Bab 5 D-day

1 1 0
                                        

"Ke mana wanita itu?" Barnard mengeluh kesal saat ayam sudah berkokok bahkan matahari pagi sudah tampak dari ufuk timur. Ia menggeram marah, mengapa wanita itu datang sangat terlambat?!

"Sial! Terserah dia mau datang jam berapa!" Barnard paling tidak suka saat ada orang yang datang terlambat. Ia segera menyibukkan diri untuk membuka bengkelnya dan melanjutkan pekerjaan kemarin.

Di tempat lain, Hedone bertemu dengan pengikutnya yang taat meminta doa padanya. Dalam keadaan tidak terlihat, ia menyertai dan mengabulkan doa mereka dari gelap hingga pagi menjelang.

Setelah usai, ia segera mengubah dirinya menjadi manusia biasa dengan baju khas mengikuti manusia yunani lainnya di area timur kuil Serifos. Dengan pakaian chiton dan bagian luarnya dibalut dengan himation. Chiton pada wanita, dibentuk tanpa lengan atau lengan pendek, sedangkan pria seperti Barnard dibuat dengan lengan panjang yang menutupi lengan tangannya. Himation sendiri sebuah mantel yang dibuat untuk menutupi bagian Chiton. Dililitkan himation di sekitar tubuh dan dibebankan di satu bahu. Warna pakaiannya berwarna putih.

Ia memegang kepalanya, merasa kehilangan mahkota daun emas yang biasa dipakainya.

"Aku harus menemui Barnard secepatnya."

.

.

.

.

.

.

.

"Kamu terlambat!" Barnard berkacak pinggang menatap Hedone datar. Wanita itu mengucapkan maaf berulang kali padanya. Namun Barnard menanggapinya dengan menghela napas panjang, tidak ingin meledak-ledak kemudian dan membuat seseorang tersakiti karena ucapannya.

"Apakah kamu tidak melihat matahari dan bayanganmu yang sudah terlihat jelas dari matahari itu?" Barnard tidak bisa menahan diri memarahi wanita yang tengah menunduk itu.

"Aku ada sesuatu—"

"Tidak usah beralasan." Hedone menghela napas lega. Karena balasan Barnard atas ucapannya tadi ia jadi tidak beralasan apapun untuk menutupi kebohongannya, lagian siapa yang percaya jika ia dewi—ohhh tidak tidak! Jika dia berlaku jujur ia pasti akan dijauhi pria itu.

Barnard yang tidak terlalu dekat dengan wanita itu ternyata kenyataan yang sangat benar, omongan Dasha ternyata bisa ia percayai. Dia cantik, kenapa Barnard seakan sangat memusuhinya?

Tapi kenapa? Kenapa dia tidak ingin terlalu dekat dan menjalin hubungan dengan wanita? Semuan pernyataan itu membuatnya sangat bingung.

"Kenapa kamu melamun? Mau langsung ku usir?"

Hedone menyadarkan dirinya saat melihat Barnard yang awalnya berdiri di dekatnya sudah menjauh dengan memegang tanah liat entah sejak kapan. Ia segera menyusul lelaki itu dan mendekatinya. Barnard memberikan kain yang tidak ia ketahui namanya.

"Pakai ini agar pakaianmu tidak kotor terkena tanah liat." Hedone mengangguk dan segera memakai kain yang dia tidak ketahui namanya itu dan segera mengikatkan talinya ke pinggangnya.

"Apakah kamu pernah belajar menggunakan tanah liat ini untuk membuat patung?" Hedone menggeleng pelan. "Okee kita belajar awal terlebih dahulu." Barnard menyuruh Hedone untuk duduk di depannya dan ia segera duduk dan menaruh tanah liatnya di atas piring putar.

"Sebagai pemula, tentu saja kamu harus tahu bagaimana patung yang dibuat seorang pemahat ada model yang disebut pra-patung. Sebelum aku mentransformasikannya ke patung, aku harus memberikan gambaran awal. Kau paham?" Hedone mengangguk.

"Model tanah liat ini yang aku contohkan, bisa menggunakan lilin juga. Model pra-patung ini memberikan gambaran sebelum membuat patung tentang proporsi, posisi, dan ekspresi yang diinginkan dalam membuat patung." Hedone mengangguk setia mendengarkan perintah yang Barnard katakan kepadanya. Semuanya, bahkan Hedone salah fokus dan memilih memperhatikan wajah pria itu lebih jauh.

Hedone melihat pria itu asyik menjelaskan sembari jari jemarinya menekan tanah liat itu dengan hati-hati. Pria itu yang sedang fokus membuat Hedone memandang wajahnya terus menerus. Ia tidak melewatkan setiap waktu untuk terus menatapnya. Jantungnya terus berdetak cepat bahkan ia masih memikirkan kecupan di pipi pria itu.

