul, senyum yang jarang dilihat orang lain kecuali keluarga dan juga sahabatnya.

Saatnya pulang.

***

Makasih buat yang udah mampir ya ;))

-a.r.a

LINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang