Chapter 4 🥀

1K 26 11
                                    

Makan malam telah tiba, Hayes masih belum pulang, begitu pula dengan Ivana yang memilih tidur usai mengkonsumsi obat penenang. Kini tinggal Alice dan Damian yang berada di meja makan.

Damian tidak menunjukan tanda-tanda bahwa dia marah atas kejadian tadi sore, dia bersikap biasa saja seakan tidak terjadi apa-apa.

"Kemana Hayes?" tanya Damian.

Alice tersenyum canggung. "Hayes pergi sejak sore tadi, dia tidak memberitahu akan pergi kemana," jawab Alice nyaris tidak terdengar.

Damian menghela napasnya dengan berat, dia bisa memahami alasan Hayes pergi, mungkin putranya butuh menenangkan diri.

Damian harus bersabar karena kini dia menjadi penengah hubungan Hayes dan Alice. Damian sangat percaya, suatu saat nanti Hayes akan menerima Alice apa adanya dan mencintai gadis itu dengan tulus.

"Alice, Hayes adalah anak yang baik, mungkin butuh waktu untuk dia belajar bisa menerima kehadiran seorang isteri secara mendadak karena kalian belum mengenal satu sama lainnya, ayah berharap kau mau bersabar dengan Hayes. Ayah juga pasti akan memberitahu Hayes agar bisa mulai belajar untuk bisa memahamimu."

Samar Alice tersenyum dengan anggukan, entah mengapa semua perkataan Damian membuat Alice menjadi tenang. Andai saja Damian tahu, di pagi sebelum sumpah pernikahan terjadi, Hayes mengirim pengacaranya untuk memberikan document kepada Alice dan memaksa dia untuk menandangati surat perjanjian pernikahan yang hanya akan berlaku selama dua bulan saja.

Apakah suatu saat nanti Damian akan kecewa jika mengetahui kebenaran ini?

"Sekarang sebaiknya kau makan," kata Damian mengalihkan topic pembicaraan.

Alice melihat banyak jenis makanan yang tersedia di meja, semuanya tertata rapi dan terlihat lezat. Lidah Alice terasa basah karena tergiur ingin mencicipinya, namun karena alasan lain, Alice tidak memiliki keberanian untuk memakannya.

"Kenapa kau diam, apa kau tidak suka?" Tanya Damian memperhatikan keterdiaman Alice.

"Saya hanya makan bubur, apa boleh saya memesan bubur?" tanya Alice sungkan.

"Tentu saja," jawab Damian dengan senyuman, tanpa bertanya dua kali dia langsung memanggil pelayan dan meminta mereka mempersiapkan semangkuk bubur untuk Alice.

Damian memilih mulai makan ketika bubur yang dia pesan untuk Alice telah datang.
"Mengenai isteriku," Damian kembali memulai pembicaraan yang serius disela-sela makannya dengan Alice. "Dia tidak membencimu, dia hanya sedih akan suatu alasan, kami sudah berbicara dan dia bilang, dia akan menemuimu lebih dulu jika sudah siap," jelasnya dengan tenang.

Alice mengangguk dengan senyuman. "Terima kasih atas perhatian Anda, Ayah."

"Dan mengenaimu, apa ada sesuatu yang ingin kau lakukan mulai besok? Kau perlu memiliki kegiatan agar tidak bosan di rumah. Kau bisa mengatakannya sekarang selagi ayah sedang tidak sibuk dan memiliki waktu untuk berbicara santai denganmu."

Pupil mata Alice melebar, gadis itu terperanjat kaget mendengar perkataan Damian yang begitu baik dan tidak pernah dia duga sedikitpun.

Apakah ini kesempatan untuk Alice mengubah segalanya?

Alice menelan salivanya dengan kesulitan, dia ragu untuk berkata-kata dan meminta sesuatu, namun jiwanya membutuhkannya. "Anu, apa saya diizinkan pergi keluar sekadar untuk jalan-jalan? Sudah cukup lama saya tidak keluar rumah," ucap Alice terbata.

Damian sempat terdiam, kunyahannya ikut memelan, Damian sudah mendengar beberapa cerita mengenai keadaan Alice saat tinggal bersama Giselle, mungkin karena itulah kini Alice ingin berubah.

ALICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang