Chapter 4 - Desire

60 5 0
                                    

Luke tiba di lokasi tempat ia dan Kay akan bertemu. Sebuah coffee shop bersuasana santai yang dihiasi dengan interior yang khas. Luke melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam coffee shop dan mencari keberadaan Kay. Ia melihat sekeliling dan netranya menangkap Kay yang sedang melambai-lambaikan tangannya. Luke menghampiri seorang barista dan memesan satu iced latte. Luke lalu segera menghampiri Kay yang duduk di meja sudut pojok dekat dengan jendela. Ia melihat Kay yang sedang tersenyum, lalu berdiri dan saling memberi pelukan setelah sekian lama tidak bertemu.

"Welcome back Bro," ucap Luke di sela-sela pelukannya kepada Kay.

"Yoi," balas Kay sambil melepaskan pelukannya dari Luke. Mereka kembali duduk di kursi dan mulai berbasa-basi saling menanyakan kabar.

"Sorry ya, lo jadi nunggu lama," tutur Luke.

"Saking asiknya ngedate sampe lupa ada janji sama gue," Kay meresponnya dengan usil.

"Mana ada anjir, Joss sahabat gue," sanggah Luke.

Ia tidak mengerti mengapa semua orang senang sekali membuat dia kesal dengan asumsi konyol mereka mengenai dia dan Joss menjalin hubungan yang romantis. Itu tidak akan pernah terjadi menurut Luke, karena mereka hanyalah sepasang sahabat.

"Masih sahabat?" tanya Kay.

"Maksudnya kata 'masih' itu gimana Kay?" Luke malah bertanya balik kepada Kay.

"Ya maksud gue udah ada progres apa belum, sejak terakhir kali lo bilang ke gue bahwa lo suka sama Joss," urai Kay, kali ini lebih Jelas.

Luke menghembuskan napas jengkelnya ketika fakta bahwa ia mencintai Joss harus diungkit oleh Kay. Luke masih mengingat beberapa tahun yang lalu, ketika ia menceritakan perasaan sukanya terhadap Joss kepada Kay. Pembicaraan yang awalnya hanya berupa basa-basi mulai menjadi sebuah bahasan yang Luke ingin sekali hindari.

"Progres apa sih Kay, gue gak berharap apa-apa sama perasaan ini," balas Luke. Baru saja Luke bertemu dan berbincang dengan Kay, tapi topik tentang Joss sudah menjadi hal pertama yang mereka bicarakan.

"Jangan pura-pura pikun. Mana semangat lo yang udah koar-koar buat perjuangin perasaan lo ke Joss?" sahut Kay sambil meminum cappucino hangatnya.

Luke sangat mengingatnya, ketika ia dengan sangat bersemangat menceritakan perasaannya, sampai-sampai dengan percaya dirinya Luke berkata akan membuat Joss membalas perasaan sukanya. Luke merasa malu mengingat betapa naifnya dia beberapa tahun yang lalu.

"Itu tahun lalu, sekarang beda Kay," jawab Luke sambil tertunduk.

"Beda gimana?"

"Joss naksir seseorang dan itu bukan gue," beber Luke.

Suaranya pelan, hampir terdengar putus asa. Kay yang mendengar apa yang baru saja Luke beberkan tentunya terkejut. Menurut perkiraannya Joss juga pasti tertarik dengan Luke. Apalagi setelah mendengar semua cerita Luke tentang seberapa dekatnya mereka. Ataupun bagaimana perlakuan spesial Joss kepada Luke yang terkesan berlebihan untuk seorang sahabat. Kay memperhatikan temannya yang menundukkan kepala, memancarkan keputusasaan. Ah! Kay tidak senang dengan ini. Ia tidak datang jauh-jauh dari Jepang hanya untuk melihat ekspresi sedih sahabatnya.

"Yaelah kan cuman naksir," ucap Kay dengan entengnya.

"Lagian kan Luke, selagi masih belum jadian lo masih bisa buat perjuangin perasaan lo," lanjutnya.

Luke merasakan tatapan teduh Kay kepadanya. Ia tahu bahwa Kay bermaksud untuk menyemangatinya. Akan tetapi Luke sungguh tidak memiliki kepercayaan diri seperti yang diharapkan Kay kepadanya.

16 Years AgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang