Ӧ 2 Ӧ

272 34 41
                                    

Sasuke termenung, menatap alas meja berenda di bawah lengannya dengan sesekali memiringkan kepala. Dia hampir mati bosan setelah lima belas menit berlalu sejak Momo meminta dia menunggu di meja VIP tamu. Temannya itu bilang akan memberikannya sebuah bingkisan spesial yang pasti akan dia sukai. Namun, Sasuke harus rela mengalami kesendirian di tengah-tengah keramaian pesta. Sampai lama kelamaan dia merasakan panas  di kepala akibat menyaksikan adegan demi adegan mesra dari banyak pasangan muda di sekitar. Bibir dilipat sembari akalnya dibuang ke sembarang, terlalu asyik dan tiada menyadari fokus sepasang mata nan intens mengarah padanya.

Kaki jenjangnya diayun menuju pintu ganda, si Namikaze berencana menyingkir dari euforia di ballroom begitu dia berpamitan dan menghadiahi selamat paling tulus kepada mempelai. Niatnya nyaris terlaksana sedikit lagi sekadar beberapa meter dari pintu keluar, jika mata liarnya tak menangkap presensi wanita yang sempat merebut muffin favoritnya dari meja prasmanan.

"Ah—melamun rupanya." Sembari tangan-tangannya naik terlipat ke atas dada, si Namikaze bermonolog di situ. Dia melupakan rencana pulang dan justru berbalik badan menghadap meja di mana Sasuke tampak syahdu sekali bermain khayalnya. "Kenapa secantik dia belum ada pendampingnya? Atau, apa mungkin pacarnya tidak bisa menemani dia? Dan dia tidak keberatan?! Ehm, aku kurang yakin. Kalau dipikir-pikir dia ini tipe yang pencemburu, muffin karamel itu sudah cukup sebagai bukti konkrit. Aku jadi penasaran." Dua tangannya pindah ke saku celana serentak seringai mencurigakan terpatri di wajahnya. "Pasti menarik—"

"Cukup!" Sasuke berdiri hanya untuk mengerang rasa malasnya. Dia berdecak, juga sedikit mengentak kaki saking jemu menanti kedatangan Momo. Tentu calon pengantin itu tidak bisa menemuinya sekarang di antara padatnya para undangan yang hadir. Apalagi waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tersisa sejam lagi untuk penutupan acara resmi.

"Kelihatan murung, Nona Muffin." Serta-merta Si Namikaze berdiri santai di samping Sasuke. Kemunculan dirinya makin pula mengundang kejengkelan si wanita. "Boleh aku tebak alasanmu menjadi kesal seperti itu?!" Si empu yang ditanya kukuh bergeming, Sasuke betulan enggan menanggapi siapapun saat dia sendiri berusaha untuk menenangkan rasa dongkolnya.

"Pergilah, aku tidak mau meladeni dirimu." Wajah cantiknya tidak kehabisan pesona meski kusut sekaligus mulut mencebik, Sasuke terang-terangan berdecak sebelum menuturkan kejujuran di benaknya.

"Mau aku temani tidak? Kamu pasti punya tujuan yang memaksa dirimu untuk menunggu. Kalau sendirian pasti kamu jenuh. Sekarang saja kamu sudah segitu emosionalnya." Sasuke memalingkan muka, enggan menyahut perkataan si Namikaze tersebut.

"Jangan menggangguku! Terserah kamu mau di sini atau pergi. Tapi, biarkan aku menunggu Momo dengan tenang."

"Ternyata memang menarik." Si Namikaze betah dengan wajah bersenyum tampan. Dia duduk tanpa sungkan di seberang wanita yang kentara memancarkan pandang hendak menolak keberadaannya. "Omong-omong, di mana kekasihmu?"

"Tidak ada, aku single!"

"Yang benar? Secantik ini masih single?!" Mendadak ketampanan si Namikaze merosot lima puluh persen, mukanya lebih mengenaskan sekarang dengan mulut menganga dan bola mata seolah akan keluar. "Aku serius kamu itu cantik, sangat cantik! Apa pengakuanmu itu cuma trik?"

"Trik apa maksudmu?!" Nada suara Sasuke meningkat satu oktaf, menguatkan kesan permusuhan yang sedang dia ajukan.

"Tidak, tidak, lupakan! Jadi, seperti apa tipe pria idamanmu?" Dan Namikaze mengubah rautnya lagi. Kening berkerut heran, agak tidak menerima tanggapan Sasuke yang malah menertawai pertanyaannya.

SmittenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang