Berakhirnya perdebatan di kantin membuat siswa siswi kini bisa makan dengan tenang. Namun masih banyak dari mereka yang membicarakan kejadian tadi.
Sementara itu di sisi lain, tepat di area koridor, Kaiser menarik paksa Scarlet, membawanya pergi tanpa sepatah kata pun. Dia tetap diam meski telah dihujani banyak pertanyaan oleh orang yang dibawanya.
Beberapa saat kemudian dia berhenti, menginterupsi orang dibelakangnya melakukan hal yang sama. Satu tangan Kaiser yang bebas mulai bergerak menggeser pintu kokoh didepannya.
"Obati dia." Ucapnya usai menghempaskan Scarlet kedalam ruang UKS.
Tindakannya barusan membuat Dokter dan 2 perawat disana seketika berdiri dengan ekspresi kaget. Mereka sama-sama heran, bagaimana bisa ada yang tega memperlakukan orang lain sekasar itu. Apalagi dalam kondisi terluka.
Sementara Scarlet masih diam tertegun sambil menatap punggung Kaiser yang hilang dari balik pintu. "Barusan itu .... perhatian atau kasihan?" Gumamnya seraya mengerjap pelan. Tak sekalipun dia menaruh atensi pada luka ditangannya yang masih terus mengeluarkan cairan merah.
______
Perpustakaan
Kaiser berjalan menuju bangku paling pojok setelah mengambil sebuah buku. Kebetulan perpustakaan sedang sepi pengunjung sehingga bangku favorit itu kosong. Dia kemudian duduk usai meletakkan benda yang dipegangnya keatas meja.
Namun alih-alih membuka buku, dua tangan itu malah bergerak memasang earphone ditelinganya. Lalu disusul oleh kakinya yang perlahan naik keatas meja. Dia kemudian menyandarkan kepala dengan tangannya sebagai bantalan.
Matanya terpejam mendengarkan lantunan musik yang diputar. Terasa damai karena kini dia bisa bersantai tanpa adanya gangguan dari Scarlet. Bisa lepas dari gadis itu selama sedetik saja sudah sebuah anugrah besar.
Sesaat, sesuatu terlintas dipikiran Kaiser. Setiap dia menginjakkan kaki kedalam tempat ini, batang hidung gadis itu pasti tak terlihat. Bohong jika dia tak penasaran. Namun karena ini menguntungkannya, dia memilih memendam rasa penasaran itu.
Beberapa menit usai memejamkan mata, dia kembali membuka penglihatannya. Mau berusaha sekeras apapun dia tidak bisa tertidur. Lantas dia memutuskan untuk menyudahi usahanya. Kakinya perlahan dia turunkan sementara tangannya mengambil buku yang sempat ia acuhkan.
Tapi baru sebentar buku tersebut dibuka, Kaiser sudah menutupnya kembali secara kasar. Dia menunduk bersamaan dengan decakan yang keluar dari mulutnya. Bukan tulisan yang dia lihat, melainkan wajah Scarlet dengan sebuah senyuman. Gadis itu benar-benar merusak pikirannya. Dia jadi berhalusinasi sesuatu yang menjengkelkan.
"Bagaimana bisa dia tiba-tiba muncul seperti itu." Keluhnya ambil berdiri dan berjalan menuju rak untuk mengembalikan buku. Dia kemudan berlanjut melangkah keluar perpustakaan berhubung jam masuk kurang 5 menit lagi.
Kedua tangannya dia masukkan dalam saku seraya menempatkan fokus pada jalanan didepannya. Terlihat masih banyak siswa siswi yang berlalu-lalang. Telinganya otomatis menangkap banyak obrolan. Tentu saja dia tak bermaksud menguping.
"Kaiser!"
Panggilan itu membuatnya berhenti seketika. Suara itu, dia sangat menghafalnya. Kaiser lantas menghela nafas kasar merasa akan mengalami gangguan lagi. "Apa?" Dia bertanya tanpa berbalik menatap Scarlet dibelakang.
"Kenapa mengabaikanku?" Perempuan itu berjalan mendekat dan mengambil posisi tepat didepan Kaiser. Dia mendongak menatap pria yang lebih tinggi darinya.
"Kapan?"
"Barusan. Saat kau keluar dari perpustakaan."
"Aku nggak melihatmu, memang bisa dibilang mengabaikan?" Dia balik bertanya.
"Pokoknya sama saja! Kau harus melihatku. Jangan sampai tidak." Scarlet bersikeras.
"Buat apa?"
"Pertanyaan aneh. Tentu saja agar kau bisa tahu kecantikanku." Tukasnya memasang tampang percaya diri sambil mengibaskan rambut kebelakang.
"Tanganmu sudah baikan?" Laki-laki itu mengalihkan topik.
Spontan Scarlet mendelik dengan senyum jahilnya membuat Kaiser kebingungan dan terkesan salah tingkah karena mengira ada yang salah dengan pertanyaannya.
"Kau mencemaskanku? Benar kan? Ah ... jangan-jangan kau mulai menyukaiku?" Scarlet menerka, sembari menaikturunkan alisnya.
"Obatmu habis ya?" Tanpa menunggu jawaban, Kaiser langsung melangkah pergi melewati perempuan yang telah membuang waktunya.
Menyaksikan itu, Scarlet lantas memutar tubuh mengamati punggung seseorang yang kini semakin jauh. "Kaiser, tunggu!" Dia berteriak sambil berlari menyusul.
"Hei, berhenti. Jangan mengabaikanku!"
"Kau harus jawab pertanyaanku dulu."
"Kaiser!"
________Kelas 3 - B
"Duduk diam disini dan makan bersamaku." Ucap Felix usai menurunkan Rei bersama dengan kursi yang didudukinya.
"Kau kan bisa makan sendiri." Rei membantah. Dia cukup kesal lantaran Felix berani membawanya paksa. Kejadian di kantin sungguh membuatnya malu.
"Aku maunya makan denganmu." Laki-laki itu menjawab usai mengambil duduk. Dia menyangga kepalanya seraya berfokus pada orang didepannya.
"Bodoh, masih nggak mengerti ya? Dengan perlakuanmu padaku, orang jadi mengira kita ini pacaran!" Rei meninggikan intonasinya.
"Nggak peduli. Lagipula aku menyukai kesalahpahaman ini." Felix terkekeh diakhir kalimat.
Rei memutar bola matanya jengah. "Terserah, aku mau kembali ke kelas!" Dia berdiri.
"Jangan dulu." Cegahnya, mencekal pergelangan tangan laki-laki itu.
"Kenapa?!" Tanyanya ketus.
"Aku masih ingin bersamamu."
"Kalau begitu berubahlah menjadi jam tanganku!"
"Jika bisa aku akan melakukannya."
Rei sontak memandang sambil bergidik ngeri. "Sinting!" Dia menarik tangannya, kemudian berjalan cepat keluar dari sana.
Felix lantas berdiri dan berniat menyusul. Namun baru beberapa detik, anak kelas sudah berkerumun didekatnya dan memblokir semua akses jalannya.
"Jadi kalian nggak pacaran?"
"Felix serius suka sama cowok?"
"Jangan jadi homo. Lebih baik pacaran denganku saja."
"Memang Rei semenarik itu buatmu, ya?"
"Jawab dong!"
Helaan nafas keluar dari mulutnya menerima ocehan barusan. Sering kali terjadi seperti ini. Rasa penasaran mereka tetap ada meski telah dijawab berkali-kali. Pertanyaan yang sama akan terus diulang setiap harinya.
"Kami akan pacaran dalam waktu dekat." Dia terpaksa menjawab agar para perempuan itu cepat menyingkir.
"Sudah puas?" Imbuhnya.
"Belum. Kenapa harus suka sama cowok? Kenapa nggak coba menyukaiku saja?"
"Kau jelek."
Beberapa orang disana menyemburkan tawa, menatap kasihan pada sang penanya yang kini menunduk malu. Dia diam seribu kata lalu mundur dari permainan.
To be continue ...
▪︎
▪︎
▪︎Cerita hanya sebatas fiktif belaka. Isi murni dari imajinasi tanpa mengambil/plagiat dari cerita yang bukan milik saya!
- Rua -
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION: Under the Control of the Inferno ✔️
Mystery / ThrillerTerbangunnya Kaiser dari koma bukanlah awal kehidupan barunya. Dia kehilangan sebagian besar ingatannya yang mana menjadi kesempatan bagi Scarlet untuk memanfaatkannya. Sementara itu di sisi lain, usaha Felix mengeluarkan Rei dari penjara yang dicip...