Diantara riuhnya suasana kota.
Juga dibalik Kilauan lampu alam raya.Aku tetap si kukuh yang menikmati senyum manis-mu,
pengamat setiap langkah kaki-mu,
dan pecandu suara-mu.Si laki-laki paling biasa dimuka bumi,
yang netranya dalam bagai lautan.Tegar, telaga, tenggelam.
Dengan tatapan yang begitu kelam, seakan menyembunyikan banyak luka pada tiap jelaganya. Dengan binaran yang indah, berpijar penuh ketulusan tanpa dusta.
Mata-mu yang selalu tertutup saat tertawa, begitu cerah bagai mentari dipagi hari.
Serta suara tawa-mu yang renyah penuh afeksi, seakan kata bahagia dan dirimu adalah sebuah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.Dan untuk senyum-mu.
Ah, harus bagaimana aku deskripsikan?Senyum-mu itu adiksi. Membuat siapa pun menjadi candu ingin terus melihatnya berkali-kali.
yang hadirnya selalu ku rekam diam-diam di memori untuk kunikmati sendiri, entah untuk hari ini maupun esok hari.
Sambil ku doakan diam-diam agar senyum itu tak pernah hilang dari wajah-mu. Agar kata bahagia abadi di kehidupanmu.
-ainurmala, 14 Agustus 23
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
AcakAlur sebuah rasa. 'deras, rintik lalu reda'. Ini hanya tentang sebuah rasa yang ditulis lewat beberapa bait aksara.