Apa ia harus mengecupnya lagi?

"Kalau kamu tidak fokus, aku akan memberhentikan pembelajaran ini."

"Kamu tampan, aku tidak bisa fokus." Frontal Hedone membuat Barnard memberhentikan 'mari membuat patung' menjadi menatap wanita itu yang membuat Hedone segera menjauhkan diri karena sangat gugup mendapat balasan tersebut.

"Apa semua wanita akan menikahi pria yang tampan?"

"Tentu saja!" Hedone berseru lalu terdiam saat Barnard menampilkan rasa amarah. "Ohh iya orang yang berbakat juga termasuk walaupun dia tidak tampan." Hedone menampilkan senyuman termanisnya, namun yang ditunjukkannya malah berdiri dari kursi dan berjalan mengelap tangannya karena tanah liat.

"Pembelajaran kita terhenti?" Barnard tidak menjawab dan malah berjalan ke arah luar bengkel. Sontak Hedone segera mengikutinya saat pria itu berhenti menatap ke arah binatang berkaki dua yang sedang berjalan.

"Ayam betina itu memiliki kaki yang cacat, kaki kanannya yang tidak berfungsi dengan baik. Namun dia masih berusaha mencari makan bersama anak-anaknya." Hedone bisa melihat ayam jantan yang berada di dekat sana juga.

"Dia memiliki bakat." Barnard menaikkan sebelah alisnya menatap wanita itu yang menatapnya menunggu jawaban. "Benar 'kan?"

"Pembelajaran untuk hari ini selesai. Kamu bisa langsung pulang." Barnard menunjuk kain yang ada pada pinggang Hedone dan ia segera melepaskan ikatan itu dan memberikan kepada Barnard.

Hedone terdiam melihat lelaki itu yang masuk kembali ke dalam bengkel dan menutup pintunya.

"Apa maksudnya? Kenapa dia terlihat menyebalkan sekali!" Hedone merenggut kesal. Namun usahanya tidak akan berhenti sampai sini. Ia masih akan mengerjar Barnard bahkan sampai ke ujung dunia sekalipun.

⋇⋆✦⋆⋇ 

Hedone kembali ke olympus dan segera berjalan melewati lorong menuju kamarnya. Ia tidak menyadari Ayahnya sedang menatapnya dengan tajam, sedangkan istrinya hanya diam saja sembari merangkai bunga untuk dipajang di dalam kamarnya.

Dewa Eros segera duduk di kursi marmer yang terlihat mewah itu dan menyenderkan tubuhnya ke meja sembari menatap istrinya yang masih asyik merangkai bunga.

"Apa yang kamu khawatirkan? Dia akan baik-baik saja." Psyche menghela napas. Suaminya ini terlalu khawatir kepada anaknya, padahal Hedone sudah bukan anak kecil lagi.

"Dia berbohong untuk mendekati pria itu! Bagaimana jika pria itu menolaknya nanti? Dia sudah terkena panahku!" Eros menjelaskan apa yang dia pendam. Ia bersembunyi mencari tahu tentang kelakuan anaknya saat mendekati Barnard, yang dia lihat adalah kebohongan yang anaknya lakukan. Dia sudah terkena panahnya, jika ia menyuruhnya untuk tidak berbohong,  Hedone pasti tidak akan pernah mendengarkannya.

"Ramalanku menebak dia pasti akan baik-baik saja, tenang saja."

Dewa Eros memandangnya datar. "Apakah sebelum kamu ke sini, kamu bertemu Hermes dan Apollo?" Tanyanya cemburu. Kedua dewa itu merupakan salah satu dewa yang bisa meramalkan masa depan.

Psyche menggeleng pelan. "Aku hanya menebak berdasarkan apa yang terjadi. Setelah merawat anakku dan melihat bagaimana Demeter menjaga anaknya, aku ingin dia mengetahui sebab akibat terhadap apa yang dia kerjakan selama ini." Eros terdiam mendengarkan. "Hedone kita sudah dewasa. Walaupun dia belum mempunyai pasangan, dia perlu kemandirian dalam dirinya. Kita sudah terlanjur memanjakannya, jadi kita harus memberi dia ruang untuk memilih hidupnya dan sebagai orang tua kita bisa memperingatkannya."

Dewa Eros hanya diam mengangguk mendengarkan perkataan istrinya. Ia tentu saja setuju, namun dia tidak bisa menghilangkan sifat khawatir kepada anaknya yang terbilang seperti manusia yang baru mencapai babak remaja.

Dia harus terus mengawasinya.

⋇⋆✦⋆⋇ 







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Chasing Love PathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang