Gemerlap lampu disco membuat Jeffrey terbuai. Dua gadis berbaju minim berjoget manja di kanan-kirinya. Tangan kiri Jeffrey naik, mengikuti ritme lagu. Sementara tangan kirinya sibuk menggerayangi satu persatu lekuk tubuh molek kedua gadis di sebelahnya.
“Hey, men! Gue cabut duluan! “ Salah seorang temannya berteriak di samping daun telinga Jeffrey dengan panggilan suara yang masih menyala di genggaman tangan kanannya “Gue dicariin bokap, “ lanjutnya seraya menunjukkan layar ponselnya.
Malam ini Jeffrey habiskan dengan sebotol alkohol yang seharusnya nggak boleh dia konsumsi karena dua hari lagi ada pekan olahraga kota, dimana Jeffrey akan menjadi pemain penyerang di tim sepak bolanya.
“Heh jelek! Udah lo kerjain belom tugas gue? “ Jeffrey menelepon Safira dengan langkah sempoyongan, dituntun Farel menuju mobil.
“Kamu mabuk lagi ya, Jeff? “
“Ah, bacot lo! “
“Jeffrey! “
“Lo tuh jelek, item, dekil.... “ Jeffrey menggantung ucapannya.
“Terus apalagi, Jeff? “
“Jeff, Jeff, udah sini! “ Farel yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka langsung menyahut ponsel Jeffrey. “Sorry ya, Fir. Gue nggak bisa jagain cowok lo. Abis cowok lo ganjen banget sama cewek-cewek disini, “ ucap Farel.
“Gapapa kok, Rel. Lagian Jeffrey emang gitu orangnya, “ balas Safira. “Oh iya, Rel. Minta tolong beliin obat pengar bisa nggak? “
“Aduh, sorry ya, Fir. Hari ini gue kudu cepat-cepat pulang soalnya nenek gue mampir ke rumah, “ jawab Farel sambil memasukkan tubuh Jeffrey ke dalam mobil.
“Kalo gitu biar gue aja kali ya yang ke rumahnya Jeffrey. “ Hanya ini satu-satunya ide yang muncul di kepala Safira. “Lo kalo dah sampai di rumahnya Jeffrey, share lock ke gue ya, Rel. Makasih, “ sambungnya.
Mobil yang dikendarai Farel berjalan mulus tanpa macet karena jalanan malam yang mulai lenggang. Di belakangnya, Jeffrey sudah teler dengan kaki kanan yang naik ke langit-langit mobil.
—oOo—
Keesokan harinya, Jeffrey terbangun di sofa ruang tamu rumahnya. Sepatunya masih terpasang dan bau alkohol menguar dari bau nafas dan kaos hitam yang dipakainya. Jeffrey menyugar rambutnya ke belakang. Kepalanya terasa berat sekaligus pandangannya masih kabur.
Di rumah sebesar ini, Jeffrey sendirian. Kedua orang tuanya sudah lama bercerai dan mempunyai keluarga cemara masing-masing. Mereka seolah tak menganggap Jeffrey anaknya. Mereka hanya mengirim uang, uang dan uang, tanpa menanyakan kabar Jeffrey.
safiraaa maaf, aku nggak bisa ke rumah kamu soalnya nggak dibolehin sama ayah bunda
Setelah membacanya, Jeffrey menaruh kembali ponselnya. Dia merenggangkan tubuhnya sampai berbunyi suara patahan antar tulang dalam tubuhnya. Jantung Jeffrey mau copot rasanya saat gantungan kunci mobil yang dilemparkan Farel mengenai tubuhnya.
“Kaget anjir, “ umpatnya dengan nafas memburu.
Farel, Nathan dan Raden berjalan beriringan menghampiri Jeffrey. Ketiganya sudah siap memakai seragam yang dikeluarkan dan celana abu yang di pensil hingga membentuk lekukan terkecil dari kaki jenjang mereka.
“Kemarin cewek lo nggak kesini? “ tanya Farel sambil menyandarkan punggungnya di sandaran sofa lalu menaikkan kaki kanannya ke atas paha kirinya.
“Gue tebak sih enggak. Lihat aja tuh bentukannya Jeffrey, “ sahut Raden.

KAMU SEDANG MEMBACA
BACKSTREET
Fiksi RemajaDiam-diam menjalin hubungan sama cowok ganteng tuh emang susah. Jeffrey adalah salah satu siswa berprestasi di bidang sepak bola di SMA NEGERI 01 Bogor. Sangat kontras dengan Safira si cewek pendiam yang hari-harinya hanya diisi dengan belajar, bel...