Sinar matahari menembus apartemen Luke pagi itu. Anehnya, sang pemilik apartemen tidak merasa tidurnya terganggu sedikit pun dengan sinar matahari yang menembus kamarnya. Ia masih tidur dengan pulasnya. Luke bisa merasakan seseorang mulai mengguncangkan tubuhnya, tapi Luke sungguh tidak berniat untuk bangun sedikit pun.
Dia benar-benar masih mengantuk. Sayangnya, orang itu tidak mengetahui yang Luke rasakan dan mulai menyuruhnya bangun dengan suara yang mulai dikeraskan. Luke berdecak dalam tidurnya sambil mengeratkan pelukannya pada sebuah guling. Orang ini sangat mengganggu tidurnya, padahal Luke hanya ingin tidur dengan tenang.
Hingga akhirnya, gorden yang semula tertutup rapat, diseret hingga terbuka dan memancarkan sinar matahari dari luar. Luke mau tidak mau harus membuka mata karena silau yang dirasakannya, dan langsung disambut dengan wajah buram sahabatnya yang sedang menyeringai dengan bodohnya. Pelakunya tidak lain adalah orang yang memeluknya tadi malam.
"Joss sialan. Tutup gordennya," protes Luke dalam tidurnya. Joss menghampiri Luke dan duduk di pinggir kasur.
"Bangun dulu bentar," pinta Joss sambil menepuk pelan lengan Luke. Luke hanya melenguh masih belum berniat bangun dari tidurnya.
"Luke bangun, nanti telat ke kelas gimana?"
Mendengar hal itu, akhirnya Luke berusaha membuka matanya. Ia menggosok-gosok kedua matanya sambil menguap."Emang udah jam berapa sih? Bukannya masih pagi?" Luke bertanya sambil bergegas bangun dan menyenderkan tubuhnya pada sandaran kepala kasur.
"Jam 6 lebih 5 menit,"
Joss menjawab dengan tenang. Seakan-akan tidak tahu bahwa sahabatnya benar-benar kesal karena tidurnya harus diganggu. Mendengar jawaban Joss, Luke yang sudah kepalang panik pun langsung memukul lengan Joss dengan guling.
"Joss, lo gue tampol ya lama-lama. Ini masih pagi!" dengus Luke dengan muka yang sudah dikerutkan.
Luke kesal, dia sudah panik takut telat untuk berangkat ke kampus, tapi ternyata jam masih menunjukkan pukul 6. Ini masih terlalu pagi untuk kelas mereka yang baru akan dimulai jam 8.
"Iya emang pagi, tapi gue mau jalan duluan," terang Joss.
"Mau ngapain lo jalan pagi banget?" Luke bertanya sambil mengambil handphonenya yang ada di nakas.
"Gue mau berangkat bareng dia ke kampus,"
Luke seketika berhenti bermain dengan handphonenya ketika mendengar jawaban yang Joss berikan. Dia menatap Joss yang kali ini menyunggingkan senyum lebarnya. Joss terlihat sangat bersemangat. Kenyataan bahwa Joss mencintai perempuan ini tidak akan berubah. Luke seharusnya tahu bahwa ia tidak memiliki celah.
"Gue mau jalan pagi karena ngajak dia sarapan bareng juga," lanjut Joss masih tersenyum dengan lebarnya. Luke mau tidak mau ikut tersenyum melihatnya. Meskipun pikirannya sedang kacau sekarang.
"Dan lo masih mau bilang gak bakalan bisa dapetin dia?" tanya Luke sambil terkekeh.
"Iya karena di-"
"Secara nggak langsung lo udah kencan bareng dia," potong Luke.
"Bagus dong Joss! Itu kemajuan buat lo. Tunggu apalagi, pergi aja sana," lanjutnya seraya tersenyum dan menepuk lengan Joss.
Luke menyuruh Joss pergi padahal dia menginginkan Joss untuk tetap bersamanya. Luke sering berharap suatu saat dia dan Joss bisa saling mencintai. Namun, kali ini Luke lebih berharap bahwa ia tidak pernah memiliki perasaan terhadap Joss. Perasaan ini sungguh menyiksanya. Luke tahu ini menyakitkan, tapi dia tidak ingin menjadi sahabat yang buruk dengan menunjukkan emosinya. Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah berpura-pura. Luke tidak mau senyum Joss hilang hanya karena perasaan bodoh yang Luke miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
16 Years Ago
FanfictionSinopsis : 12 tahun lamanya mereka selalu bersama. Mulai dari SD, SMP, SMA, hingga kuliah, mereka selalu bersama. Menghabiskan waktu bersama. Bermain berdua. Jika ada Joss sudah pasti akan ada Luke. Begitu pun sebaliknya. Mereka saling membutuhkan...