Joss menyusul Luke di depan gedung apartemen setelah selesai memarkirkan sepeda motornya. Mereka pun berjalan beriringan hingga sampai di depan pintu lift. Mereka menunggu pintu lift terbuka lalu akhirnya pintu itu terbuka dan menampilkan beberapa orang yang mulai keluar dari lift.
Joss dan Luke masuk ke dalam lift bersama beberapa orang lainnya. Pikiran Luke masih menerawang pada saat ia dengan beraninya memegang tangan Joss, Luke masih bisa merasakan betapa dinginnya tangan itu. Luke berpikir bahwa Joss ingin memegang tangannya karena kedinginan. Iya, itu sudah pasti. Tidak ada hal yang lebih dari itu.
Menyadari orang yang dipikirkan berada di sampingnya, Luke akhirnya menoleh kepada Joss. Joss membalas tatapannya sambil tersenyum. Ia baru menyadari bahwa posisi mereka sangat dekat, dan ia bisa mendengar dengan jelas deru napas Joss yang berada di sampingnya. Luke tidak habis-habisnya menenangkan diri karena detak jantung yang berdegup kencang.
Pintu lift akhirnya terbuka. Joss dan Luke akhirnya keluar kemudian melangkahkan kaki ke arah apartemen Luke. Dalam perjalanan mereka berdua diam, tidak ada inisiatif untuk mencari topik. Mereka berdua enggan berbicara. Sampai tibalah mereka di depan pintu apartemen Luke, Luke dengan segera membuka kunci apartemennya dan mempersilahkan Joss masuk ke dalam. Ia kembali menutup pintu apartemennya, dan menyuruh Joss beristirahat.
"Lo mau minum sesuatu gak?" tanya Luke kepada Joss yang sedang merebahkan dirinya di sofa.
"Bir ada gak?" jawab Joss sambil melihat ke arah Luke yang sedang sibuk memandangi kulkas.
"Goblok mana ada!" ujar Luke seraya mengambil beberapa bungkus kopi instan.
"Kopi mau?" Luke kembali bertanya.
"Boleh deh, sekalian rokok," ucap Joss sambil menyalakan televisi di depannya.
Luke mulai sibuk dengan kegiatannya di dapur. Sementara itu Joss terlihat santai, melihat acara-acara yang ditampilkan di televisi. Tujuh menitan Joss menunggu temannya selesai membuat kopi. Akhirnya Luke datang membawa dua gelas kopi yang terlihat masih mengepulkan asap panas.
"Ayok di balkon Joss," ajak Luke sambil membuka pintu balkon.
"Kenapa gak di sini aja dah?" Joss bertanya sambil bangkit dari sofa.
"Jangan, nanti ribet bau asap rokoknya nyebar ke mana-mana. Gue gak suka," jawab Luke, setelah selesai membuka pintu balkon lalu duduk di salah satu kursi di balkon. Joss menyusulnya, dan mengambil tempat di kursi sebelah Luke.
Joss mengeluarkan sebungkus rokok dan korek. Ia mengambil satu batang rokok dan diselipkan diantara jari-jarinya. Tangan kanannya mulai menyalakan korek pada sebatang rokok itu. Setelah itu, Joss menghisap rokoknya lalu menghembuskan asap dari mulutnya. Luke yang melihat Joss yang sedang merokok ini benar-benar terlihat keren. Ia tidak berhenti menatap sebelum dibuyarkan oleh Joss yang menawarkan rokok kepadanya. Luke tidak butuh rokok, ia hanya ingin menjadi rokok. Sialan, semakin malam pikiran Luke semakin liar. Angin malam yang berembus akhirnya sedikit menjernihkan pikiran Luke.
Suasana dari balkon itu terlihat sepi, beberapa lampu yang tadi menyala terang kini mulai redup satu persatu. Menandakan malam yang semakin larut. Untuk sesaat mereka tersesat dalam pikiran masing-masing. Joss yang sibuk dengan rokoknya, dan Luke yang sibuk dengan kopi hangatnya.
"Minggu depan lo gak ada acara?" Joss bertanya, akhirnya memecah kebisuan.
"Nggak ada, kenapa?" jawab Luke sambil menyeduh kopi hitam miliknya.
"Gak ada rencana atau kesibukan gitu?" Joss kembali bertanya, memastikan jawaban temannya.
"Kagak ada Joss, mau apa sih?" Luke menjawab sambil balik bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
16 Years Ago
Fiksi PenggemarSinopsis : 12 tahun lamanya mereka selalu bersama. Mulai dari SD, SMP, SMA, hingga kuliah, mereka selalu bersama. Menghabiskan waktu bersama. Bermain berdua. Jika ada Joss sudah pasti akan ada Luke. Begitu pun sebaliknya. Mereka saling membutuhkan...