Bab 3 Cupid

2 2 1
                                    

"Patung dewa dewi siapa yang kamu buat sekarang?"

Barnard menatap patung yang beratnya sekitar hampir 8 kg tepat berada di pahanya. Ia menatap seorang kusir yang sedang menjalankan kereta kuda tersebut dengan pelan karena tentunya ia yang menyuruhnya.

"Aku membuat patung dewi hedone."

"Siapa tadi?"

"Dewi hedone." Kusir itu mengangguk sekenanya. Barnard yakin pria berumur di depannya tidak mengetahui tentang dewi ini. Ia tentunya hanya diam saja tidak menjelaskan.

Setelah menyelesaikan pemesanan, tepat matahari yang hampir naik sempurna di atas, Barnard segera mengirimkan pesanan selanjutnya ke kuil yang letaknya sekitar 2 km dari rumahnya. Setelah 15 menit berlalu dari rumahnya, ia sudah sampai di kuil tersebut—kuil ini berisi patung dewa dewi yunani. Tentunya tidak hanya satu, tapi ada banyak.

Saat menuruni kereta kuda, Barnard memberikan patung itu untuk dibawakan kepada kusir sebelum akhirnya turun dari kereta tersebut.

"Biar saya saja yang membawakan." Barnard yang akan mengambilnya memilih mengangguk. Ia mengikuti arah kusir baru yang telah mengantar patungnya. Kebetulan kusir langganannya, Adolf, sedang pergi ke luar pulau untuk mengunjungi keluarganya di Sparta.

"Ohhh kau telah datang!" Pengawal kuil tersenyum setelah melihat Barnard yang telah datang bersama patungnya. Kusir tersebut segera menaruh di tempat penyangga patung yang di buat dari marmer. Kanvas pelindung patung itu di buka dan mereka sontak terkagum melihatnya.

"Ohh tentu saja patung buatanmu ini yang paling terbaik!" Puji Pengawal Kuil itu lalu pamit pergi untuk mengelilingi kuil kembali.

"Dewi apa dia?"

Barnard segera menjelaskan kepada kusir tersebut. "Dia dewi kesenangan. Yang memberikan kesenangan dan kebahagiaan di muka bumi."

"Kesenangan? Tampak tidak terlalu dibutuhkan. Kau tahu? Kita tidak perlu banyak menyembah dewa. Cukup hanya yang terkenal saja. Tentu saja." Kusir itu segera pergi karena sudah menerima uang obolos saat di perjalanan.

"Jika memang itu pendapatmu. Kamu tidak boleh mengejeknya. Dia seorang dewi!" Barnard tentu saja kesal. Dia mengejek seorang dewi dan kebodohannya dia lakukan saat di dalam kuil?!

Bagaimana jika pendeta bahkan pengawal kuil mendengarnya?

"Ohh iya terserah. Aku tidak peduli. Senang berbisnis denganmu." Barnard menghela napas kesal. Jujur saja ia tidak akan memerlukan jasa kereta kuda dia lagi. Ia takut omongan lelaki itu terulangi dan berakhir mencela di dalam kuil ini kembali.

"Dia membelamu," Dasha terkikik geli melihat muka Hedone yang memerah malu. Entah mengapa Hedone memiliki keyakinan untuk mendekati pria itu.

"Dia tampak baik." Hedone tersenyum malu masih dengan mode menatap lelaki impiannya dari balik pintu kuil yang berada di sisi samping. Hingga mereka harus bersembunyi karena hampir saja Barnard melihat mereka.

"Tampaknya kamu sangat senang sekali." Dasha tidak berhenti menggoda Hedone membuat temannya itu malu. Tentu saja dewi tersebut terlihat sangat senang. Ia bersemangat sekali melihat pria tampan itu membelanya.

"Tapi tetap saja ya, aku marah karena kita harus berlari untuk sampai ke sini!"

Hedone menggeleng cepat. "Kita hanya berlari beberapa ratus meter, kita banyak berjalan." Dasha terkekeh.

"Kenapa kita harus berjalan tadi? Bukankah kamu bisa membawaku secepat kilat ke kuil ini?" Dasha cemberut. Dia sangat kelelahan mengikuti dewi kesenangan itu.

"Kita harus sehat! Jangan jadi pemalas?!"

"Iyaa terserah." Dasha menggulirkan bola matanya malas dan mulai mengintip kembali. "Sepertinya Barnard akan segera pergi." Hedone langsung saja berdiri dan melihat pria itu yang masih ada di sana melihat patung kembali.

Chasing Love PathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang